SILA CARI DI SINI!

Google

Friday, May 30, 2008

SISI GELAP SURABAYA di USIA 715, MUSIBAH ATAU BERKAH?

Warung menemukan buku yang menggambarkan fragmentasi sisi gelap Surabaya, Judul buku itu adalah: “ SBY Double Cover”--The series Sex in the City –Kehangatan Malam Metropolis
Warung ini tidak mungkin mengupas tuntas, karena ada dua ketakuatan, yakni:


  1. Ketakutan dicatat Tuhan karena memaparkan barang haram

  2. Ketakutan pada Menkoinfo, dianggap situs porno.

Kendati Surabaya juga dikenal kota yang sensasi dan aroma agamanya cukup kental dan terjaga, realitas yang menegasi juga sulit dihindari.
Situs-situs gelap merambah dari hulu hingga hilir. Barangkali juga warisan kolonial, menurut buku Soerabaia Tempo Doeloe. Buah karya Cak Dukut, 139 tahun yang lalu bisnis esek-esek telah tubuh subur, laris manis, kendati tanpa promosi. Tepatnya di wilayah Surabaya Utara, Bandaran. Lokaliosasi legendaries ini kemashurannya mungkin menyamai lokalisasi Dolly di zaman sekarang. Pada tahun 1864, kampun Bandaran amat tersohor. Tidak hanya dikenal warga kota ini saja, tapi juga warga kota lain, bahkan orang asing. Saat itu, di lokalisasi ini beroperasi 228 pelacur high class di bawah asuhan 18 GM [bukan General Manager, tapi GERMO]. Letak tepatnya Bandaran itu dipinggir pantai, dan berdekatan dengan Tajung Perak, mengingatkan kita pada parikan Suroboyo. “Tanjung Perak Kapale Kobong, Monggo Pinarak Kamare Kosong”—Tanjung Perak mas, kapalnya terbakar, silakan mampir mas kamarnya kosong.
Detail Buku:
JUDUL : SBY Double Cover
PENULIS : TIM JP-Press
PENERBIT : Jawa Pos Press. Graha Pena Building Floor 18. Jl A. Yani 88 Surabaya 60237. Telp. 031-8202051. E-mail: jawapos@yahoo.com
ISBN : 979-3487-02-X
CETAKAN I. Juli 2004
HALAMAN : xiv + 303
Surabaya memang punya banyak kantor PSK. Selain Dolly, Jarak, Kremil, Bangunsari, Moroseneng , juga ada Pangsut, Diponegoro, Embong Malang, Kedungdoro, Darmo Park, dan banyak lagi. Stasiun Wonokromo juga menjadi kawasan lampu merah yang marak setiap malam tiba.
SITUS GELAP ITU, MENURUT BUKU.



  • Di kawasan StasiunWonokromo itu sedikitnya ada 20 tenda yang berdiri di situ. Tak ada penerangan dalam tenda. Juga tak ada kasur atau tikar sekedarnya, Tarifnya murah meriah, Rp.20.000 termasuk ongkos sewa tenda. [barangkali saat ini naik, karena menyesuaikan harga BBM, barangkali juga tidak karena pelanggan dan penjualnya sama-sama dapat BLT]
  • Gang Dolly : Orang Surabaya mana tak kenal dengan lokalisasi Gang Dolly. Tapi, pasti tidak banyak yang tahu sejarah berdirinya. Juga asal-usul mengapa kawasan merah itu dinamai Gang Dolly. Nama Gang Dolly berasal dari nama perintisnya, seorang-orang mucikari asli Advonso Dolira Chavid, wanita blateran Belanda-Birma. Semula Dolira adalah pensiunan pelacur kelas kakap di tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an naik pangkat menjadi mucikari alias germo dengan saap khas Mami Dolly. Zaman keemasan tiba, maka sang Mami Doly membangun buat kawasan Putat Jaya ini menjadi semacam real estate-nya PSK. Dari hasil bisnis esek-esek ini pula, ibu satu anak hasil perkawinannya dengan seorang pelaut Cekoslowakia , memiliki banyak rumah di Surabaya dan Malang. Bangkrut tapi diharapkan, kenyataan juga menimpa sang Mami, sampai anakanya sendiri Eddy Yoseph, menggugat bagian harta hingga ke pengadilan. Sepanjang gang ini saat ini masih beroperasi sekitar 56 buah wisma.

  • Di kota ini juga ada kampong yang menyediakan rumah untuk tempat esek-esesk bagi priya hidung belang dan PSK. Yang menarik, rumah-ruma itu juga ditinggali keluarga baik-baik . Nama kampong itu adalah Sidokumpul. Tidak semua rumah tidak digunakan untuk pratik masiat. Hanya berlaku di wilayah RW VII. Yakni ada empat RT, masing-masing RT 1,2,3, dan 4. Ada sekitar 70 KK. Ada juga yang sengaja dikontrakkan untuk ditinggal para wanita PSK. Tarif sewa kamar short time yang ditetapkan warga di Sidokumpul itu bervariasi, Rata-rata berkisar Rp. 10 ribu hingga Rp. 20. ribu, komplit dengan penyakitnya sekali

[Wusana kata : Maaf kendati seru, warung menghentikan tulisan ini, anggap saja sedang ejakulasi dini. Itulah perwajahan kota, dimana saja yang memiliki sapaan sebagai metropolitan, sisi gelap tidak mudah dihambat. Warung hanya mengungkap ulang dari buku, ternyata perilaku menyimpang, gampang memberi inspirasi orang dalam menuang gagasan. Kita diingatkan, ketika itu lahir sebuah buku yang membahas khusus tentang Gang Dolly, buku itu bahkan best seller, pernah pula buku bertajuk “hitam-putih Dolly”, juga laris terbeli, termasuk buku yang sedang dicandra ini. Di pasaran buku ini mulai sulit dicari]

SURABAYA MENJUAL SITUS PUTIH, DIUSIA 715

Warung ini membedakan Kota Surabaya dalam “Hitam” dan “Putih”. Sebagai kawasan putih, bila kota ini dalam nafas hidupnya didominasi oleh dinamika masyarakat yang kental dengan nilai-nilai positif. Etika dikedepankan, moralitas diunggulkan dan spiritualitas ditetapkan sebagai penutan. Kawasan hitam, jika kota ditandai dengan kekumuhan dengan berbagai dimensinya, serta perilaku masyarakatnya yang asosial, dan perlaku negative cenderung menjadi panglima dinamika.
Sapaan sebagai metropolis, pasti dan pasti berada di wilayah abu-abu alias hitam dan putih.
Warung ini membahas Surabaya dari sisi putih, dan sisi gelapnya akan dibahas pada ruang yang berbeda.
Pada usianya yang ke 715 Surabaya ingin menjual situs-situs putih, dan telah diawali ketika tahun 2005 merintis pencitraan kota [city branding], dengan penuh potensi digerakkan. Benchmarking telah dilakukan, misalnya ketika melihat tagline atau slogan marketing dari manca Negara, misalnya, “Uniquely Singgapore”, “Malaysia Truly Asia”, dan “ tagline dengan tajuk “ Enjoy Jakarta” , tentunya Surabaya tergoda.
Kini kota ini ingin mewujudkan mimpi, dibimbing oleh naluri plus potensi diri, maka ditetapkanlah city branding itu, “Sparkling Surabaya”.
Buku berjudul “Pariwisata Dengan Huruf L’, membedah keinginan yang luar biasa itu. Buku ini dikreasi oleh Yusak Anshori dan Dewa Gde Satrya, kemudian Arif Afandy wakil walikota Surabaya yang juga wartawan senior Jawa Pos itu, memberikan kata pengantarnya.
Detil Buku :
JUDUL : Pariwisata Dengan Huruf L
PENULIS : Yusak Anshori dab Dewa Gde Satrya
PENERBIT : Bayu Media Publishing. Jl. Puncak Yamin 20 Malang Tlp: 0341-580638. E-mail : bayumedia@telkom.net
ISBN : 979-3695-95-1
CETAKAN : I, Januari 2008.
HALAMAN : xxii + 192 hlm. 18 x 23
Buku ini menawarkan Surabaya kepada siapa saja, city branding-nya telah menjadi acuan guna meneropong masa depannya. Sparkling Surabaya, dikalau dicarikan padananya identik dengan “Surabaya Kinclong” Namun untuk jangkaun yang luas padanan ini tidak menguntungkan, karenan hanya dikenal oleh masyarakat kawasan tertentu, utamnya yang berbahasa Jawa. Buku ini memberkan makna filosofis dari Sparkling Surabaya, beserta nilai ikutan yang mampu diacu sebagai pendukungnya.
Sparkling Surabaya dipertaruhkan sebagai ujung tombak yang dapat diandalkan untuk menginspirasi warga lainnya [internally inspiring], merubah pola sikapnya menuju tindakan yang konstruktif dan produktif.
Situs-situs yang akan dipasarkan, dibahas secara sekunesial, seperti pada bagian 2 buku ini, yakni menjadikan Surabaya sebagai etalase Pariwisata Jawa Timur, sebagai Indonesia mini , mempariwisatakan Surabaya, serta menghidupkan kembali Sejarah kota.
Kemudian pada bagian lain, diungkap beberapa jenis wisata yang memiliki daya pembeda dengan kota lain, misalnya :
  • Wisata Pecinan Surabaya, barang kali ingin mengkopi Cina Town Kuala Lumpur dan Singgapore
  • Wisata Pemakaman Di Surabaya,
  • Wisata Ziarah, Geraja Katholik
  • Makanan Khas Surabaya
  • Wisata belanja, dan secara rutin diadakan Surabaya Big Sale
Dalam mendukung gagasan menuju kota yang kinclong, beberapa program juga diungkap antara lain


  • Revitalisasi Jembatan Petekan dan Rekonsiliasi dengan Eks penjajah
  • Membangun Wi-fi Zone, Smart City
  • Kalimas, sebagai “Zhung Jiangnya” Surabaya .
[Wusana kata: Tentunya yang tampak ini adalah sisi terang, atau situs putih, namun kita juga ingat sisi gelapnya, seperti dolly, aroma gelap yang melegenda Surabaya . Sparkling diharapkan pilihan tetap memperhatikan, mengeliminasi, mengisolasi atau sekedar mereduksi]

Thursday, May 29, 2008

PERAN PAK POLISI DI KOTA “BONEK” YANG BERUSIA 715 TAHUN.

Kota Bondo Nekat [Modal Nekad], yang sedang Ulang Tahun 715, ternyata mengundang hadirnya aparat keamaanan yang wibawa. Karena Bonek sering di candra negatif. Harus diakui saat ini citra negatif negatif itu merambah di mana-mana, sebuah citra negatif yang terbangun ketika sepak bola menjadi bagian hidup kota. Reputasi kota sangat ditentukan oleh kesebelasan bolanya. Ternyata membawa dampak sosial, yang dapat mengudang hadirnya marabahaya. Kini stigma itu melekat pada siapa saja, ketika meneropong Kota Buaya ini, selalu dikonotasikan dengan Bonek. Penelitian independen pernah dilakukan, banyak orang yang takut ketika harus transit di kota ini. Mungkin gambaran yang menyeramkan, karena drama sepak bola selalu berakhir dengan kerusuhan. Realitas inilah selanjutnya ditangkap sebagai masalah keamanan.
Warung menemukan buku yang terkait dengan persoalan keamanan kota Surabaya. Buku ini cukup beralasan hadir, karena pencitraan kota selalu diukur dari keamanan [security] dan kesejahteraan [prosperity].
Ternyata cukup mengejutkan, ada seorang-orang Polisi yang menuliskan pengalamannya, ketika membangun kota ini, melalui ranah pengabdiannya. Dia adalah, Kombespol Drs. Anang Iskandar, SH.MH, sang editor buku.
Dalam tugas menciptakan rasa aman sembari menjaga dinamika, digambarkan sebagai sesuatu yang tidak gampang. Namun pengabdiannya sebagai Polisilah, yang menggerakkan kesigapannya dengan mengambil posisi dan desisi, bukan hanya partisipasi, tetapi panggilan hati
Decak kagum meluncur dari mulut Dahlan Iskan, sang Presdir Jawa Pos Group atas buku yang dikreasi polisi ..
” Jarang bahkan langka seorang polisi menulis apalagi tentang tugas kesehariannya. Buku ini tidak saja berisi informasi, tetapi sekaligus sebagai referensi bagi siapa saja yang menggeluti tugas kepolisisan serta siapa saja yang tertarik tentang pelayanan kemasyarakatan”
Detil Buku:
JUDUL : Menjaga Surabaya Aman dan Kinclong
EDITOR : Anang Iskandar
PENERBIT: JP. BOOKS Jl. Karah Agung 45 Surabaya Telp: 031-8289999
CETAKAN II :Medio Pebruari 2007
ISBN : 978-979-3487-71-7
HALAMAN : v+ 213
[Kendati buku ini aroma bahasannya terkait erat dengan masalah keamanan, ternyata citarasa manajemen menjadi bagian yang tidak terlepasan. Piranti manajemen difunsikan ketika Polisi ingin membangun proefesionalitasnya. Buku ini menggabarkan bagaimana jajaran Powiltabes melakukan Human Capital Investment. Dalam membangun SDM, terdapat jurus-jurus yang digunakan sebagai pirantinya. Jurus itu antara lain:


