SILA CARI DI SINI!

Google

Friday, March 14, 2008

SUPERSEMAR DIBONGKAR BUKU

Surat Perintah Sebelas Maret, hingga saat ini masih menjadi teka-teki, misteri dan kontraversi. Konon dokumen penting ini raib tanpa bekas, inilah yang terjadi di republik yang pernah terjajah. Sebenarnya hal itu tidak boleh terjadinya, karena penjajah republic ini telah mengajarkan secara cermat bagaimana mendokumentasi dengan baik.
Naskah yang begitu penting hilang tanpa bekas bahkan muncul beberapa isu bahwa dokumen tersebut disengaja untuk hilang.
Terkait degan supersemar, Harian Kompas terbit, Selasa tanggal 11 Maret 2008, tepatnya pada halaman 6, rubrik “OPINI”, menyoroti masalah ini. P. Ari Subagyo [Penggulat Lunguistik di Universitas Senata Dharma Yogyakarta] menuliskan opininya dengan judul “Demitologisasi Supersemar”. Dalam tulisanya dinyatakan:
……..Supersemar secara tekstual tidak berisi “pengalihan kekuasaan”, tetapi lalu [dimitoskan] menjadi lisensi konstitusional Soeharto untuk “mengambil segala tindakan yang dianggap perlu”. Sejarah mencatat rentetan peristiwa “yang dianggap perlu” menyusul terbitnya Supersemar. Ujungnya, Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden, 12 Maret 1967.
Mitologisasi Supersemar berjalan efektif berkat dukungan kebijakan negara, terutama lewat pelajaran sejarah yang indroktinatif. Apalagi situasi sosiologis[cultural mayoritas masyarakat Indonesia yang berbudaya diam dan represifnya orde Baru kian mengukuhkan kesakralan Supersemar.
Sisi lain sebuah buku dengan judul “Misteri terbunuhnya Soekarno” tulisan Dr. Wang Xiang Jun. Ph.D, juga mengungkap misteri Supersemar.
Dimana Supersemar ? Salah satu judul dalam bahasan, yang isinya :
…..Bahkan, naskah asli Supersemar itu di duga berada di tangan mantan Panglima ABRI, Jendral [Purn] Faisal Tanjung. [hlm 83]. Buku ini mengungkap tulisan “Dua Janda Soekarno Angkat Bicara” [warung:diadopsi dari Kompas Cybermedia]
Dua janda mendiang mantan Presiden Soekarno menyatakan siap bersaksi berkait masalah Surat Perintah 11 Maret [Supersemar] 1966 yang hingga kini masih misterius.
Namun baik Ratna Sari Dewi Soekarno maupun Hartini Soekarno mengungkapkan bahwa “Bapak” [Presiden Soekarno] meneken Supersemar bukan untuk memberikan kekuasaan kepada Soeharto, tetapi memerintahkan pemulihan keamanan.
“Saya bersedia memberikan kesaksian, karena semua ini untuk kepentingan kebenaran sejarah,” tutur Dewi, yang asli Jepang, di kediaman Hartini, Jalan Proklamasi, Jakpus, kemarin.
Hartini menambahkan bahwa supersemar itu telah disalahgunakan oleh Soeharto. “Bung Karno tidak pernah menyerahkan kekuasaan tetapi hanya minta memulihkan keamanan saja,” Cetusnya.
Secara terpisah, janda mendiang Amirmachmud, Ny Srie Hardhani, mengatakan dirinya menegetahui secara detail tentang Supersemar. Hanya saja, sebut dia, dirinya tidak akan mengatakan kepada siapapun tentang Supersemar itu.
“Sekarang belum saatnya saya menjelaskan keberadaan Supersemar,” ungkap Ny Amirmachmud ditemui di sebuah rumah sakit, kemarin.
Pertimbangan dirinya tak ingin membongkar soal Supersemar itu, karena dia melihat pemerintah yang sekarang belum stabil. “Saya khawatir jika saya mengungkapkannya, justru akan membuat negara ini bertambah kacau,” jelasnya,
Kata Ny Amir Machmud lagi,”Selama pemerintahan Abdurarrahman Wahid, saya tidak mau bicara soal Supersemar.”
Juga tulisan Husnu Mufid “ Epilog Kudeta G 30 S/PKI “Siapa Melawan Siapa?”. Dalam buku ini, tepatnya pada halaman 58-59, diungkap hal yang terkait dengan Supersemar.’
..Menurut Amir Machmud, Surat Perintah 11 Maret 1966 dirumuskan setelah ketiga Jendral itu berbicara dengan Presiden Soekarno dan memahami keinginnan-keinginannya. Surat tersebut dirancanng oleh ketiga Jendral itu, dengan bantuan Brigadir Jendral Sabur. Presiden Soekarno kemudian menunjuk kepda Soebandrio, Chaerul Saleh dan Leimena. Menurut Amir Machmud, Soebandrio membubuhkan perubahan-perubahan kecil dalam rumusan, kemudian Presiden Soekarno menadatangani. (Harold, 1986:211).
.,… Menurut keterangan Jendral AH. Nasution bahwa, konsep “Surat Perintah 11 Maret” tersebut dibuat oleh presiden Soeharto. Menurut Jendral AH Nasution, ketiga Jendral itu baru menyadari dalam perjalanan ke Jakarta bahwa, surat perintah itu merupakan suatu penyerahan kekuasaan kepada Letnan Jendral Soeharto.
Itulah yang memicu warung kami kami untuk menelusuri liku-liku kontraversi yang penuh mesteri, melalaui jejak rekam buku. Kali ini telah terkumpul beberapa buku yang bersangkut paut dengan Supersemar :
  1. Misteri Supersemar [Dilengkapi Wawancara Ali Abran si Pengetik Supersemar] Eros Djarot Dkk
  2. Supersemar Palsu [Kesaksian Tiga Jendral] oleh A.Pambudi
  3. Membongkar Supersemar ! Baskara T. Wardaya.
  4. Kotroversi Supersemar [Dalam transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto]

KONTROVERSI SUPERSEMAR:

JUDUL : Kotroversi Supersemar [Dalam transisi Kekuasaan Soekarno-Soeharto]
PENGARANG : Tim Lembaga Analisis Informasi [LAI]
PENERBIT : MedPress. Jl Irian Jaya D-24, Perum Nogotirto II Yogyakarta 55292 Tel [0274) 7103084
CETAKAN : 10 Maret 2007 [Edisi Revisi]
ISBN : 979-222-179-4
JUMLAH HALAMAN:135
Catatan buku terbit pertama kali degan judul Supersemar “Kudeta” Soeharto 1998
[Buku ini nyata-nyata membuka perdebatan panjang, karena halaman-demi halaman mengungkap bahwa Supersemar merupakan “jalan tol” Soeharto menuju puncak.
Digambarkan pada buku ini terjadi “pertandingan catur” antara Bung Karno Versus Seoharto, dan melalui startegi yang berliku akhirnya kekuasan secara mudah terlepas dari genggaman Soekrano.
Babak demi babak dalam pertandingan catur itu digambar dalam bentuk kronologi mulai tanggal 1 Oktober 1965, hingga tanggal 21 Juni 1970 , yang ketikan itu Bung Karno mangkat. Ternyata dalam kronologi itu pada tanggal 13/14 Maret. Bung Karno mengirim surat teguran kepda Soeharto yang dianggap melenceng dalam menjalankan Supersemar [hlm:15].
Dalam kronologi itu tercata simpulan yang menggambarkan kemenangan Soeharto terletak pada lima hal penting.[rahasia penting]
……Rahasia kelima itu, Soeharto dengan lihai menggunakan politik Switching [mengalihkan perhatian public dari isu pokkok ke tema-tema instrumental yang tidak terlalu penting. ]. Misalnya mengalihkan perhatian public dari pembantaian PKI kepada program-program rehabilitasi ekonomi. [hlm:20]
Politik swictching juga dipraktikan Soeharto untuk mengalihkan pembicaraan orang dari substansi dan urgensi dikeluarkannya Supersemar kpeda isu seputar keberadaan Supersemar. Dari segi substansi terdapat penyelewengan yang cukup menndasar; sebab bagaimana mungkin mandat pemulihan keamanan digunakan sebagai landasan kebijakan politik. [hlm;21]
Akhirnya, menjadi jelas bahwa Supersemar dijadikan sebagai”jalan tol” menuju kekuasaan. Dengan Supersemar, Soeharto mengubah dan mendikte parlemen sementara [MPRS]. Tap MPRS No. IX/MPRS/1966 mengukuhkan Supersemar sebagai landasan hukum yang derajatnya lebih tinggi dibandingkan sekedar “surat perintah presiden’.
“Supersemar adalah Coup detat”’
Banyak pihak berpendapat bahwa Supersemar digunakan untuk melakukan coup d’etat [kudeta] alias perampasan kekuasaan. Dijelasklan oleh Seobadio Sastro saromo dalam buku Era Baru Pemimpin Baru: Badio Menolak Rekayasa Rejim Orde Baru [1997:h.3-5], telah terjadi penyalahgunaan Supersemar. Lewat Supersemar, Soeharto mendapat perntah dari Soekarno untuk menyelamatkan revolusi. Surat Perintah itu jelas tidak berisi pelimpahan kekuasaan, tetapi pelimpahan tugas. [hlm:22]