  • Jurus Pertama mendinamisasi organisasi, dengan mempertimbangkan adanya kelemahan penempatan personil dalam struktur, status dan peran. Diantaranya penanaman pemahaman tentang Ceteris Varibus dalam hal pelaksanaan kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua pihak yang berada dalam struktur organisasi
  • Jurus Kedua membangun Team Building, melalui penanaman semangat kerja ala Orkrestra. Dalam Orkestra, ditemukan adanya keharmonisan peran
  • Jurus Ketiga memacu bawahan agar merubah kultur reaktif menjadi proaktif
  • Jurus Keempat Menjadikan jumat malam sebagai malam ”rapotan” dan pemberian feedback atas kinerja seminggu untuk perbaikan ke depan
  • Jurus Kelima menyelenggarakan moment untuk mencari jati diri dikemas dalam bentuk kegiatan Outwardbond
  • Jurus Keenam, ketauladanan, kesederhanaan yang tersamar dalam berbagai penampilan, kumpul bersama, tidak mengharapkan diprlakukan istimewa.
  • Jurus Ketujuh, kebijaksanaan terhadap kesejahtreraan material/finasial dalam menyikapi kondisi keterbatasan....Tanpa harus kongsi dengan pengusaha ”abu-abu”, apalagi untuk tetap mempertahankan budaya lama Upetiisme sangat pantang dan diharamkan.[Hlm 57-59]

METAPORA SEPAK BOLA UNTUK KEPENTINGAN MEKANISME KERJA
Sungguh luar biasa tulisan bapak polisi ini, barangkali diilhami oleh seringnya tugas pengaman sepakbola, sehingga startegi permainan sepak bola dapat diacu sebagai mekanisme kerja.
Buku ini memperlihatkan TUPOKSI, diibaratkan sepak bola, misalnya:

  • POLSEK sebagai gelandang Tengah, POLSEK memerankan sebagai ujung tombak operasional
  • POLRES sebagai penyerang, ketika memerankan penyerang POLRES dituntut mengantisipasi kejahatan yang muncul dengan mereaksinya secara cepat dan tepat
  • POLWILTABES sebagai Libero, berfungsi sebagai pemberi semangat terhadap personil yang berada di bawahnya dalam melaksanakan kegiatan kepolisian.[Hlm64-67]

JURUS CANTIK NAN MANARIK
Masih banyak jurus yang dikoleksi pak polisi di kota bonek ini, sebagai upaya perwujudan citra diri ke puncak profersionalisasi, adapun jurus-jurus itu adalah:

  • Jurus 300, adalah jurus yang menstimuli masyarakat, jika memberikan informasi berkaitan dengan perilaku pak polisi yang nakal, diberi imbalan Rp. 300.000. Jurus ini sangat ampuh menjaga profesi polisi sebagai profesi mulia [nobile officum]
  • Jurus Unstructure learnin, adalah proses pembelajaran anggota yang tidak terjadwal, membahas masalah yang timbul pada hari itu baik mengenai indentifikasi masalah maupun problem solvingnya.

[masih banyak jurus lain yang memikat, tapi warung tidak dapat memuat semuanya, takut kuwalat]

POLISI SEJATI MENURUT BUKU INI
Buku ini memaparkan bahwa polisi itu harus rendah hati. Polisi yang rendah hati itu, polisi yang tidak sombong dan tidak bersikap adigang-adigung-adiguna, mau menghormati setiap orang tanpa memandang latar beklakangnya, sugih, mlarat, pinter, bodoh, suku, ras, agama maupun kepentinganyan. Polisi yang rendah hati juga polisi yang arif bijaksana, berakal budi sehat, berpikiran jernih, tahu yang benar dan yang salah.

[Wusana kata, itulah polisi kita, mudah-mudahan apa saja yang ada dibuku, sama dengan apa yang ada dilapangan. Kalau ada penyimpangan, haruslah penyimpangan yang positif (Positive deviance), sehinga "TATA TENTREM KERTA RAHARJA" terwujud dengan sempurna]

KAPAN PAK POLISI LAINNYA MENULIS???

ULANG TAHUN 715 SURABAYA, DENGAN ICON KOTA :”KEMALAN BADOKAN"

Mungkin diberi icon sebagai kota ”kemalan badokan” [gemar makan] cukup beralasan, indikasinya adalah jumlah restourant, depot, food court, sampai warung, sulit di hitung. Pejabat pemerintah kota pernah berucap, bahwa tambang emas kota ini adalah Hotel dan Restourant, hal ini ditengarai penyonkong PAD –Pendapatan Asli Daerah terbesar berasal dari sektor ini.
Makanan apa saja hadir di kota ini, mulai yang pedas hingga yang panas, tersedia tuntas. Mulai dari yang haram hingga yang halal, disajikan dengan handal. Dari aneh hingga yang ”nyeleneh” , harga remeh, dan mahal, pasti terjual.
Apa yang ada di Nusantara maupun Manca Negara, ada di kota ini.
Orang Batak, Menado, atau orang Toraja, pasti bisa makan nikmat di kota ini, karena makanan berbahan baku “kambing-kota” alias " guk-guk" alias anjing, tersedia, hampir di sudut kota. Menurut beberapa kawan yang gemar makanan khas ini, sekitar 17 titik yang menjualnya.
Bagaimana untuk makanan khas padang pasir? Ternyata warga Surabaya keturunan Arab, bisa juga bersantap, karena banyak pula makanan Timur tengah tersedia, utamanya di wilayah Surabaya Utara, tempat komunitas warga keturunan Arab berada. Roti Mariam, Gulai Kacang Hijau, Kambing Oven, hingga Nasi Kabuli ada di kota ini.
Bagaimana untuk orang Bali, tak perlu ragu, Ayam Bututu juga siap menunggu.
Plesetan juga bagian hidup dalam dialog orang Surabaya, oleh karenanya orangpun tidak terkejut bila mendengar di kota ini, terdapat makanan dengan nama ”rawon-setan”. Nama itu membawa keberuntungan. Diseputaran kampus Unesa Ketintang Surabaya, juga dijumpai minuman yang digemari kaum laki-laki, minuman itu berupa susu telor madu, agar keren, nama minimun itu dibuat mirip merk mobil yang terkenal tahun delapan puluhan. ”HIJET SUPER”, usut punya usut ternyata kepanjangan dari, Higiene Jahe Telor Susu Perah.
.......Kemudian mengapa warung ini menjuluki surabaya sebagai kota dengan Icon ”Kemalan Badokkan”, karena warung menemukan terbitan yang khusus membaha situs-situs makanan. Buku itu berjudul ”Waroeng Cangkrukan Suroboyo, yang menyajikan sekitar 150 tempat makan pilihan di Kota Surabaya dan sekitarnya.
Detail buku:
JUDUL : Waroeng Cangkrukan Suroboyo
PENULIS: Prasto Wardoyo, Roesdiono, Siswano
PENERBIT : Tiara Aksara. Jl. Trenggilis Tengah I blok K. No. 26 Surabaya Telp. 031-8418827. E-mail: tiara_aksa@yahoo.co.id
CETAKAN : I Mei 2008
ISBN : 978-979-012-073-0
HALAMAN :viii+92 hlm, 23 Cm.

Tuesday, May 27, 2008

OBAMA KANDIDAT PRESIDEN AS DIBUNUH ?, JANGAN BUNUH OBAMA,


Majunya Obama sebagai kandidat Presiden Amerika Serikat, bukan hanya kebutulan, tetapi karena proses penghayatan rakyat Amerika itu sendiri. Direncanakan atau tidak, bukanlah masalah, tetapi kenyataan membuka mata orang, bahwa sudah lama rakyat Amerika mengelu-elukan Presiden berkulit hitam. Indikatornya adalah beberapa film yang diproduk oleh negeri Paman Sam ini, acapkali memerankan Presiden Amerika dari aktor yang berkulit hitam. Apakah sebuah desain, agar kelak Presiden berasal dari warganya yang berkulit hitam?, ataukah sekedar menyenangkan warga kulit ?, atau yang lain. Kenyataan Obama mampu menggilas “super girl” mantan Ibu Negara Amerika, dalam mereguk jumlah delegasi, untuk menapak suksesi.
Produk film yang menggambarkan tentang Presiden berkulit hitam itu, tidak hanya sekali, diproduksi, namun lebih tepat dikatakan puluhan jumlahnya. Mulai yang menggambarkan drama rumah tangga, hingga kebijakan stretegis Negara.
FILM : SERING KULIT HITAM BERPERAN SEBAGAI PRESIDEN AMERIKA SERIKAT
Pada tahun 1997, sebuah film dengan judul The Fitth Element, yang menceriterakan senjata kosmik, Tommy Lister actor kulit hitam berperan sebagai Presiden Linberg.
Pada tahun 1998, film Deep Impact mengambarkan ancaman komet terhadap bumi, actor Morgan Freeeman berperan sebagai Presiden Tom Beck.
Pada tahun 2003, film dengan tajuk “Haed of State”, mengkisahkan tentang liku-liku pemilihan presiden Amerika, Chris Rock actor si kulit hitam memerankan Presiden Mays Gilliam.
Masih banyak lagi peran lain, yang menggunakan actor kulit hitam, bahkan secara ekstrem pernah dalam film komedi Morgan Freeman memerankan sebagai Tuhan. Maklum saja, Amerika adalah Negara liberal.
Warung ikut terusik ketika”Mama Lourennya” Dunia ber-“nujum”, jika Obama sampai menjadi Presiden Kelak tidak akan lama, karena banyak orang yang menghentikan jabatan itu dengan membunuhnya. Si-ahli nujum itu adalah Dorris Leassing, Nobelis Sastra 2007. The Swedish Academy, yang menganugerahi hadiah Nobel, pernah memuji :kekuatan visi dan skeptisme” Lessing. Ahli nujum ini seorang-orang yang dilahirkan dari Persia dan tumbuh di Negara yang sekarang disebut Zimbabwe. Pernyataan yang keluar dari mulut sang ahli menujum itu sempat membuat geger, dan bunyi pernyataan itu adalah:”Obama tak akan bertahan lama sebagai lelaki kulit hitam di posisi presiden. Mereka akan membunuhnya”.
Pernyataan Lessing, membuat warung untuk mengkais-kais buku, yang trekait dengan pembunuhan Obama. Ternyata dengan cerdiknya penerbit Mizan melalui tangan cerdas Hermawan Aksan merespon itu.
Detail Buku:
JUDUL: Jangan bunuh OBAMA!
PENULIS : Hermawan Aksan
PENERBIT : PT Mizan Pustaka. Jln. Cinambo. No. 135 [Cisaranten Wetan]. Ujungberung, Bandung 40294. Telp [022] 7834310. E-mail: kronik@mizan.com
Web: http://www.mizan.com/
ISBN : 978-979-433-510-9
CETAKAN :I, April 2008
HALAMAN : 238.
Buku ini seakan menjawab hipotesis Dorris Lessing, jika Obama menempati kedudukan sebagai presiden Amerika, tidak akan lama, alias mati terbunuh. Sebenarnya kekhawatiran itu telah lama muncul, buku ini memberikan contoh, banyaknya Presiden yang mati akibat pembunuhan.
Ketika Barack Obama muncul sebagai kandidat, dianggap sebagai seorang-orang yang sangat berani, demikian tulis seorang pengamat politik, Phillip Adams. Dalam artikel Adams yang dipublikasikan oleh The Australian, 8 Januri 2008. Kemenangan Obama dalam kaukus Partai Demokrat di Iowa, 3 Januari 2008, kata Adams, telah menempatkan Obama sebagai sasaran moncong senjata kaum rasis yang tak akan menerima Presiden berkulit hitam.
PRESIDEN AMERIKA LANGGANAN DITEMBAK:
Dalam sejarah Amerika Serikat, empat preside yang sedang menjabat tumbang oleh peluru; Abraham Lincoln, James Garfield, William McKinley, dan Jhon F. Kennedy.

  • Abraham Lincoln [12 Februari 1809 – 15 April 1865] adalah presiden ke-16 Amerika Serikat , menjabat sejak 4 Maret 1861 sampai di bunuh. Gara-gara pidatonya pada 11 April, ketika ia mendukung pemberian suara bagi orang kulit hitam. Seorang-orang bernama Booth melepaskan tembakan pistol Henry Deringer caliber 0,44 ke kepala Lincoln. Penembak itu akhirnya mati tertusuk pisau Mayor Henry Rathbone. Sebelum menghembuskan nafas akhir, sang penembak mengatakan “Sic simper Tyrannis” [Latin: “Demikianlah selalau para tiran”]. Pembunuhan ini merupakan pembunuhan pertama terhadap presiden AS dalam sejarah membuatnya menjadi martit bagi cita-cita persatuan nasional.
  • JAMES ABRAHAM GARFIELD [19 November 1831 – 19 September 1881] adalah presiden ke-20 Amerika Serikat. Grafield merupakan presiden kedua AS yang terbunuh. Masa jabatannya merupakan yang tersingkat kedua, setelah William Henry Harrison. Dia menjadi presiden kurang dari empat bulan sampai ditembak pada 2 Juli 19881. Penembaknya adalah Charles J. Guiteau, yang kecewa karena gagal mempertahankan jabatan federalnya. Guiteau sendiri dinyatakan bersalah, kemudian dihukum gantung pada 30 Juni 1882 di Washington
  • William McKinley, JR [29 Januari 1843-14 September 1901] adalah presiden ke 25 Amerika Serikat. Dia bibunuh Leon Czogosz, seorang-orang penganut anarkhisme, yang memandang bahwa masyarakat bisa dan harus dikelola tanpa sebuah Negara yang koersif. Czolgosz dinyatakan bersalah dan dieksekusi di kursi listrik di penjara Auburn pada Oktober 1901
  • John Fitzgerald Kennedy [29 Mei 1917-22 November 1963], sering disebut Jhon F. Kennedy, Kennedy, Jhon Kennedy, Jack Kennedy, atau JFK adalah presiden ke – 5 Amerika Serikat. Merupakan presiden termuda setelah Theodore Roosevelt, tewas oleh terjangan peluru saat melakukan kunjungan ke Dallas [exas] pada 22 November 1963. Kurang lebih satu jam setelah pembunuhan, Lee Harvey Oswald ditangkap. Kemudian dituntut atas pembunuhan JFK sesuai dengan investigasi polisi. Dua hari kemudian, saat Oswald masih dalam tahanan, dia tewas di bunuh oleh Jack Ruby.