Sopir Tanpa SIM
Masih menurut Soebadio, Supersemar dapat dianggap ibarat SIM [surat ijin mengemudi] bagi Soeharto. Tetapi seperti semua orang tahu, Supersemar dikatakan hilang. Jadi selama 30 tahun lebih, Soeharto sebenarnya menjadi sopir negara tanpa “SIM”. Apakah itu suatu pertanda , Soeharto dalam pengertian Jawa sudah kehilangan “Wahyu Nusantara”. Atau dalam terminologi modern, Soeharto suifah tidak legitimate. [hlm:23]
Senada dengan itu, Wimandjaya juga menuding Soeharto merekayasa pengambilalihan kekuasaan melalui serangkaian scenario-Supersemar adalah salah satunya. Dalam bukunya yang berjudul; Primadosa:Wimandjaya dan Rakyat Indonesia Menggugat Imperium Soeharto. [hlm;23]
……Diktum Supersemar sama sekali bukanlah pelimpahan kekuasaan/penyerahan kekuasaan dari Bung Karno kepada Soeharto, melainkan hanyalah berupa sehelai sura tugas biasa dalam hierarkis militer untuk menjamin penertiban dan keamanan, yang seharusnya dilaporkan kepda Bung Karno sebagai Panglima Tertinggi?. …[hlm:24]
…Berdasarkan penuturan A.M. Hanafi, mantan Dubes RI di Kuba semasa pemerintahan Soekarno, naskah Supersemar itu disusun Letjen Soeharto di Jakarta. Naskah Supersemar itu dibawa Amir Machmud, Basuki Rachmat dan M Yusuf ke Bogor untuk ditanda tangani Presiden. Keterangan ini diperoleh Hanafi langsung dari Bung Karno, saat Hanafi menemuinya di Istana Bogor pada hari Sabtu, 12 Maret 1966. Hanafi mengungkapkan kisah pertemuan dengan Bungkarno dan bercerita tentang Supersemar dalam bukunya, AM Hanafi Menggugat Kudeta Jendral Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar [Montblanc, Lile-France, 1998]…[hlm:24]
Bagaimana versi Soeharto dan pemerintah Orde Baru?.
Dalam buku otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH menjelaskan:
“Saya tidak pernah menganggap Supersemar itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan. Surat operintah 11 Maret itu juga bukan merupakan alat untuk mengadakan Coup secara terselubung. Supersemar itu adalah awal perjuangan Orde Baru.

Apakah Supersemar Merupakan Kudeta?
Menurut pendapat ahli sejarah P.J.Soewarno, Supersemar bukanlah pemberian mandat politik, melainkan mandate militer. …”Soeharto telah menggunakan mandat militer sebagai mandat politik,” kata pakar sejarah dari Sanata Dharma itu. Singkatnya, Supersemar bukanlah transfer of authority [pengalihan kekuasaan].[hlm:123]
MEMBONGKAR SUPERSEMAR