KENDATI AMERIKAN SERAKAT NEGARA CERDAS, RASISME MASIH HIDUP BEBAS, DAN BISA MELUAS.
Buku ini menjelaskan tentang terminology rasisme. Rasisme adalah suatu system kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menetukan pencapaian budaya atau individu-bahwa ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya.
Beberapa penulis menngunakan istilah rasialisme untuk merujuk pada preferensi terhadap kelompok etnis tertentu sendiri [etnocentrisme], ketakutan terhadap orang asing [xenophobia] penolakan hubungan antarras [miscegenation], dan generalisasi terhadap suatu kelompok orang tertentu [stereotip].
Di Amerika isme ini, kalau pun tidak boleh dikatakan tumbuh subur, isme ini dibaratakan tidur, pada saat yang tepat akan bangun dari dengkurnya. Karena itu , kecemasan akan adanya ancaman terhadap m jiwa Barack Obama sangat mendasar.Kita diingatkan atas perisitiwa terbunuhnya maestro kulit hitam di negeri Paman Sam ini.


  • Pendeta Martin Luther King, Jr. Ph.D [15 Januari 1929- 4 April 1968]. Adalah penerima Nobel, Pendeta Babtis, dan aktivis HAM warga Afrika-Amerika. King berjuang melawan diskriminasi rasial. Dalam seluaruh aksinya dia mengikuti prinsip-prinsip Mahatma Gandhi untuk menghindari kekerasan. Pada pulu 06.01 sore, 4 April 1968, King sedang berdiri di balkon lantai 2 Motel Larraine di ditembak James Earl Ray. Peluru masuk melalui pipi kanannya, menembus rahang, sebelum bersarang di pundaknya. King dinyatakan meninggal di St.Joseph’s Hospital pada pukul 07.05. Guncangan dari kematiannya menyebabkan banyak kerusuhan dan bentrokkan di berbagai kota seluruh Amerika Serikat. Satu setengah decade setelah pembunuhan terhadapnya pada 1968, Amerika Serikat menetapkan sebuah hari libur untuk memperingatinya, Hari Martin Luther King.
  • Malcolm X [19 Mei 1925-21 Februari 1965] adalah tokoh Muslim dari kaum Afrika Amerika yang ketokohannya dapat disandingkan dengan Dr. Martin Luther King yang berjuang menghapus segala macam diskrimanasi, lebih-lebih yang menimpa kaum Afrika – Amerika, yang sering dikonotasikan dengan kaum negro yang terdiskriminasikan. Pada 21 Februari 1965, pada saat akan memberikan cermah di sebuah hotel di New York, Macolm X tewas di ujung peluru tiga orang Afrika-Amerika yang ironisnya dia perjuangkan nilai-nilai dan hak-haknya serta tidak ada yang tahu siapa dan apa dibalik kematiannya.

Kekhawatiran ini juga pernah menimpa Colin Powell, merupakan seorang-orang Afrika–Amerika yang berpangkat tertinggi dalam sejarah Amerika Serikat. Disebut-sebut sebagai sasaran ketiga setelah Malcolm dan Martin Luther King. Isteri Powell, Alma Vivian Johnson, mengaku takut terhadap keselamatan sang suami. Dia dikabarkan menerima banyak surat dan telepon berisi kebencian saat Powell memikirkan tawaran untuk mencalonkan Presiden.
ANCAMAN PADA OBAMA.
Sebelum Doris Lessing dan Bernard Hopkins mengungkapkan kekhawatiran mereka, ancaman pembunuhan terhadap Barack Obama sudah diungkapkan secara ekplisit. Dalam sebuah videoklip yang direkam dari konsernya di Anaheim, California, 21 Agustus 2007, pemusik Ted Nugent mengacungkan sepasang senapan mesin sungguhan,AR-15, seraya berteriak menceritakan pertemuannya dengan Obama di Chicago. “Obama, he’s a piece of shit. Waktu di Chicago, aku bilang padanya akan membenamkan senapan mesinku!” Penonton menyambutnya dengan teriakan. Lalu , dia juga bercerita tentang pertemuannya dengan Hillary Clinton di New York. “Disana, aku berkata, “Hillary, you might want to ride one of these into the sunset, you worthless bitch!’
APA KATA HOPKINS?
Bernard Hopkins, mantan juara dunia tinju kelas berat, mengatakan “ Jika dia [Obama] menang dalam nominasi partai, mereka tak akan membiarkannya menjadi Presiden.
… Tapi jika dia menjadi presiden, hidupnya tak akan bertahan lama, mungkin kurang dari sebulan atau dua bulan. Hidupnya dalam bahaya. Orang boleh bilang ini waktunya untuk perubahan, tapi jika sungguh terjadi, saya pikir Amerika belum siap”
[Wusana kata: Amerikan Serikat sebagai Negara dengan citarasa demokrasi” yang kental, sedang diuji. Karena “gembor-gembornya” selama ini, bahwa demokrasi selalu dibangun dari ; transparansi, hak asasi, dan kesamaan. Jika Amerika jauh dari pikiran ini, sudah dapat dipastikan, realitas empiric akan menggilasnya. Ingat suatu bentuk term yang sangat popular di negeri Paman Sam ini, yakni WASP. Sebuah kriterium yang tidak resmi, namun sangat mempengaruhi. WASP adalah, White-Anglo Saxon dan Protestant. Ini terbukti Presiden Amerika selama ini yang bukan berasal dari Kriten Protestant, hanya seorang, yakni Kennedy. Dalam menjatuhkan citra Obama, pesaingnya acapkali memberikan pencitraan negative, utamanya sensitivitas Amerika, seperti: Obama adalah seorang muslim; Obama pernah hidup lama di Jakarta Indonesia, Obama pernah photo berkostum muslim, Obama mengkrtik invasi ke Iran adalah sebuah aktivitas dungu, dan Obama merupakan anak tiri orang Indonesia, yang mantan militer. Dll.
Warung tidak memiliki kepentingan, tapi warung hanya mengupas buku. Buku buku yang di kupas tentunya adalah buku yang memiliki kesamaan sensasi ]
Catatan: Warung mengkalaim, memiliki koleksi lengkap buku-buku tentang Obama, dan sebagaian telah di posting di warung ini. Tepatnya pada 19 Pebruari 2008]

MENTERI YANG SANGGUP MENURUNKAN HARGA ??


[Pengalaman Hadey Hasibuan SH, sebagai Calon Menteri Penurunan Harga.]
Hari ini demo berlangsung di mana-mana, dari sudut kota kecil hingga Ibu kota marak dilakukan. Mulai dari kampus-kampus, hingga masyarakat luas ikut dalam arus. Nafas demo bergerak pada pusaran, bagaimana mencegah lonjakkan harga bahan bakar. Demo mentarget harapan agar bahan bakar tidak naik, alasannya jika harga bahan bakar naik akan memicu keinakan-kenaikan lainnya. Demo yang semarak, ternyata membawa akibat bermacam-macam. Mulai dari kemacetan jalan, dan kadang-kadang juga memunculkan peristiwa sampingan, seperti penyerangan kampus Universitas Nasional. Koran lokal hingga Koran level Nasional yang terkenal langsung memanfaatkan peritiwa itu sebagai bahan baku pemberitaan. Bahkah tidak kalah seru ketika demo itu marak, orang yang terhormat di negeri, mengatakan, “siapa yang demo tentang harga BBM sama dengan membela orang kaya”.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada masa “TRITURA”, mahasiswa membuat pusaran yang hebat dengan melakukan aksinya yang mendapat dukungan masyarakat. Apel massa dilakukan, saat itu tiada seorangpun yeng mengira dan menyadari kenyaaan sejarah, bahwa hari itu merupakan hari kebangkitan perjuangan mahasiswa dan momentum sejarah dalam menyosong suatu kehidupan baru , titik awalnya Orde Baru. Dalam apel itu bergema Tri Tunutan Rakyat yang tertuang dalam kalimat sederhana tapi memilki makna hakikat yang dalam sekali artinya, yakni:


  1. Bubarkan PKI

  2. Rombak Kabinet Dwikora

  3. Turunkan Harga.
BUNGKARNO PERNAH MURKA PADA DEMONSTRAN :
Tuntutan yang penuh kegairahan itu mencapai puncaknya ketika digelar di Istana Bogor sambil menghadiri Sidang Kabinet Dwikora pada tanggal 15 Januari 1966.
Bungkarno dalam pidato di depan siding cabinet Dwikora menjawab langsung akan tuntutan generasi muda, khususnya tuntutan ketiga-----TURUNKAN HARGA.
“ Siapa yang sanggup menurukan harga yang dihebojkan kini, ia akan segera diangkat menteri. Tapi, jikalau keadaan itu bertambah buruk, ia akan saya tembak mati. Tidak peduli, apakah ia Angkatan Bersenjata, Organisasi Politik, Organisasi Massa, kalangan amahasiswa atau wartawan, Kalau ia sanggup menurtunkan harga dalam 3 bulan, ia akan saya lantik sebagai menteri.
“Jika dalam tempo 3 bulan mulai sekarang yakni tanggal 15 April 1966, keadaan ekonomi bertambah buruk, ia akan saya suruh tembak mati. Apabila keadaan itu tetap saja yang kita hadapi kini, ia akan saya masukkan ke dalam penjara 10 tahun”
Lalu Bungkarno berseru, “ ayo, bangsa Indonesia, siapa sanggup menurunkan harga-harga itu dalam jangka waktu 3 bulan ia akan saya lantik sebagai menteri. Ini tantanganku !.
Sejak Bungkarno mencanangkan tantangannya, maka situasi makin tidak menentu, tekanan luar biasa kepada gerakan mahasiswa. Larangan melakukan demonstrasi, larangan berkumpul lebih 5 orang, etror mental berupa isyu-isyu yanmg mengerikan hingga tokoh tokoh mahasiswa tidak berani di rumahnya.
MUNCUL SEORANG POKROL PEMBERANI.
Pada situasi yang mencerkam itu, tiba-tiba muncul orang yang bernama Hadely Hasibuan SH, seorang pengacara dan direktur majalah hiburan Varia, menyahut tantangan Bungkarno. Ia bersedia mencalonkan menteri penurunan harga.
Sikap dan kebraniannya itu seakan memberi injeksi perjuanagan generasi muda kala itu.
Hadely Hasibuan dielu-elukan mahasiswa, bahkan sebuah nyanyian diciptakan mahasiswa Bandung unytuk sang calon meteri.


Dalam berita Yudha tersebut kisah
Hasibuan namanya menghadap raja,
Tiga bulan lamanya tuirunkan harga,
Jika tidak berhasil penggal kepala,
Hasibuan----sh, Hasibuan---sh.
Warung memiliki dukumen kisah nyata ini, dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh Yayasan Pratama Sari, Kartini Group.
Detail Buku:
JUDUL : Pengalamanku Sebagai Calon Menteri Penurunan Harga
PENULIS: Hadely Hasibuan, SH
PENERBIT : Kartini Group, Jl. Garuda 82 P, Jakarta 10620CETAKAN : Pertama 1985

BOEDI OETOMO BUKAN ORGANISASI PERTAMA DI HINDIA BELANDA !

Bangkit Indonesia: Soetomo itu “Oprichter” [Pendiri]

Sudah seratus tahun usia berdirinya Boedi Oetomo, namun soal siapa yang mendirikan, sering kali menghadirkan berbagai tafsir. Seorang-orang bernama Drs. Susanto Tirtoprodjo SH, berupaya menjernihkan. Menurut buku Sejarah Pegerakan Nasional Indonesia, buah pikirnya dinyatakan bahwa pendiri Perkumpulan Boedi Oetomo itu adalah Dr. Soetomo. Kemudian dikatakan bahwa Dr. Wahidin Soedirihoesodo adalah pendorong untuk berdirinya Boedi Oetomo, tetapi bukan pendiri. Dalam bahasa Belandanya “ de stootgever”, tetapi bukan “ Oprichter’
Opricternya adalah Dr. Soetomo yang kali itu adalah pelajar pada sekolah Dokter di Jakarta, yang dinamakan Stovia. Pada awalnya yang tercantum sebagai tujuan Boedi Oetomo itu disebut “ de harmonische ontwikkeling van land en volk van Java en Madura”. Mengapa demikian, karena pada waktu itu idee Indonesia, due persatuan Indonesia itu belum ada di dalam kalangan bangsa Indonesia. Kemudian usaha-usaha yang dilakukan oleh perkumpulan itu adalah:
Memajukan pengajaran sesuai dengan apa yang dicitakan oleh Dr.Wahidin Soedirohoesodo. Sebagai usaha pertama yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan kemajuan bangsa itu, yakni
  1. Pengajaran;
  2. Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan,
  3. Memajukan teknik dan industri
  4. Menghidupkan kembali kebudayaan.
Warung ikut serta memeriahkan peringatan seratus tahun dengan menghadir sajian istimewa, yakni membahas buku yang lahir tahun 1938 diterbitkan oleh penerbit Panyebar Semangat Surabaya. Judul buku ”Swargi Dr Sutomo” edisi bahasa Jawa. Dan Buku yang terbit tahun 2008, terpaut 70 tahun dari buku pertama. Judul buku itu adalah Boedi Oetomo, Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa buah karya Gamal Komandoko, yang diterbitkan oleh Media Pressindo Yogyakarta.
Detail Buku:
JUDUL : Swargi Dokter R. Sutomo [Wacan Rakyat Riwayat Para Pinunjul]
PENULIS :Imam Supardi
CETAKAN : cap-capan I Juli 1938
PENERBIT : Penyebar Semangat Surabaya. Jl. Bubutan 87 Atas Surabaya
HALAMAN :29 Halaman

Buku ini kendati telah berumur 70 tahun namun masih dalam keadaan sehat walfiat, barang kali karena pemilik pertamanya sangat hebat dalam dunia perawatan buku.Mungkin juga karena ketulusannya kepada perjuangan Dr. Sutomo sehingga buku ini masih terawatt rapi. Mungkin juga jarang dibaca. Buku ini ditemukan di komunitas buku lawas jalan Sriwijaya Malang, tepatnya depan Stasion kota Baru. Buku yang ditulis dengan bahasa Jawa ini berkisah tentang riwayat hidup pendiri perkumpulan Boedi Oetomo.
Dalam kata pengatarnya dikabarkan, ketika Dr. Sutomo mangkat, seluruh bangsa di tanah Nusantara ini ikut berduka. Hampir setiap pembicaraan di mana-mana, temanya selalu terkait dengan perjuangan sang maestro ini.
Rasa bela sungkawa juga disampaikan beberap oraganisasi bahkan perkumpulan Perpindom di Cairo Mesir menyiarkan warta duka ini. Dan di kota ini pula tepat tanggal 23 Juni 1938 mengadakan pengajian Al Quran sebagai wujud dari duka dan memohonkan ampunan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Surat kabar yang terbit di wilayah Cairo, antara lain “Al Ahram:, “Al Balagh”., “ La Bourse Egyptienne”, dan Egyptian Mail”, mewartakan duka dalam ini.
Di Ceylon: Dr. Drahaman mengumpulkan para kerabat, juga orang-orang Srilangka keturunan Indonesia diajak serta untuk mendoakan mendiang pendiri perkumpulan yang bercita-cita berdirinya Negara di Tanah Nusantara.
Di Malaysia : Dr. TSM, Semahin juga ikut belasungkawa sedalam-dalamnnya. Pada saat itu pula memberikan candra kepada mediang Dr. Sutomo
Di Jepang : Perkumpulan orang-orang Indonesia “Serikat Indonesia” menyebarkan berita sedih ini. Selanjutnya di kota Tokyo, saudara-saudara yang beragama Islam mengadakan sholat gaib di Masjid Yoyogi.
Di Mekah : Perkumpulan “ Anninda Ul Islamy, menyatakan sangat berduka, dan sangat prihatin. Di Negeri Belanda : Rukun Pelajar Indonesia mengeluarkan pernyataan bela sungkawa serta memperingati riwayat daya juang Dr Sutomo. Bahkan surat kabar “ Stemmen uit Indonesia” juga memuat perjalanan perjuangan pendiri Boedi Oetomo ini.
Detail buku:
JUDUL : Boedi Oetomo Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa
PENULIS : Gamal Komandoko
PENERBIT :Med Press. Jl. Irian Jaya D-24. Perum Nogatirto Elok II Yogyakarta 55292 Telp [2274] 7103084
ISBN : 979-788-015-X
CETAKAN I. 2008
HALAMAN 140. 14,5 Cm


Bab awal buku ini menggambarkan sebuah peristiwa yang mengemparkan. Yakni peristiwa yang memiliki daya kejut luar biasa. Peristiwa itu membuat suka cita kepada seorang-orang bernama Mr. Conrad Theodore van Deventer. Ia tersentak, serasa tak mempercayainya hingga menyebutkan peristiwa itu sebagai sebuah keajaiban [wonder]. Ia sangat gembira, “puteri jelita” yang selama itu dinilainya terlelap dalam tidurnya telah mengeliat bangkit. “Het wonder is geschied, insulide, de schooner slaapeter, is ontwaakt” [Suatu keajaiban telah terjadi, Insulinde, putri jelita yang tidur itu ]
……Siapakah yang dimaksud putri jelita itu, adalah sembilan anak-anak muda siswa STOVIA yang penuh semangat dan bersepakat bulat untuk merapatkan barisan dalam sebuah organisasi. Merela adalah Soetomo, Soelaeman, Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M.Soewarno, Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembreg.
SOSOK MR. CONRAD THEODORE VAN DEVENTER
Adalah seorang-orang yang dilahirkan pada tanggal 29 September 1857 di Dordrecht, Belanda. Stelah mendapatkan gelar MA dari Universitas Leiden, ia bersama isterinya bertolak menuju Hindia Belanda. Mula-mula ia bekerja sebagai pegawai pengadilan di Ambon, Dilli, Kupang, dan Semarang. Ia menjadi tertarik dengan kondisi kehidupan penduduk pribumi dan menyatakan keprihatinan kemanusiaannya melihat keadaan menyedihkan pribumi Jawa itu.
Ia kembali ke Negeri Belanda pada tahun 1897 dan banyak menulis di mana mana, banyak karangannya di muat dalam harian berskala De Gids. Salah satu tulisan Vam Deventer adalah “Een Eereschuld [Utang Budi] yang menimbulkan kegemparan di kalangan orang Belanda. Van Deventer meningal pada tanggal 26 September 1915.
BUKAN ORGANISASI PERTAMA HINDIA BELANDA
Betapun mencengangkan dan mengkagetkan ketika Boedi Oetomo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908, Sesungguhnya Boedi Oetomo bukan organisasi pertama di Hindia Belanda, meski Boedi Oetomo disebutkan organisasi modern Indonesia pertama yang dibentuk menurut cara barat. Beberapa organisasi telah lebih dahulu menggema dibandingkan Boedi Oetomo meski gaungnya tidak terlalu menggema dibandingkan organisasi yang didirikan dan kawan-kawan STOVIA-nya tersebut.
Jasrat pada kalangan elite pribumi untuk memperjuangkan kepentingan mereka sendiri sesungguhnya telah tumbuh sebelum kelahiran Boedi Oetomo. Kenyataan itu dapat dilihat pada dua majalah yang terbit ketika itu, “Retnodoemilah” dan “pewarta Prijaji yang sebagian besar isi artikelnya membicarakan masalah kondisi Jawa yang kian memburuk dengan perhatian jhusus pada kalangan priyayi.
Organisasi pribumi berdiri di awal tahun 1900-an adalah “Mardiwara” yang berarti berupaya. Majalah “Retnodoemilah pada tanggal 4 Januari 1901 menulis artikel perihal berdirinya perkumpulan tersebut. Terbentuknya Mardiwara yang beranggotakan kaum terpelajar Jawa itu disebabkan keprihatinan mereka pada kondisi ekonomi bangsa Jawa yang jauh tertinggal jika dibandingkan para pendatang di tanah Jawa seperti orang Cina, Arab dan juga Jepang [hlm 21]

Saturday, May 17, 2008

PRIGEL MENULIS ARTIKEL



Judul buku yang dikreasi oleh Agus M. Irkham ini beraroma “Jawa”, Pemilihan kata “Prigel” tidak hadir dengan sendirinya, sebagai kosakata Jawa punya makna yang istimewa. Prigel bukan saja ketrampilan atau skill, namun memiliki makna yang dalam dan komprehensif. Disamping. skill didalamnya juga mengandung makna pengetahuan [cognitive] sekaligus afeksi [affective]. Hal ini sangat lekat sekali dengan pendapat Bloom, bahwa sebuah “entry behavior” seorang-orang manakala, masuk dalam ranah cognitive, affective, psychomotor, maka terjadilah perubahan yang tidak hanya menjadikan sebuah kebiasaan [habit], tetapi lebih mengarah pada pembudayaan [culture]. Barangkali kata prigel itu bermaksud menjadikan khalayak bacanya, memiliki budaya mencipta artikel. Kalau demikian sungguh mulia pikiran itu.
Buku ini ingin membuat orang untuk tidak terpaku pada pemikiran yang membelenggu, namun memberikan dorongan dengan istilah yang sangat sederhana. Tujuannya jelas, menarik dicerna, tidak menggurui dan mudah dipraktikkan.
Dalam buku kosakata Jawa yang dimunculkan, tidak sekedar dsebagai “gincu”, dalam lebih dari ut, ingin mengungkap kedalaman makna.
JENANG & JENENG MENULIS ARTIKEL.
Lagi-lagi kosakata “Jawa” muncul kembali. “Jenang”, adalah kue yang terbuat dari ketan, biasanya hadir dikala ada sunatan, atau hajat perkawinan. Makna jenang [kue] adalah sebuah pendapatan “income”, manulis artikel jika telah memasuki tahapan tertentu, akan berkonsekuensi pada sebuah pendatan. Jadi menulis itu identik pula dengan memperoleh “jenang “ atau pendapatan, istilah kerennya “income”
”Jeneng”, sebuah kosakata Jawa yang artinya “nama”, menulis itu identik dengan mendapatkan “nama” atau reputasi diri. Artinya menulis disamping memperoleh pendapatan, reputasi akan terjungjung juga.
Dalam buku ini, ditulis terang-terangan bahwa banyak penulis di dunia ini yang sejak awal niatannya cari duit, dan itu tidak salah. Seorang-orang bernama Dr. Samuel Jhonson mengatakan,” Tidak ada seorang pun, kecuali yang goblok, yang menulis, tidak untuk caru uang”. ….[aduh warung ini, ternyata terkatagori goblok, karena setiap hari merilis tulisan untuk gratisan,… mungkin juga tidak karena hati yang senang ketika menulis dapat juga dirupiahkan . Inilah pendapatan yang intaingible]

Seperti novel terbaru Ayat-ayat Cinta tulisan Habiburahman El-Shirazy, yang mendapatkan jenang sebesar Rp. 120 juta dari royalty. Tapi,tidak hanya uang, nama Habiburahman El-Shirazy banyak dikenal orang, mulai anak kecil sampai orang tuanya anak-anak kecil mengenalnya, itulah “jeneng”
MEMPROVOKASI:
Sudah menjadi kebiasaan penulis jika sedang membuat buku dengan tajuk bagaimana menulis, pasti isinya provokasi.
Buku ini memprovokasi, tidak tangung-tanggung, maestro penulis buku Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, dirujuknya.
“ Semua harus ditulis. Apa pun…Jangan takut tidak dibaca atau tidak diterima penerbit. Yang penting tulis,tulis, dan tulis. Suatu saat akan berguna” [Pramoedya Ananta Toer, Menggelinding] JANGGAN TAKUT GAGAL:
Buku ini dengan tegar mengatakan, bahwa bakat atau tidak bukanlah penghambat. Mencontohkan ada sederatan penulis yang dilahirkan bukan dari sebuah bakat, tetapi betul-betul karena kerja keras yang, barangkalim tidak terbayangkan oleh pembacanya. Joni Ariandinata adalah salah satu nama yangcukup mewakili. Meskipun Joni seorang penulis cerpen, bukan artikel, tapi inspirasi dan semangat berani gagal-berani berhasil , patut diteladani. Joni pernah menuturkan keluh kesahnya;

“Setiap malam aku menyelesaikan dua cerpen deangan menggunkan mesin ketik manual, dan mengirimkannya ke Koran. Uang hasil menggayuh becak, yang mestinya buat makan, harus aku potong untuk membeli amplop, dan perangko. Selama satu tahun [1992-1993), lebih dari 700-an cerpenku selalu ditolak”
Sekali, pada pertengahaan tahun 1993, cerpennya pernah dimuat Surabaya Post, selebihnya jawaban keterbatasan ruang.
Hingga pada tahun 1994, tak ada yang menyana, cerpennya berjudul Lampor diganjar Koran Kompas sebagai cerpen terbaik. Sejak itu, cerpen-cerpennya yang semula tidak jelas nasibnya, mulai bermunculan di majalah: Horison, Matra, Basis, Jurnal Kebudayaan Kalam, Bahana [Brunei Darussalam], Harian Kompas, Republika, Media Indonesia, Suara Pembaharuan, The Jakarta Post, Pikiran Rakyat, Jawa Pos, dan Bernas.
…inilah Ya “Jenang”, Ya “Jeneng”.
BAGAIMANA ORANG MENULIS


“First keys on writing is to write. Not to think!. KJunci pertama menulis menurut buku ini adalah menulis. Bukan berfikir. Demikian ucap William Forster di depan Jamal Wallace dalam film “finding Forrester”. Ada kata bijak mengatakan begini : Cara belajar yang terbaik adalah dengan mempraktikkannya.


Buku ini juga memaparkan tiga karakter seorang-orang terkait dengan menulis:
Pertama, mereka yang tidak tahu teori tetapi terus belajar/praktik menulis. Trial and error terus dicoba, lama ssekali golongan pertama ini bergelut dengan huruf, kesalahan-kesalahan terus terjadi. Tapi mereka menjadikan kesalahan dan kegagalan sebagai guru.
Kedua, mereka tahu teori tapi tidak pernah menulis, Segala macam teori menulis dikuasaai, tetapi sangat malas praktik menulis. Hasil akhir dari penulis jenis kedua ini, menjadi penulis hanya ada dalam mimpi.
Ketiga, mereka yang tahu teori tapi juga praktik menulis. Ini jenis paling ideal. Karena dengan tahu teori, tidak perlu melakukan kesalahan-kesalahan yang sudah pernah terjadi pada penulis lain. Jenis ini dapat “memintas waktu”
-----ini juga setengah provokasi ------, siapa saja boleh menentukan pada posisi mana, pertama, kedua, atau ketiga?
Seprti apa yang dikatakan Kuntowijoyo [alm]: Ada tiga cara untuik menjadi penulis, yaitu dengan menulis, menulis, menulis.
-----maknanya, ya,…….menulis, menulis, menulis……menulis.

BUKU INI MEMBERI BOCORAN:
Ketika seorang-orang ingin mengirimkan artikel yang telah siap kirim, tentunya menjadi gamang, apakah diterima atau ditolak. Buku ini memberikan bocoran tentang itu. Yakni artikel yang diutamakan oleh Kompas:

  • Asli, bukan jiplakan atau saduran/terjemahan. Belum pertnah dimuat dalam penerbitan lain. Dan hanya ditulis/dikirim khusus Kompas
  • Topik actual, sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat
  • Mengandung unsur baru, baik data konkret, pandangan baru, saran-saran, dan/opini
    Menyangkut kepentingan terbesar pembaca, menginta Kompas sebagai harian umum, bukan majalah vak
  • Cara penyajian tidak berkepanjangan tapi padat, singkat, mudah ditangkap, gaya enak dibaca
  • Panjang karangan maksimal 5,5, halaman kuarto, dua spasi, tulisan diharapkan jelas dan bersih [tanpa coretan]
  • Sering tulisan yang pantas dimuat terpaksa dikembalikan, karena tidak mungkin lagi memuatanya pada waktu yang tepat berhubung terbatasnya ruangan atau benturan dengan tulisan lainnya.
Detail Buku :
JUDUL :Prigel Menulis Artikel
PENULIS: Agus M. Irkham [Guru Menulis Putra Writing School]
PENERBIT : Lanarka Publisher . Jl. Kaliurang KM 7 Gg Melati II No. 4A Yogyakarta. Telp. 08882716437. E-mail: lanarkapublisher@yahoo.com
CETAKAN : Pertama. Pebruari 2007
ISBN: 979-99465-8-3
HALAMAN: xx + 126 x 18 cm.