JUDUL : Membongkar Supersemar!
PENGARANG : Baskara T. Wardaya, SJ
PENERBIT : Galangpress Jl Anggrek 3/34 Baciro Varu Yogyakarta 55225 Telp. [0274] 554985 E-mail : glgpress@indosat.net.id. Web: http://www.galangpress.com/
CETAKAN : II 2007
ISBN : 979-23-9909-07
JUMLAH HALAMAN:333
[Disamping buku ini,. Baskara juga pernah menulis “Bung Karno Menggugat! Dan “Cold War Shadow”. Buku ini merupakan catatan yang memandang Supersemar dari sisi yang tidak biasanya [sisi lain]. Dikatakan dari sisi lain, karena buku ini banyak didukung dari dokumen-dokumen tepanya adalah data-data primer. Bentuk data berasal dari dokumen-dokumen resmi pemerintah Amerika Serikat, khusunya yang berkaitan dengan kebijakan AS pada delapan bulan pertama tahun 1966 [Januari-September]. Sumber data itu dari Kedutaan Besar AS di Indonesia di Jakarta, ada yang berasal dari Departemen Luar Negeri Amerika di Washington, ada yang berasal dari CIA [Central Intelligence Agency), atau dari Gedung Putih, atau kantor ”National Security Agency, ada pula yang berasal dari pejabat pemerintah Indonesia. [hlm:29]
Pada bab 3 diuraikan mengenai Kudeta Khas Indonesia, ..Pada tanggal 6 bulan itu Soeharto menyampaikan Warning kepada Bung Karno bahwa ada ketidakpuasan di kalangan perwira ABRI. Dua hari kemudian, yakni tanggal 8 Maret, Bung Karno mengeluarkan surat kepada jajaran ABRI untuk mengatakan bahwa dia masih Presiden RI. Tiga hari setelah itu, yakni bulan Maret tanggal 11, adalah tanggal yang sulit terlupakan dari ingatan kolektif bangsa ini. Itulah tanggal di mana terjadi salah satu peristiwa yang paling bersejarah dalam perjalanan bangsa ini sejak Proklamasi Kemerdekaan. [hlm:109]
Dokumen penting terkait Supersemar.
Dokumen berikut ini merupakan dokumen yang sangat penting karena ditulis langsung setelah peristiwa Supersemar. Dalam dokumen itu tergambar dengan jelas betapa antusiasnya pihak Amerika. Pada baris pertama dokumen disebut dengan jelas dikatakan bahwa peristiwa Supersemar adalah sebuah kudeta militer [military coup). Dengan catatan bahwa ini adalah kudeta militer yang “khas Indonesia”
Ditulis tanggal 12 Maret 1966 sebagai laporan Dubes Green kepada Departemen Luar Negeri AS di Washington, dokumen ini mengatakan bahwa Supersemar adalah cara militer untuk memotong kekuasaan Bung Karno, sebagai reaksi atas tindakan Bung Karno memecat Menteri Pertahanan Nasution dan mau menggantikannya dengan seorang yang pro-komunis.[hlm:125]
Supersemar dan Tap MPRS No. XXV/1966.
Ditekankan kembali dalam dokumen CIA tertanggal 23 Juli 19667 ini bahwa sejak terjadinya peristiwa 1 Oktober 1965 militer bermaksud untuk ”secara bertahap membatasi kekuasaan dan pengaruh Sukarno” Di mata Amerika apa yang terjadi pada tanggal 11 Maret 1966, yakni ditandatanganinya Surat Perintah 11 Maret merupakan “puncak” dari upaya itu. Dikatakan pula bahwa pada waktu itu “Sukarno”, dengan setengah hati dan dibawah tekanan militer, memberikan suatu kekuasaan serupa kekuasaan eksekutif kepada Soeharto. “kekuasaan itulah kemudian yang dipakai oleh Jendral Soeharto mengambil banyak keputusan dan tindakan atas nama Presiden dan atas nama kepentingan Nasional. Selanjutnya melalui siding MPRS tanggal 21 Juni 1966 ia berhasil mengusahakan supaya Supersemar disahkan oleh lembaga tertinggi negara itu sehingga tidak dapat diubah lagi…..[hlm :208]

SUPERSEMAR PALSU

JUDUL : Supersemar Palsu
PENGARANG : A.Pambudi
PENERBIT : MedPress. Jl Irian Jaya D-24, Perum Nogotirto II Yogyakarta 55292 Tel [0274) 7103084
CETAKAN : II Agustus 2006
ISBN : 979-222-137-9
JUMLAH HALAMAN:320
[Buku ini mengungkap kesaksian tiga Jendral yang dianggap berperan ketika Supersemar ditanda-tangani. Dalam buku ini diungkap bahwa Soeharto dianggap lancang dalam mengemban Supersemar.
….Karena menganggap Supersemar telah digunakan secara lancang, maka Bung Karno menyurati Soeharto.
Bekas Dubes RI Untuk Kuba A.M. Hanafi menuturkan bahwa tanggal 13 Maret 1966 Presiden mengirimkan surat kepada Soeharto yang terdiri dari tiga poin:
Mengingatkan bahwa Supersemar 1966 itu sifatnya adalah teknis/adminsitratif, tidak politik, semata-mata adalah surat perintah mengenai tugas keamanan bagi rakyat dan pemerintah, untuk keamnan dan kewibawaan Presiden/Pangti/ Mandataris MPRS;
bahwa Jendral Soeharto tidak diperkenankan melakukan tindakan-tindakan yang melampaui bidang dan tanggung jawabnya, sebab bidang politik adalah wewenang langsung presiden, pembubaran partai politik adalah hak presiden semata-mata;
Jendral Soeharto diminta datang menghadap Presiden di istana untuk memberikan laporannya. [Hlm; 55-56]