CARA MUDAH MEMBANGKITKAN GAIRAH MENULIS


Buku ini memposisikan sebagai buku yang pas untuk menggarirahkan dan memotivasi semangat menulis. Siapa pun Anda, oleh buku ini diyakinakan seyakin-yakinya, dan dalam tempo sesingkat-singkatnya bisa jadi penulis. Hanya butuh keyakinan, kalau Anda yakin bisa, maka buku ini memandu Anda untuk membuktikan bisa!
Buku ini adalah karya Waitlem, seorang-orang yang dilahirkan . di Tarantang, Kabupaten 50 Kota, 8 Januari 1968.
Kemampuannya menulis cukup teruji karena pernah tiga kali menjadi juara tingkat propinsi Sumatra Barat. Sebuah feature, satu makalah, dan dua bukunya pernah menjadi pemenang tingkat nasional. Buku Cara Mudah Membangkitkan Gairah Menulis , adalah refleksi dari pengalamannya selama 18 tahun menggeluti duni kepenulisan. Buku ini adalah buku kelima yang ditulis, setlah Cincin Naga Sakti, Batu Menangis, Budi Daya Markisa Manis, dan Suaru, serta sebuah kumpulan puisi Pagi ini Guru Menjalani persidangan.
Hulu ledak dari buku ini terletak pada lima bab dari dua puluh lima bab, yang ada di buku ini. Dikatakan sebagai hulu ledak, karena bab-bab tersebut memiliki kemampuan gertak emosi yang mendorong lahirnya motivasi. Tentunya memotivasi untuk menulis. Bab yang dimaksud adalah:
  • Bab 4, “ide ada di mana-mana”
  • Bab 6, “Ketidakmampuan juga ide”
  • Bab 8, “Boleh melompat pagar”
  • Bab 14, “Pembaca rakus”
  • Bab 21, “Mencontoh tidak dilarang”

IDE ADA DI MANA-MANA?
Di mana-mana, seperti lagak-lagunya promosi soft drink, kapan saja, di mana saja. Ternyata ide itu ada di mana-mana. Sebagai contoh, seorang-orang pasti dan pasti punya teman. Teman satu sekolah. Teman sepermainan, Teman sekantor, Teman seprofesi. Teman berbagi suka. Teman berbagi duka. Kalau ada seorang-orang tidak punya teman, tentunya punya musuh. Ada lawan. Baik teman maupun musuh bisa dijadikan sumber ide. Sumber tulisan. Ada ide pada mereka. Persahabatan yang begitu akrab, harmonis, dan saling mengerti bisa dijadikan bahan tulisan. Ini sebuah resep, yang mungkin tidak diketahui orang lain. Mengapa resep tersebut tidak Anda tulis.
KETIDAKMAMPUAN JUGA IDE.
Kendatipun belum ada Pasar atau Hypermarket yang menyediakan counter khusus yang menjual bermacam-macam “alasan”, ternyata “alasan” itu bertebaran di mana-mana. Termasuk pada diri kita, adalah pabrik alasan yang paling produktif di dunia.
Alasan tidak ada waktu, ide yang macet, bahkan tidak memiliki bakat, adalah alas an yang sering mencuat. Waitlem penulis buku ini memilki strategi, ketiga menjumpai sosok yang sangat lengket dengan berbagai alasan.
…..Kata Witlem, “Saya minta mereka menulis alas an tersebut dalam kalimat. Semuanya mampu menulis kalimat. Masing-masing dijadikan kalimat utama. Mereka diminta untuk menulis ketidakmampuan masing-masing dalam sebuah paragraph. Mereka juga mampu. Kurang dari sepuluh menit semuanya sudah menyelesaikan paragraf tersebut. Tidak ada yang tidak mampu, Lima sampai tujuh orang yang memiliki alasan yang berbeda-beda disatukan dalam kelompok. Setiap kelompok diminta untuk menyatukan paragraf mereka dalam sebuah tulisan. Setiap kelompok diminta menulis judul tulisan yang disatukan. Tulisan tersebut dicabakan di hadapan kelompok lain. Setelah beberapa tulisan dibacakan, mereka diminta untuk berkomentar. Mereka terganga dengan kemampuannya sendiri.
BOLEH MELOMPAT PAGAR.
Memang memagari penulis itu sangat sulit, mending memagari singa, disamping singa tidak mengancam keselamatan orang, bisa jadi tontonan. Persoalan pagar memegar, sangat berbeda dengan persoalan lompat pagar dari Karya Witlem. Boleh melompat pagar itu dimaksudkan adalah, bebasnya ruang gerak sang penulis. Menulis di lura bidangnya tidak masalah. Dokter tidak selamanya harus menulis soal kesehatan. Guru tidak selamnya menulis masalah pendidikan. Siswa tidak perlu terfokus masalah pembelajaran. Ibu rumah tanggapun tidak selamanya harus menulis keluarga. Setiap penulis boleh melompat pagar. Dan ini dilakukan banyak penulis. Bisa saja Anda masih di sekolah menengah, tetapi tidak ada larangan untuk menulis masalah keluarga, kesehatan, perekonomian dan politik.
PEMBACA YANG RAKUS.
Kalau terlalu banyak mengkonsumsi makanan tertentu, kadang-kadang bisa celaka, kalu tidak bikin asam urat kambuh, kolesterol menumpuk, orang jadi ambruk. Tapi kalau tamak bin rakus membaca justru menyehatkan. Takaran tidak terbatas, selamat mata masih mengindera, rasa kantuk belum terbentuk, membaca perlu dilanjut hingga suntuk.
Waitlem, merujuk beberapa pendapat terkait pentingnya membaca bagi penulis.
“ Pelajaran pertama bagi seorang yang hendak berhasil dalam bidang penulisan ialah, membaca. Membaca buku yang baik sebanyak-banyaknya. Dan dari buku-buku yang ditulis oleh pengarang terkenal banyak bahan yang dapat dipelajari. Ia belajar juga dari kegagalan mereka. Dengan membaca hasil karya mereka berarti memasuki dunia penulisan, yang mungkin agak berbeda dengan apa yang diperolehnya dari buku teknik mengarang. Perbedaan itu terletak pada soal, bahwa sekarang yang dihadapi adalah karya yang sudah jadi. Sedangkan teknik mengarang mengajarkan padanya bagaiman cara mencapai karya yang dihapainya “ [diambil oleh Witlem, dari karya Nadeak, 1983:132]
…Catatan Warung : Buku Wilson Nadeak dengan judul ”Bagaimana Menjadi Penulis Yang Sukses”, terbitan Sinar Baru Bandung, juga tersimpan di dapur warung ……Bila kesempatan sedang berpihak akan dibahas segera……..
Waitlem untuk meyakinkan khalayak bacanya mengadop tulisan Andrias Harefa, judul “Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang” Gramedia Jakarta, buku ini juga ada ditumpukkan dapur warung, kemungkinan juga akan diposting.
……Andrias menulis: “ Apa yang saya sampaikan kali ini adalah soal pentingnya kebiasaan membaca. Kalau ada penulis yang mengaku bisa produktif tanpa membaca sama sekali, saya kira ada dua kemungkinan. Pertama ia memang sudah mencapai tahap “manusia guru”, mahkluk langka yang dapat dikatakan sakti mandraguna . Kedua ia berbohong, dan ini mungkin lebih masuk akal. [Harefa, 2003:50]
Maknanya membaca adalah amunisi, siapa saja ingin bertarung tanpa stamina yang “yahut”, maka piala tidak pernah tergenggam. Kini kita memperoleh itu semua, ternyata stamina itu diperoleh dari membaca.
MENCONTOH TIDAK DILARANG:
Plagiat itu racun masyarakat, menjiplak itu ibarat seorang-orang punya otak yang sudah bengkak. Maka dalam tulis menulis perbuatan itu harus dibuntu, tapi kalau kita mengambil positioning sebuah reklame “film-photo” LEBIH INDAH DARI WARNANYA ASLINYA, keabsahan itu bisa diterima.
Waitlem menulis “Mencontoh tidak dilarang”.

Mencontoh tidak dilarang. Penyair sekaliber Chairil Anwar sekalipun pada awalnya dituduh sebagai penjiplak karya penyair Belanda. Begitupun Emha Ainun Najib disebut sebagai pengekor penyair Supardi Djoko Damono. Namun hingga sekarang nama Chairil Anwar tidak pernah tenggelam. Ia tetap dikenang sebagai penyair besar Indonesia. Karyanya tetap dikagumi. Begitupun Emha Ainun Najib, ia tetap produktif. Banyak karyanya yang bisa kita nikmati. Orang bisa saja mengatakan mereka mencontoh karya orang lain. Padahal bisa saja karena kekagumannya pada karya penulis lain, lalu gayanya ditiru. Namun itu bukan menjiplak. Bukan plagiat.
Apakah, ini termasuk formula “3N”. Niteni, Niru, dan Nambahan ?...Warung pun tidak mengerti, yang pasti membaca adalah amunisi.
Detil buku :
JUDUL : Cara Mudah Membangkitkan Gairah Menulis
PENGARANG : Waitlem
PENERBIT : Yayasan Citra Budaya Indoensia, Padang
CETAKAN PERTAMA : Oktober 2007
ISBN : 978-979-3458-15-1
HALAMAN : ix + 111.

Wednesday, May 14, 2008

MENULIS MARI MENULIS: Ersis Warmansyah Abbas.

Usai bergelut dengan sukses, Ersis jadi gamang, karena buku yang dikreasi dengan tajuk “Menulis Sangat Mudah”, menuntut pembuktian. Apakah setelah membaca buku itu seorang-orang jadi produktif menulis, dan apakah sang penulisnya juga produktif?. Pertanyaan wajar ini ternyata membuat Ersis untuk melayani, artinya merespon dengan nyata. Pemicu gertak itu, didasari oleh pemikiran, bahwa agitasinya pada khalayak untuk menulis, mengapa sang penulis justru hanya “meringis”.
Tekad jadi bulat, hanya dengan waktu satu minggu, Ersis melahirkan buku barunya, dengan normal dan tanpa operasi cesar, buku itu di beri nama “ Menulis Mari Menulis”, mengingatkan kita pada lagu tahun enampuluhan “Marilah Menari, Ye, yee kasih”. Buku itu memiliki tujuan yang tersebunyi agar setiap orang memiliki naluri menulis dan mengaplikasikan.
Disusun 8 Januari 2007 dan selesai, Minggu 14 Januari 2007. Inilah suatu bukti empiri, bahwa munulis sangat mudah, sebagai jawaban atas kegundahannya.
BUKU YANG MEYAKINKAN:
Adalah Erwis, seorang-orang yang berambisi membangun habit menulis, siapa saja, tanpa menyebut nama, bahwa seorang itu pasti bisa menulis. Sangat berkeyakinan bahwa seorang-orang setelah membaca buku ini, seketika rasa minder, rasa takut, menyalahkan diri, atau apapun namanya, tidak akan berbekas lagi. Artinya rasa minder, rasa takut, dan pola sikap menyalahkan diri akan almarhum.
GURUI SENDIRI:
Kalau ingin menulis menurut Erwis, tidak perlu lagi menambah ilmu menulis, belajar tata bahasa, membuka kampus mengeja kosakata, mempelajari gramatika, sosiolinguistik, sampai hermenuetika dan semantic. Tidak berguna!
Bukan di situ pokok soalnya . Persoalannya, apabila ingin mengasah kemampuan menulis, caranya dengan menulis. Jangan sampai, kepala gatal yang digaruk pantat.
Sekali lagi, kalau mau menulis ya menulis saja. Pengalaman menujukkan, untuk menulis cukup pengetahuan bahasa yang dipelajari di SD. Berbekal “ilmu” SD banyak orang punya kemampuan menulis luar biasa. Sebaliknya, banyak sarjana, magister, bahkan doctor yang professor, mengaku ahli bahasa pula, tidak banyak yang piawai menulis.
Karena itu, biasakan menulis. Latih kemampuan menulis dengan menulis, menulis dan menulis ‘again’
MENULIS KATA MELUMAT TAKUT
Inilah keistimewaan buku karya Erwis, ‘lead’ nya memberi stimulus, memca ‘lead’ saja sudah mendapat beribu-ribu makna. “Menulis kata melumat takut”, adalah ‘lead’ yang memberikan kepastian kepada pembaca, bahwa takut acapkali menjadi penghalang orang berjuang. Buku ini memotivasi, kenyataan menunujkkan, banyak orang gagal menulis karena takut. Takut pada diri sendiri, atau ketakuatan tulisan ‘direspon’. Harap maklum, sekalipun ketakutan kita hidup di era keterbukaan informasi, ada saja ‘orang berkuasa’ yang menakut-nakuti dan menakutkan. Kog masih ada orang yang berpikir, ditakuti penting agar terlihat berkuasa. Solusi yang diberikan buku ini adalah, melawan diri, melawan takut akan kekuarangan diri. Melawan takut menulis dengan menulis, menulis kata, merangkai kata-kata melumat takut.