Soeharto Cs Menyiasati Status Hukum Supersemar:
Salah seorang pakar hukum yang gigih menyuarakan kepentingan ini adalah Ismail Suny. “Kita tidak mau Supersemar itu dicabut sebab, kalau dicabut, Soekarno bisa berkuasa lagi. Jadi, saya menganjurkan agar Supersemar itu di jadikan Tap MPRS supaya tidak bisa dicabut presiden” Selain Ismail Suny, dua pendukung Orde Baru dari kalangan sipil yang gencar mendesak pengukuhan Supersemar menjadi Tap MPR adalah Adnan Buyung Nasution dan Dahlan Ranuwihardjo. [Hlm:60]
Pengukuhan Supersemar menjadi Tap MPR memang merupakan hasil dari sebuah rekayasa yang sistematis. Persoalannya, bisakah sebuah perintah eksekutif itu dikukuhkan menjadi Tap MPRS?
Tiga Versi Supersemar.
Belum lama ini, Atmadji Sumarkidjo menerbitkan biografi M Jusuf yang di dalamnya menegaskan masalah kontroversi mengenai naskah asli Surat Perintah 11 Maret. Menurut Sumarkidjo berdasarkan kesaksian M. Jusuf, dokumen asli Supersemar terdiri dari dua halaman. Padahal, menurut versi resmi yang bersumber dari Sekretariat Negara, dokumen tersebut dikatakan hanya satu halaman.
M Jusuf sendiri mempunyai dua versi ceritera yang secara substansial berbeda cukup jauh. Yang pertama, dan merupakan versi yang banyak muncul, adalah naskah itu hanya diketik bersih satu kopi. Satu-satunya kopi yang ada itulah yang diberikan kepada Mayjen Basuki Rakhmat setelah ditandatangani oleh Bung Karno.
Tetapi versi kedua yang pernah dikemukakan oleh Jusuf antara lain kepada pengusaha. H.M.Jusuf Kalla adalah, Brigjen Sabur mengetik rangkap tiga dengan kertas karbon. Kopi utama itulah yang kemudian ditanda-tangai oleh presiden, kemudian tindasan pertama disimpan oleh Sabur, dan tindasan kedua atau kopi ketiga diambil dan disimpan oleh Brigjen M. Jusuf. Dua lembar kopi sama sekali tidak ditanda tangani oleh Presiden.
[Hlm; 78]
Sumarkidjo juga menulis bahwa Jusuf pernah memanggil pengusaha asal Makasar. M. Jusuf Kalla [kini Wakil Presiden RI] ke rumahnya untuk memperlihatkan kopi surat tersebut. Tetapi begitu Jusuf Kalla sudah duduk diruang tamu rumah M.Jusuf dan berharap-harap cemas akan melihat dokumen bersejarah itu, M Jusuf berubah pikiran dan berkata, “Ah, kalau aku perlihatkan sekarang, kau nanti cerita-cerita lagi”.[hlm:78]
…Jika uacapan M Jusuf benar, setelah naskah asli Supersemar diserahkan ke Soeharto, kemudian diserahkan ke siapa lagi? Mungkinkah naskah itu disimpan sendiri oleh Soeharto samapai kini? Ini adalah kemnuingkinan yanag terbesar, selain tentu saja ada kemungkinan bahwa naskah asli Supersemar telah dimusnahkan. [Hlm:93]
…Dalam biografinya, Soeharto juga menjelaskan sercara rinci isi Surat Perintah 11 Maret: “Isinya; Presiden/Panglima Tertinggi ABRI pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS Soekarno, memutuskan, memerintahkan kepada saya untuk atas namanya mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, agar terjamin keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Soekarno demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan melaksanakan dengan pasti segala ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
Dua butir pasal lagi ada dibawahnya, yakni saya harus mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-panglima angkatan-angkatan lainnya dengan sebaik-baiknya, dan supaya saya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dengan tugas dan tanggung jawab saya itu. [Hlm 124]
….Dengan perkataan lain, Soeharto menganggap Supersemar melebihi sekadar "Instruksi Presiden”, atau bahkan transfer of authority [pemindahan kekuasaan eksekutif yang terbatas]. Jauh lebih besar daripada itu. Supersemar, menurut penafsiran Soeharto, adalah kekuasaan untuk bertindak apapun dan bagaimanapun- selama itu dianggap perlu- dan dianggap relevan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Mirip kekuasaan yang dipegang tentara pada saat negara dinyatakan dalam keadaan perang. [Hlm:128]
Dalam otobiografinya, Soeharto mengaku beberapakali menolak prakarsa untuk memperingati hari lahirnya “Supersemar” secara besar-besaran. “Ini untuk menghidarkan timbulnya mitos terhadap peristiwa itu atau terhadap diri saya sendiri,” katanya. “saya tidak pernah menganggap Supersemar itu sebagai tujuan untuk memperoleh kekuasaan. Surat Perintah 11 Maret itu juga bukan merupakan alasan untuk mengadakan coup secara terselubung. Supersemar itu adalah awal perjuangan Orde baru. [Hlm 129]
Apakah Supersemar Merupakan Kudeta?
Menurut pendapat ahli sejarah P.J.Soewarno, Supersemar bukanlah pemberian mandat politik, melainkan mandat militer. …”Soeharto telah menggunakan mandat militer sebagai mandat politik,” kata pakar sejarah dari Sanata Dharma itu. Singkatnya, Supersemar bukanlah transfer of authority [pengalihan kekuasaan].[hlm:123]