LUPAKAN SAJA TEORI.
Buku ini memperingatkan, agar memahami tulisan secara hati-hati, Erwin berpesan bahwa dirinya bukan orang anti teori. Tapi, apabila teori menghambat, membelenggu, atau menjadikan kita mandeg menulis, buat apa teori? Buang saja, itu belenggu.
Terlalu banyak korban ‘bergelimpangan’ dihajar teori. Tepatnya, oleh orang-orang yang menganggap teori itu di atas segalanya. Palagi kalau teori digunakan untuk ‘membunuh’ kreativitas oleh seorang-orang yang mengaku menguasai atau ahli teori, Bukankah sejak SD sudah belajar teori?
Kini, saatnya mencampakkan teori atau mengenyahkan orang-orang yang selalu berbicara teori, teori, dan teori lagi. Kalau belajar menulis, menulis saja.
Tidak semua orang harus menjadi ahli teori, tidak semua orang harus jadi ahli bahasa. Teori adalah alat. Saatnya belajar menulis dengan menulis.
Detil Buku:
JUDUL : MENULIS MARI MENULIS
PENULIS: Erwis Warmansyah Abbas
PENERBIT : Mata Khatulistiwa. E-mail: matakhatulistiwa@yahoo.com
ISSN : 979-3092-71-8
CETAKAN: Pertama 2007
HALAMAN : x + 170. 12 x 18 Cm
[Wusana kata: Adalah sudah menjadi kebiasaan seorang-orang yang bernama Erwis Warmansyah Abbas, kala menuliskan ide-idenya. Kata-katanya bernuasan ajakan dan cenderung provokatif, tapi memandaikan orang. Pikirannya bisa dikatakan sealur dengan Edward De Bono, “lateral”. Teori menurutnya tidak selalu menghasilkan yang mutu, kadangkala membuat orang menjadi ragu. Banyak orang gala bertindak dan melakukan sesuatu, karena teori menjadi hantu. Takut dan menakutkan, sehingga karya agung yang akan lahir menjadi sirna, ide indah yang bertebaran menjadi buram.
Langkah arif harus ditempuh, manakala teori membelenggu kreativitas, maka menginduksi pengalaman adalah langkah halal yang harus dilakukan.
Menulis itu akan terwujud, dengan kata-kata yang dirajut, namun akan menjadi maut, manakala hadir belenggu takut. Hindari ketakutan itu. Saran yang diberikan lawan ketakuatan dengan tulisan ]

URSEL NEWIGER : PENULIS KISAH TENGGER ASAL BREMEN JERMAN

Warung merasa diuntungkan ketika mengikuti sarasehan para pimpinan penyelenggara pendidikan tinggi dilingkungan Universitas PGRI dan STKIP PGRI Se Jawa Timur di Hotel Bromo Permai Ngadisari Probolinggo. Dataran tinggi ini, memberikan bertkah warung, karena berkesempatan bertemu dengan seorang-orang penulis “Kisah Masyarakat Tengger di Gunung Bromo”.
Ursel Newiger, adalah wanita berkebangsaan Jerman, lahir di kota Oldenburg, melanjutkan studinya di Universitas tempat ia lahir dan menyabet gelar S1 bidang musik. Selepas lulus sarjana mengabdikan dirinya sebagai Guru SMP dan SMA di Kota Bremen.
Awal “kesensem” dengan budaya Jawa, terkondisi ketika aktif menjadi anggota kelompok musik gamelan Jawa, yang didirikan pada tahun 1981 di Uebersee Museum, Bremen. Cintanya kepada budaya Jawa menjadi-jadi, setelah kakinya menyentuh tanah Bali dan Jawa. Akhirnya berlabuhlah sebuah keputusan untuk melanjutkan studinya di Indonesia tepatnya di ASTI [Akademi Seni Tari] Yogyakarta. Pernah gundah gelisah ketika pulang ke Jerman, seakan-akan ada magnet yang kuat untuk kembali ke Jawa. Juga ada hal-hal yang sangat memusingkan, ketika keraguan dirinya timbul, apakah dunia barat mampu dihubungkan dengan dunia timur. Namun pangilan batin yang terlalu kuat nan dahsyat, sehingga pada tahun 1987, menginjakkan kaki kembali ke tanah Jawa. Sudah 12 tahun melabuhkan hidupnya di tanah Tengger, bahkan hatinya juga tertambat pada seorang-orang asal Madura. Kini keduanya hidup dengan damai, dan memiliki usaha Hotel dan Restoran bernama “Yoschi’s Guesthouse” tepatnya di Wonokerto, kaki gunung Bromo. Nama Yoschi, adalah gabungan dari nama “Yoyo” sang suami dan “Uschi” namanya. Tanpa sengaja mengikuti jejak Roro Anteng dan Joko Seger, yang dipendekkan menjadi nama suatu wilayah “TENGGER”.
Pergumulannya dengan penduduka asli yang ramah itu, mendorong keinginannya untuk menulis Legenda asal-usul masyarakat Tengger. Bahkan merelakan koceknya untuk membiayai penulisan itu. Pulang dan pergi ke Jerman, Inggris dan Belanda, semata-mata untuk menyempurnakan tulisannya. Tentunya menjadi maklum karena dokumentasi di luarnegeri jauh lebih tertata dan lengkap.
Buku yang ditulis Uschi ini, diberi Judul “Putra Sang Dewa Api “ merupakan trilogi Kisah Masyarakat Tengger di Gunung Bromo yang telah di bahasa Indonesiakan dan diterbitkan oleh PT Toko Buku Gunung Agung. Tbk. Sebelumnya buku ini pernah tercetak dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman. Uschi tidak mengatakan buku ini adalah karya antropologi, namun merupakan trilogy kisah . Kendatipun demikian tulisan uschi ini, kaya akan informasi. Karya ini sangat berguna bagi peminat dongeng, sejarah, budaya, antropologi dan kesenian serta keilmuan bagi dunia. Hadirnya tulisan ini akan memperkaya “ book on Indonesia”.
Warung angkat topi, Uschi kendati kau bukan anak negeri, tapi kau telah berbakti, terima kasih.
Detil Buku :
JUDUL: Putra Sang Dewa Api [Trilogi Kisah Masyarakat Tengger di Gunung Bromo]
PENULIS : Ursel Newiger
PENERBIT : PT Gunung Agung Tbk
ISBN : 979-3398-19-1
CETAKAN : Pertama Pebruari 2006
HALAMAN : viii+ 210 ; 14,5 x 21 cm
[Wusana kata: Buku ini sebuah kisah yang ditulis oleh seorang-orang berdarah Jerman, tulisanya dalam bentuk donggeng, diinduksi dari tokoh-tokoh tua yang masih hidup, dilingkungan masyarakat Tengger. Melengkapi agar lebih mengena, penulisnya masih harus mengendus data dan berbagai dokumentasi dari luar negeri. Kisah ini mengungkap bagaimana terjadinya masyarakat Tengger dengan problema kehidupannya. Dikisahkan masyarakat Tengger adalah pelarian kerajaan Mojopahit, ketika terdesak Gelombang kehadiran Islam. Sebagian masyakarat punggawa dan abdi dalem keraton, yang memiliki keahlian dalam seni, utamanya seni pahat, melarikan diri ke pulau Bali. Dalam buku ini juga di bahas mengenai Singasari, dan sosok Patih Gajahmada. Apa pun isinya, apapun maknanya, semuanya mengatarkan anak negeri untuk memahami, bahwa menulis itu adalah kemampuan dahsyat dalam merawat dan menjaga budaya]

MENJADI PENULIS ROHANI


Tuntunan Praktis bagi Anda yang ingin Menulis dan Menjadi Editor Buku Rohani
Buku ini dikreasi oleh seorang-orang yang masih muda dan produktif dalam tulis menulis. Dengan gaya merendah menuturkan, “saya tidak bangga—sedih, malah—ketika ada orang entah dengan tujuan basa-basi atau benar-benar memuji mengatakan bahwa saya adalah penulis professional!
Sosok yang memiliki nama S.Rahoyo ini, tidak pernah memilih dunia tulis menulis sebagai profesi. Malah sebagai anak kampung cenderung ber cita-cita menjadi tentara. Profesi guru bagi S.Rahoyo dijadikan resistensi karena punya memori yang jelek ketika sekolah dasar. Menurutnya guru-guru itu galak, otoriter, bahkan pernah merasakan seblakan sang Guru.
..”Akhirnya saya tidak jadi jendral [karena postur tubuh kelewat pendek], menjadi seorang Guru pernah saya jalani [tidak betah karena sejak semula menjalaninya dengan terpaksa] dan akhirnya “terjerumus” jadi editor, itu memang pilihan hidup saya”
Terkait dengan dengan masalah tulis menulis, singkat kata dapat dikatakan, kalau dalam dunia olahraga di kenal istilah professional dan amatir, dalam tulis menulis dengan bangga,mengatakan dirinya sebagai amatiran.
Konon menurut buku ini diceriterakan bahwa amatir berasal dari amare [latin] yang berarti mencintai. Dari kata amare ditemukan kata amator yang artinya pecinta. Nah, kini akhirnya pembaca tahu, bahwa menulis buku bukan karena profesi, namun karena mencitai buku.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa modal menjadi penulis itu, cukup dijawab dengan dua hal, yakni baca-tulis dan amare.
MOTIVASI MENULIS, YANG MENGGEGERKAN
Buku ini mengingatkan kita tentang pikiran seorang-orang bernama Donald H. Weiss, yang menyatakan dengan agak provokatif bahwa setiap orang adalah penulis. Selanjutnya Weiss menyempurnakan,”Hanya ketakutanlah yang bisa mencegah siapa saja untuk menulis bila ia dapat membaca atau dapat mengadakan presentasi oral atau keduanya”
Penulis buku ini memberikan penekanan dan contoh yang lebih “gamblang”.
“Saya kira Anda tidak terlalu keberatan jika saya katakan bahwa perbedaan antara menulis dan bicara terletak pada alatnya saja. Untuk berbicara orang menggunakan mulut, sedangkan untuk menulis orang menggunakan tangan.
METAPORA YANG MENYENANGKAN:
Provokasi terkait dengan tulis menulis ternyata tidak berhenti, bahkan untuk mengijeksikan virus, agar orang gemar menulis buku ini membuat metapora sederhana.
“Menulis buku, ya menulis saja,…..apa bedanya dengan menulis buku harian, menulis surat, dan menulis artikel? Jumlah halamannya yang berbeda. Kalau untuk surat cinta mungkin cukup dua halaman kuarto, untuk buku setidak-tidaknya 20 halaman kuarto. Kalau untuk menulis sebuah surat cinta sepanjang 20 halaman kuarto Anda Cuma butuh waktu 1 jam, untuk menulis sebuah buku dengan panjang 20 halaman kuarto Anda butuh 10 jam. Itu saja”
APA BUKU ROHANI ITU?
Secara fisik semua buku sama; terbuat dari kertas—atau sejenisnya—“yang”, diberi cover, lalu dijilid. Variasi memang bisa bermacam-macam misalnya menja pop up books, audio books, atau yang lain. Tapi intinya sama saja.
Jadi, kira-kira istilah buku rohani di sini dipakai semata-mata untuk menujukkan isi dan sasaran pembaca tertentu.
Dari sisi isi, buku rohani Kristen yang saya maksud adalah buku yang membahas hal-hal yang terkait dengan ke-Kristenan. Lebih tepat lagi, buku yang mendasarkan pembahasannya pada kekristenan. Sementara dari sisi pembaca sasaran, buku rohani Kristen adalah buku yang ditunjukkan terutama untuk orang-orang Kristen dengan segala variannya. Dikatakan “terutama” bukan “hanya”. Sebab berdasarkan pengalaman, ternyata buku yang dapat dikategorikan buku rohani Kristen, dibaca pula oleh orang-orang bukan Kristen. Contoh konkretnya adalah buku-buku yang ditulis Jhon Maxwell. Tak bisa dielakkan bahwa buku-buku Jhon Maxwell tidak hanya terbatas pada kalangan Kristen saja.
DI MANA KEKUATAN BUKU INI?
Buku ini menyimpan kekuatan di dua bab, yakni bab yang mengupas “Jaring-jaring ide dan tiga what” satunya adalah bab yang mengagitasi seorang-orang yakni “Tujuh Perintah Utama”.

JARING-JARING IDE DAN TIGA WHAT ?
Ide tidak nonggol dari batu
Anda boleh mengaku telah membaca ratusan buku yang berkutat dengan tulis menulis. Anda juga boleh dan sangat boleh besar kepala karena menguasai dengan baik teknik penulisan buku. Tapi kalau Anda tidak punya Ideuntuk ditulis menjadi buku , sampai mati pun Anda tidak menghasilkan buku.
Ide tidak pernah muncul dari batu, alias muncul dengan sendirinya. Ide itu muncul terkait dengan apa yang sedang Anda renungkan. Anda merenungkan gaji yang pas-pasan, muncul ide jualan mie instans untuk menambah penghasilan. Anda kesal dengan kemacetan timbul ide menciptakan transportasi kecil yang kalau jalanan macet bisa disiasati.
Ide itu muncul karena seorang-orang mampu melihat di depannya dengan cermat, antara lain:

  1. Persoalan diri sendiri,m tentunya kaitkan dengan “citarasa” Kristenan
  2. Persoalan orang lain, senafas dengan point satu
  3. Sukses orang lain
  4. Buku-buku, tentunya buku rohani,

TIGA WHAT
Metode lain untuk mengembangkan atau bisa juga untuk menemukan ide adalah dengan menganalisa tiga hal yang terkait dengan ide tersebut. Saya menyebutnya dengan what:

  1. What is: Apa yang terjadi, kenyataan riilnya seperti apa
  2. What ought: yang sehatrusnya bagaimana
  3. What next: Bagaimana selanjutnya, alternative pemecahan apa yang bisa ditawarkan
    Itulah rumus umum yang digali oleh S. Rahayo.