MISTERI SUPERSEMAR
JUDUL : Misteri Supersemar [Dilengkapi Wawancara Al Ebran Si Pengetik Supersemar]
PENGARANG : Eros Djarot dkk
PENERBIT : File Press. Jl. Sultan Iskandar Muda No. 100 A-B Lt.2 Jakarta Selatan 12420 Telp. (021) 7290899, 7707129, 7701925 E=mai: info@mediakita.com
Web: http://www.mediakita.com/
CETAKAN : Juli 2006ISBN : 979-794-011-X
JUMLAH HALAMAN:107
[Dalam buku ini tulisan Erot Djarot yang diberi tajuk “Kekalahan Intelektual, Kemantian Akal Sehat” , memaparkan sebuah misteri SP 11 Maret. Yang selengkapnya:
……Misteri seputar SP 11 Maret ini menjadi kian angker ketika Jendral M Jususf, yang dikenal sebagai seorang jendral yang bersih dan jujur, tak sedikit pun mau membuka mulut. Padahal ia adalah salah satu pelaku sejarah yang turut membidani lahirnya SP 11 Maret. Yang menjadi pertanyaan, begitu tegakah jendral yang dikenal sangat dekat dengan prajurit dan rakyatnya ini membiarkan rakyat Indonesia, terutama generasi penerus, hidup dalam kegamangan sejarah?[Hlm : 1]
Buku ini merupakan kumpulan wawancara tokoh-tokoh, utamanya yang bersinggungan dengan SP 11 Maret, langsung maupun tidak langsung.
Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah:

  • Soebandrio, mantan wakil perdana menteri [Waperdam] I dan menteri luar negeri [1957-1966]
  • Sri Mulyono Herlambang, mantan Menteri Panglima AU
  • Kol.Pol. Sumirat, mantan Ajudan Bung Karno
  • Jendral Besar A.H. Nasution Mayjen TNI(Pur) Kemal Idris, mantan Kaskostrad
  • Adnam Buyung Nasution, mantan Ketua Kesatuan Aksi Sarjana Indonesi [Kasi]
  • Ismail Sunny, pakar hukum tata negara
  • Dahlan Ranuwiharjo, mantan anggotan MPRS/DPR-GR
  • Cosmas Batubara, mantan Ketua Presidium KAMI Pusat 1966
  • Taufik Abdullah, Sejahrawan
  • David Napitupulu, salah satu anggota Presidium KAMI
  • Megawati Taufik Kemas.