TUJUH PERINTAH UTAMA:
Harapan buku ini khalayak bacanya, adalah seorang-orang yang nantinya terprovokasi untuk menulis, dan menulis. Menurut buku ini ketika seorang-orang ingin mengirikan hasil karyanya ke penerbit, sekurang-kurang terdapat tujuh rambu yang harus diikuti.
Dalam buku ini ditulis dengan gaya komando, “Tujuh Perintah Utama” Perintah itu antara lain:

  1. Jangan Menulis Apa yang Anda Tidak Kuasai
  2. Amati Buku-buku sejenis
  3. Kenali Calon Pembaca
  4. Tahu Awal dan Akhir
  5. Jangan Keburu Nafsu
  6. Cintai Bahasa
  7. Pantangan [ Isinya jangan Nyontek]

Detail Buku:
JUDUL : Menjadi Penulis Rohani [Tuntunan Praktis Bagi Anda Yang Ingin Menulis dan Menjadi Editor Buku Rohani]
PENULIS : S.Rahoyo
PENERBIT : ANDI [Penerbit Buku dan Majalah Rohani]. Jl. Beo 38-40 Yogyakarta 55281. Telp. 0274 561881; 584858 web: http://www.pbmr-andi.com/
ISBN: 979-763-431-0
CETAKAN : September 2006
[Wusana kata : Warung merasa beruntung, mendapatkan kiriman buku ini untuk dibahas, agar yang ada di warung memiliki varian yang komplit. Ada citarasa yang beraneka warna, sehingga anggapan sektarian tidak akan kena. Buku ini mendorong pembaca untuk berkreasi, dan menuangkan ide yang telah menumpuk di “long term memory-nya” ke kertas-kertas yang telah siap. Peluang menjadi penulis rohani sangat luas, dataran telah tersedia, tinggal ide-ide itu dirajut dengan runtut. Peluang besar menanti Anda, indikasinya, buku rohani saat ini sedang dalam kondisi laris manis. Idekator lain berkembangnya penerbit dengan sense of spiritual alias citarasa rohani. Seperti : ANDI, BPK Gunung Mulia, Metanoia, Kalam Hidup. Sekarang perbit baru pun bermunculan seperti Kairos, Fidei Press, Santo Press, Pustaka Nusantama dll. Warung bersahaja berharap, mudah-mudahan blog ini juga mampu mengipasi seorang-orang menulis buku rohani]

Monday, May 12, 2008

WARUNG IKUT BAHAGIA:HIDAYAT NUR WAHID, NIKAH


PERNIKAHAN “HIDAYAT NUR WAHID” dan “DIANA ABBAS THALIB”

Akhirnya sang maestro itu meminang seorang dokter, yang sehari-hari menjabat sebagai kepala Rumah Sakit. Warung sangat bahagia, dan penuh harapan agar pernikahan ini tetap mampu menjaga sang maestro berada pada wilayah kearifan dan kesederhanaan.
Keunggulan dan kehebatan sang maestro itu merupakan daya pembeda, ketika Negara dalam carut marut munculnya kesatria yang wibawa dan dipenuhi kesederhanaan, “SIMPLEX VERI SIGULUM” [yang benar itu adalah kesederhanaan].
Siapa sang maestro itu?. Adalah seorang-orang yang lahir di daerah Candi Prambanan, tepatnya tanggal 8 April 1960. Sosok manusia yang taat pada Agama, namun masih memiliki citarasa pluralis, serta anti pada kekerasan.
Kesederhanaan yang Ia miliki merupakan proses pergumulan hidupnya dari lingkungan keluarga yang sederhana dan agamis, ternyata mampu membawa perubahan besar perwatakan sang maestro di kancah politik Indonesia.
Majalah Gatra pernah mencandra : “Kalau ada pejabat tingi yang mau tidur di lantai beralas tikar, dialah Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid”.
Media Indonesia memuji : “tidak banyak pejabat public seperti Hidayat Nur Wahid, yang memiliki keteguhan hati untuk tetap sederhana, setelah menjadi pejabat public.
Warung memiliki referensi tentang Siapa sang maestro itu? Melalui buku yang ditulis Rulli Nasrullah, MSi, dengan title Hidayat Nur Wahid, ewarung ingin mengkabarkan tentang sepak terjang mantan pembesar PKS ini, mulai dari sikap dan pikirannya yang futurisitik. Warung sangat berkepentingan membahas buku ini, karena Hidayat Nur Wahid adalah seorang yang memiliki Hobby membaca, tentunya linier dengan visi warung kami. Sisi lain ingin menitipkan sang maestro kepada ibu Diana Abbas Thalib, agar mampu menjaga jati diri sang suami, tetap pada domain “simplex veri sigulum’. Maaf kendati itu sangat pribadi dan asasi, tapi warung merasa Hidayat Nur Wahid adalah asset bangsa, termasuk bangsa warung.
Detil buku
JUDUL : Hidayat Nur Wahid
PENULIS : Nasurullah, MSi
PENERBIT: Madania Prima. Jl. Pasirwangi I No. 3 Bandung. Telp. 022-5221670 E-mail: salamadani@gmail.com. Dan penerbit_salamadani@yahoo.co.id web: http://www.salamadani.com/
ISBN: 979-17008-4-2
CETAKAN : 2007
HALAMAN: 136 Hlm

Penulis buku ini, ternyata adalah seorang mahasiswa pascasarjana yang sedang menulis tesisnya, terkait dengan pribadi Hidayat Nur Wahid. Alasan yang melatari adalah, “kebersihan” Hidayat Nur Wahid sebagai sosok politikus. Judul tesisnya adalah:
“Hidayat Nur Wahid, Pencitraan Tokoh Politik di Media Masa”. Sisi lain yang dianggap menghidupkan keinginannya, untuk menulis adalah, kekagumannya yang tersembunyi saat menyaksikan tokoh ini muncul sebagai pemimpin partai politik yang nota bene baru dalam kancah perpolitikan. Penulis buku ini juga berkeyakinan jika pada masa-masa mendatang dengan keteladanan yang baik dari sosok Hidayat Nur Wahid akan muncul generasi-generasi baru yang lebih mementingkan kesejahteraan dan nasib rakyat demi terwujudnya Negara madani di Indonesia.
MENOLAK FASILITAS.
Pada saat rapat berlangsung.ua MPR Hidayat Nur Wahid menyampaikan permohonannya untuk tidak memakai fasilitas mobil dinas jenis Volvo sebagai fasilitas yang biasa diterima oleh jajaran pemimpin MPR. Menurutnya, penyediaan mobil dinas tersebut terkesan sebagai fasilitas mewah dan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat yang mengesankan pejabat negara hidup dengan kemewahan yang difasilitasi oleh negara.
Usulan pribadi Hidayat Nur Wahid mendapat sambutan dari ketiga wakil ketua lainnya. AM Fatwa, Aksa Mahmud, dan Mooryati Soedibyo setelah rapat koordinasi tersebut menyatakan dukungannya terhadap gerakan moral hidup sederhana yang dipelopori oleh ketua MPR. Bahkan, AM Fatwa yang pada periode sebelumnya juga menjabat sebagai wakil Ketua MPR berjanji akan mengembvalikan mobil Volvo yang Selama ini dipakai olehnya.[Hlm: 16]. Ingin menjadikan MPR sebagai lembaga bermartabat memang cita-cita Hidayat Nur Wahid.

[Wusana kata: Buku ini menggambarkan keteladanan yang nyata, isinya adalah apa saja yang jalani oleh seorang bernama Hidayat Nur Wahid. Dari isinya buku ini dapat dijadikan literature politik untuk siapa saja yang berpolitik. Posisi buku ini juga layak dinikmati untuk anak-anak usia sekolah, sehingga dijadikan keteladanan.
Bahwa jabatan politik tidak harus tidur dan bergelimpangan uang. Namun berkorban untuk rakyat, dan membangun pilar pengabdian yang kuat adalah suatu prasyarat.
Monolak fasilitas yang dianggap mewah, seperti Volvo yang bergensi, bahkan kamar tidur suit room laiknya seorang pimpinan negara, ditolaknya. Tentunya tindakan ini bukan konsumsi untuk mendongkrak popularitasnya, namun suatu keinginan terdalam, untuk menjadi sosok yang “positive deviance”. Warung sangat dan sangat terpesona oleh watak satria, yang juga hobi membaca. Dan tentunya warung tetap berdoa, mudah-mudahan pribadi ini, akan terawat cermat oleh sang isteri. Yakin dan yakin Bunda Diana Abbas Thalib akan menjaganya, dan Hidayat Nur Wahid, akan “Wahid” segalanya, amien]

Tuesday, May 6, 2008

UJIAN NASIONAL MENGGROGOTI WIBAWA PROFESIONAL GURU

menyela:

Ketika warung mendapat undangan peluncuran buku bertajuk “Pendidikan Nasional di Era Reformasi Mau Kemana?, yang ditulis seorang-orang Insinyur yang juga Doktor Teknik, mendapat informasi yang luar biasa. Begitu tinggi perhatian sang penulis, di ranah pendidikan ini. Carut marut pendidikan dicerna dengan penuh kesungguhan, hingga lahirlah buku yang mengkritisi jalannya pendidikan. Penulis itu adalah Daniel Mohamad Rosyid, naluri keguruannya sangat tidak diragukan. Oleh karena itu ketika menahkodai Dewan Pendidikan Propinsi Jawa Timur, banyak kreasi-kreasi yang menjuntai terkait upaya mengembalikan pendidikan pada axisnya. Kegelisahan dan kegundahan setelah inderanya menangkap persoalan-persoalan pendidikan, mengantarkan komtemplasinya, untuk ditorehkan dalam buku yang dahsyat itu.
Dalam buku ini, persoalan yang paling dominant di urai, dan dan disertai bobot kritik yang memadai adalah persoalan Ujian Negara, UAN atau Unas.
Ujian Nasional menurut buku ini membantai kewibawaan Guru. Ujian Nasional juga menggrogoti wibawa professional guru dan menjadikan guru sebagai profesi yang tidak layak dipercaya.
Dengan gaya tulisan yang hiperbolik ini, seakan-akan memberikan pertanyaan kepada pemerintah hal ikhwal guru, apakah guru masih adapat dipercaya?
Munculnya pertanyaan itu karena realita empirik membuka mata setiap orang, bahwa dalam pendistribusian soal ujian melibatkan Polisi. Inilah menurut Daniel sebagai bentuk ketidak percayaan. Jika guru tidak bisa dipercaya, apa ada profesi lain yang bisa dipercaya? Apakah sekolah gagal membudayakan kejujuran pada anak didiknya? Dan jika sekolah tidak bisa dipercaya, apa ada lembaga di negeri ini yang bisa dipercaya?
Menurut Daniel, fenomena yang kali ini kerap muncul, tidak bisa dipandang hanya sebagai perilaku menyimpang. Misalnya kebocoran soal, atau pembocoran. Namun hal ini harus dilihat sebagai bentuk “disobedience”[pembangkangan tersembunyi].
Diibaratkan saat ini sedang berlagu sebuah permainan “Zero Sum” alias, sisi pemerintah mempertahankan paradigmanya dengan berbagai rasional dan tekananan kekuasaan, sementara itu sekolah memerankan fungsi perlawanan, dengan taktik segala cara, agar sekolah aman dalam mengawal “kelulusan”. Taktik atau strategi pembocoran soal, pada dasarnya adalah tindakan yang kurang cantik. Ada yang lebih cantik sekaligus cerdas, yakni memanfaatkan Otonomi Daerah sebagai senjata. Yakni tidak menganggap Unas itu wajib, namun merupakan optional [pilihan], lebih lanjut tidak usah ikut Unas saja.
UJIAN NASIONAL PENENTU KELULUSAN HARUS DITOLAK:
Berani dan sangat menggigit pernyataan Daniel lewat bukunya, secara terang-terangan menyatakan jika ujian Negara itu sebagai penentu kelulusan, wajib hukumnya untuk ditolak. Tentunya bukan tanpa alasan, menurut pencermatan, sedikitnya terdapat tiga argumentasi yang sangat rasional.
Terbitnya Peraturan Menteri No. 45 Tahun 2006 tentang Ujian Nasional 2007, menstimuli penolakan. Peraturan ini membawa dua perubahan jika dibandingkan dengan pelaksanakaan ujian nasional tahun 2006. Pertama jadwal pelaksanaan UN dilaksanakan lebih awal, dan mendahului ujian sekolah. Kedua, mensyaratkan rata-rata 5,0 untuk ketiga mata pelajaran yang di –UN-kan.
Pemicu penolakaan ini menurut Daniel, karena siswa sebagai konsumen pendidikan merasa rugi, oleh karenanya UN harus ditolak. Adapun argumentasi penolakan itu antara lain:
Pertama: Mendiknas terbukti mengambil keputusan kebijakan argan dan tidak etis, dengan mendahulukan regulasi Ujian Nasional daripada mendahulukan regulasi Ujian Sekolah, dan memajukan jadwal Ujian Nasional sebelum Ujian Sekolah dilaksanakan identik dengan aktivitas yang mendorong back wash negative atas seluruh proses pembelajaran yang telah diupayakan 3 tahun sebelumnya.
Artinya, Ujian Sekolah akan semakin “diremehkan” oleh siswa dan guru, sementara ujian Nasional akan semakin all-too-important.
Kedua: alasan penolakan atas Ujian Nasional 2007 adalah bahwa, permen 45/2006 ini secara implicit melarang sekolah untuk melakukan Ujian Sekolah untuk ketiga mata pelajaran yang di UN-kan, padahal lulus UN merupakan syarat untuk lulus sekolah. Ini berarti, seluruh proses pembelajaran selama 3 tahun untuk ketiga mata pelajaran tersebut diingkari [terutama untuk kegiatan belajar yang bersifat membangun kompetensi afektif dan motorik], dan kelulusannya hanya ditentukan saat UN.
Ketiga, alasan mengapa UN 2007 harus ditolak adalah karena mensyaratkan rata-rata skor untuk ketiga mata pelajaran 5,0 ini tidak memiliki basis ilmiah sama sekali. Menghitung rata-rata untuk 3 kompetensi yang berbeda pada seorang siswa tidak bermakna sama sekali. Untuk ketiga mata pelajaran ini, yang paling adil dan relevan adalah membiarkannya dalam sebuah profil capaian kompetensi siswa, tidak menghitung rata-ratanya.
Daniel dengan sabar masih menunggu hasil citizen lawsuit yang sedang berlangsung saat ini untuk memmbatalkan hasil UN sebagai penentu kelulusan siswa.
Disamping tulisan Daniel yang cukup menggelitik warung juga mencermati pemberitaan yang terkait dengan Ujian Nasional. Warung sangat prihatin ketika pemberitaan koran harian sore Surabaya Post menulis "leadnya" besar-besaran "Mendiknas Kalap". Ternyata berita terkait ujian nasional. Ketika itu digambarkan Guru sama dengan teroris.


GURU DIPERLAKUKAN SEBAGAI TERORIS.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI, Nuzran Joher, menilai langkah Mendiknas melaporkan Kasus Ujian Nasioanl SMA 2 Lubuk Pakam, Sumatera Utara [Sumut], merefleksikan kekalapan dan kepanikan politik demi menjaga citra kebijakannya.
Tutur Nuzran, “Sudah jelas, kebijakan Ujian Nasional [Unas] itu memang bermasalah. Menteri Pendidikan Nasional bukan justru malu atas kejadian penggrebekan oleh Densus 88 ke sekolah tersebut”
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah [DPD] RI, Laode Ida, menegaskan, penyelenggaraan Unas bertentangan dengan Undang-Undang Pendidikan sehingga perlu ditinjau kembali pelaksanaannya.
Warung hanyut oleh fonemena itu, dan ingin sekali melihat lebih dekat, apa dan mengapa Uajian Nasional itu? Saat ini tersedia dua buah buku yang membahas masalah UAN/Unas. Dan masih berada pada tahap mengkais-kais buku lain yang bersinggungan. Adapun buku yang dimaksud adalah :
1. UAN, Mengapa Perlu,
2. Lebih Asyik Tanpa UAN


Detil Buku :
JUDUL : UAN Mengapa Perlu ?
PENULIS : Eko. Dkk
PENERBIT : Al- Kautsar Prima Indocamp Jl. Kutilang I-67 N0. 14 Jatibening Estate, Bekasi 17412. Telp, 021-9173181. E-mail: indocamp@yahho.com
ISBN: 979-98430-3-0
CETAKAN : 2005
HALAMAN : 94 hal; 21Cm
[Menurut buku ini, pelemik yang terjadi terkait “pro” dan “kontra” ujian nasional harus tetap disemangati oleh niatan memperbaiki mutu pendidikan di Tanah Air.
Pengantar buku ini mentandaskan bahwa Standardisasi nasional pendidikan sepertinya sudah tidak bisa ditawar dan dibantah lagi kehadirannya. Standar itu diperlukan untuk menyamakan derajat pendidikan di seluruh Indonesia, tapi untuk saat ini ujian nasional tak bisa dilakukan karena disparitas pendidikan antar daerah yang sangat tinggi.
Terkait soal ini, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan lantas membandingkan perumusan pasal-pasal di UU No. 2/1989 dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional [Sisdiknas]. Intinya, hasil belajar ini ditentukan oleh keseluruhan proses belajar mengajar. Maka penilaian hasil belajar harus menyertakan penilaian terhadap faktyor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap hasil belajar sebagai keluaran dari proses itu. Jadi, bukan hanya ditentukan oleh hasil ujian akhir saja.
PERDEBATAN : DIHAPUS ATAU DIPERTAHANKAN
SUARA YANG MENGHAPUS:
Buku ini juga mengendus keberatan beberapa LSM terkait dengan pelaksanaan UAN. Tradisi UAN yang diselenggarakan pemerintah melanggar UU Sisdiknas kerena mengabaikan menajemen berbasis sekolah. Pasal 58 Ayat [1] UU. No.20/2003 menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. DEngan demikian, dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan UAN telah merampas kewajiban guru dalam melaksanakan penilaian hasil belajar siswa.
SISI LAIN
Depdiknas tetap bersikukuh melaksanakan UAN dengan alasan pengendalian dan stndarisasi mutu pendidikan nasional yang menjadi kewajiban pemerintah pusat. Sikap DPR sebagai wakil rakyat sendiri, tampaknya ibarat membakar lumbung hanya untuk membunuh seekor tikus.
WINARNO SURAKHMAD BERPENDAPAT:
Sementara pakar pendidikan Prof.Dr.Winarno Surakhmad menilai, meski tradisi ujian perlu ditinjau ulang, namun sumber keberatannya terletak pada ketrelibatan Negara yang ikut mengendalikan ujian secara nasional.
Dalam pendangan Winarno, soal ujian sampai penentuan standar lkelulusan, cukup dibuat guru sekolah dengan mengacu standar nasional. Jadi pemerintah pusat hanya sebagai fasilitator dan regulator standar nasional. Jika UAN hanyalah untuk pemetaan pendidikan tidak perlu dilakukan setiap tahun. Jadi cukup 3-5 tahun sekali.
Apalagi hasil Ebtanas Hingga UAN selama ini terkesan hanya berhenti pada tahap pemetaan. Winarno mempertanyakan, pernahkah menfdengar nilai ujian mata pelajaran Matematika yang rendah di daerah tertentu ditindaklanjuti dengan pembinaan guru matematika secara intensif di daerah bersangkutan. Ia mengingatkan, yang lebih paham tentang kemampuan akademik peserta didik adalah guru itu sendiri.
ISTIMEWANYA BUKU INI:
Sejarah evaluasi di Indonesia dari periode ke periode dibahas tuntas, keuntungan dan kerugian tentunya dapat diapresiasi dari buku ini.
Sebagai apologia tentunya, bila model evaluasi tentu dipandang sebagai system yang terbaik pada masanya.
Periode pertama dimulai sejakk awal kemerdekaan negeri ini pada tahun 1945. Masa itu, intervensi negera sangat dominant. Peranan pemerintah amat menentukan dalam evaluasi pendidikan. Hampir semua perangkat yang digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan anak didik ditentukan oleh Negara. Sekolah hanya menjadi penyelenggara proses belajar-mengajar. Efek yang terjadi adalah tingkat kelulusan yang ketat, bahkan dalam sekolah yang lulusa hanya dalam hitungan jari. Anak didik harus belajar ekstra ketat dan tidak beleh main-main dalam menghadapi ujian.
Sejak 1964, sekolah menjadi penentu kelulusan. Sistem ujian Negara berubah menjadi ujian sekoalh. Berbeda dengan sebelumnya, dengan ujian sekolah pemerintah tidak lagi berperan menentukan kelulusan siswa. Pemerintah hanya memberikan guidance dalam bentuk pedoman dan arahan. Sebagai ujian sekolah, penentu kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.
Model evaluasi yang dilakukan oleh sekolah dianggap terlalu longgar sehingga hamper tidak ada anak didik yang tidak lulus dalam ujian akhir. Tingkat kelulusan rata-rata 100%. Ujung-ujungnya, kembali muncul protes dari masyarakat. Banyak yang mengeluhkan menurunnya mutu pendidikan. Tidak sedikit anak didik yang hanya sekedar lulus, tapi lemah dalam kemampuan penguasaan pada mata pelajaran yang seudah dipelajarinya. Mutu lulusan lembaga pendidikan rendah.Sistem ujian sekolah yang sudah diterapkan selama 17 tahun, berubah menjadi evaluasi tahap akhir nasional [Ebtanas]. Mulai tahun 1982, model Ebtanas mengacu pada dua model evaluasi sebelumnya: Memadukan ujian Negara dengan ujian sekolah.
Apa yang terjadi? Ternyata tingkat kelulusan tetap sama saja dengan periode sebelumnya: rata-rata lulus 100%.
Kesan adanya mark up nilai sulit dihindari. Tanpa bermaksud mencari kambing hitam, kesan itu mudah diketahui dari nilai yang diperoleh siswa saat mengikuti ebtanas.
Pada akhirnya, model evaluasi ini pun menuai banyak kritik. Banyak pengamat menilai, model semacam ini tidak mendorong anak didik untuk belajar keras. Juga tidak mendorong guru untuk bekerja keras. Pengajar tidak ditantang oleh keadaan untuk lebih mempersiapkan diri.. Budaya bersainng pun tidak layak hadir dalam ranah ujian seperti ini.
Lahirnya keinginan merubah model Ebtanas akahir terwujud ketika tahun 2002 dengan nama UAN [Ujian Akhir Nasional]. UAN nasibnya sama dengan model ujian-ujian sebelumnya. Kebijakan ini menyentak banyak orang. Protes bermunculan, tidak hanya dari para siswa, tetapi juga kalangan pakar pendidikan. Banyak yang tidak setuju, tetapi sebagian lainnya dapat memahami. Polemik soal ini menjadi ramai, baik di ruang-ruang seminar maupun di media massa. Padahal, pada tahun pertama UAN diterapkan, standar minimal 3,01.[Tahun 2008, standar minimal 5,25] . Ketika itu sebagian mengatakan waktu pelaksanaan UAN kurang disosialisasikan sehingga berkesan terburu-buru. Sebaliknya yang setuju memandang kebijakan ini akan memacu anak didik untuk lebih giat belajar. ]
Detil Buku :
JUDUL : Lebih Asyik Tanpa UAN
PENULIS : Zafika
PENERBIT : LKIS. Salakan Baru No. 1. Sewon Bantul Jl. Parang Km. 4.4. Yogyakarta Telp, 0274-387194-7472110. E-mail: elkis@indosat.net.id
ISBN: 979-25-5258-8
CETAKAN : I - Januari 2007
HALAMAN : xiv + 82 hal; 12 x 18 cm
[Buku ini ditulis oleh tiga siswi SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga, merupakan wujud keprihatinan para siswa terhadap keberadaan UAN. Penulisan semacam ini telah menjadi tradisi di sekolai ini, bahkan karya tulis ini diberikan nama yang sangat mentereng, desertasi. Kalau kita jeli tentunya akan salut sembari angkat topi, karena se level SLTP sudah dikenalkan dengan pembuatan karya tulis.
Tujuan penulisan :
  1. Ada berberapa tujuan penulisan buku ini yaitu:
  2. Ingin mengetahui seperti apa subtansi UAN
  3. Ingin mengetahui sejauh mana kebutuhan masyarakat terhadap UAN
  4. Ingin mengetahui sejauh mana manfaat UAN bagi masyarakat Indonesia
  5. Ingin mencari dan kemudian menawarkan, mengusulkan kepada pemerintah tentang sistem pendidikan yang ideal
  6. Mengetahui dihapus atau tidaknya UAN.

Terbangunnya system pendidikan yang bias menjawab persoalan dan kebutuhan masyarakat.[hlm:6]
Tidak jelas juntrungnya, mengapa “disertasi” ini menarik penerbit LKIS menerbitkannya, dengan judul Lebih Asyik Tanpa UAN. Namun demikian apapun alasannya, mengapresiasi sebuah karya orang lain, dapat memberikan kesejukkan batin.
Dalam kata pengantar buku ini, ditulis beberapa kalimat yang maknanya bahwa pemerintah seudah berada di luar garis kebenaran.
“Secara yuridis, terjadi pelanggaran terhadap UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Pada pasal 58 ayat 1 UU ini, misalnya, menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memnatau proses, kemajuan, dan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajauan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Di sini, UAN yang diselenggarakan secara sepihak oleh pemerintah jelas telah mengabaikan hak guru dan sekolah terkait untuk evaluasi dan menilai hasil dari proses belajar siswanya sendiri”
Secara pedagogis, jelas UN dan UAN memiliki kelemahan mendasar, yakni hanya mencakup aspek kognitif [pengetahuan], dan tidak mencakup psikomotorik maupun afektif.
Secara psikologis, UAN menimbulkan keteganngan siswa, karena terkesan menjadi soal hidup dan mati, dan berakhirnya pendidikan.
Secara social. Lebih mengerikan UAN menjadi penentu kelulusan, pada akhirnya mendorong sebagian siswa untuk melakukan apa pun termasuk menyontek, agar dirinya lulus. Dengahn demikian alih-alih mencerdaskan kehidupan anak negeri, UAN pada hakikatnya justru membodohkan mereka karena tolok ukur kelulusan tidak adil]UAN TIDAK ADIL:
Sangat tidak adil jika kemampuan siswa hanya dinilai oleh ketelitian computer yang mengamati beberapa coretan yang tertera di lembar kertas. Padahal coretan tersebut bukanlah cermin dari kemampuan siswa. Hanya sekedar coretan yang bisa jadi berupa ketidaktelitian siswa dalam mencoret atau ketidaksengajaan siswa dalam mencoret. Bisa dibilang, UAN bukanlah untuk mengukur kemampuan siswa, melainkan untuk mengukur keberuntungan siswa dalam mencoret lembaran soal. Selain itu, sangat tidak rasional juga ketika proses mengukur kemampuan hanya berlangsung dua jam dengan ketegangan yang tidak bisa dihindari oleh siswa.
Buku ini merupakan ihktiar ketiga siswi yang selanjutnya, direnungkan dan kemudian dibuatlah suatu keputusan. Keputusanya adalah Siswi SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening Salatiga ini, bertekad bulat tidak ikut UAN.
Buku ini juga mengundang pendapat para pakar, yang intinya berkutat pada pro dan kontra UAN. Kemudian isu seputar UAN dari guntingan media, cetak turut serta menghiasi.
SLTP INI, MEMANG HEBAT:
Alumninya banyak yang “sakti”, rata-rata mereka menguasai bahasa Inggris dengan baik. Bahkan salah satu dari ketiga penulis buku ini, berani diadu untuk soal TEOFL.
Dari pengakuan siswa, sekolah ini sangat kondusif untuk mencerdas, bahkan jika ingin “ngenet” 24 jam pun sekolah ini menyediakan.