Berikut cuplikan wawancara :
Wawancara Detak Files dengan Subandrio mantan wakil perdana menteri [Waperdam] I dan menteri luqar negeri [1957-1966]
[D]=Detak Files [S]=Subandrio

[D]: Kabarnya Supersemar itu dua halaman?
[S]: Ya, ya, memang dua halaman.
[D]: Tetapi, mengapa yang beredar secara rtesmi hanya satu halaman?
[S]: Enggak tahu saya, Setahu sdaya ada dua halaman. Saya enggak tahu kenapa kemudian menjadi satu halaman. Saya enggak yahu mengapa ya kok sampai.begitu.
[D]: Konon, di halaman dua alinea terakhir tertulis kalimat “setelah keadaan terkendali Supersemar di serahkan kembali kepada Presiden Soekarno”. Apakah benar ada kata-kata seperti itu ?
[S], Ya, ya, ada, ada itu
[D]: Tapi, mengapa dalam Supersemar yang resmi beredar kata-kata itu, tidak ada? Dihilangkan?
[S]: Ya, saya enggak tahu, kenapa dihilangkan. Tapi, yang pasti kata-kata itu memang ada. Saya enggak tahu kemudian kok dihilangkan. Kenapa diohilangkan, kok nanya saya?…[Hlm 15]
Wawancara Detak Files dengan Mayjen TNI(Pur) Kemal Idris, mantan Kaskostrad:
[D]=Detak Files [K]= Kemal Idris.
[D]: Supersemar menyebut, Soeharto yang diberi surat perintah harus melaporkan kepada Presiden Soekarno.
[K]: Itu biasanya kala ada surat perintah untuk melaksanakan tugas dan kalau sudah selesai, ya harus lapor. Kewenangan itu ya harus ditarik. Tapi itu tidak dilaksanakan Soeharto, seolah-olah surat itu hilang dan dia mempergunaka itu untuk mendapatkan kekuasaan sendiri. Dia sendiri tidak pernah bicara dengan staf. Dia menyuruh penglima Kodam secra otoimatis menjadi anggota MPRS. Kemudian dia diangkat jadi presiden sementara. Ya, kita semua tidak sadar waktu itu. Memang, soal Supersemar enggak pernah direncanakan sebelumnya. Tapi di otak dia, barangkali, ah…ini kesempatan. Saya enggak tahulah. Itu menurut pikiran saya saja. Memang policy-nya Soeharto, yang kita sebetulnya tidak sadar pikiran jeleknya. Baru belakangan saya tahu.
Wawancara Detak Files dengan Ismail Sunny, pakar hukum tata negara
[D]=Detak Files [I]= Ismail Suny.
[D] Mengapa waktu itu Soeharto enggan diangkat menjadi pejabat presiden?
[I]: Soeharto itu takut Soekarno. Waktu itu pengaruh Soekarno masih besar, AURI, AL,Polisi, hampir seluruhnya berpihak pada Bung Karno, dan sebagian besar AD juga berpihak kepada Soekarno. Di semua angkatan ini ada yang terlibat G-30S/PKI. Sebagian rakyat masih mencintai Soekarno. Soeharto berpikir, jika ia diangkat menjadi pejabat presiden, akan terjadi perang saudara. Sebagai orang Jawa dia tidak menginginkan jatuhnya banyak korban. Atau dalam perhitungan di bisa dihabisi Soekarno.
.==============================
Catatan Buku Lain yang dirujuk :
JUDUL : Epilog Kudeta G 30 S/PKI “Siapa Melawan Siapa ?
PENGARANG : Husnnu Mufid
PENERBIT : JP Books. Jl. Karah Agung 45 Surabaya Tel [031) 8289999
CETAKAN : I Maret 2008
ISBN : 978-979-1490-28-3
JUMLAH HALAMAN:100

JUDUL : Misteri Terbunuhnya Soekarno
PENGARANG : Dr. Wang Xiang Jun., PHd
PENERBIT : Pustaka Raja Jl.Malioboro 167 Yogyakarta 55271 Tel (0274) 562280 E-mail: cuncun_ygy@yahoo.com Web: http://www.solomonec.com/
CETAKAN : I Pebruarai 2008
ISBN : 979-602-8042-01-7
JUMLAH HALAMAN:124

WUSANA KATA:

[Tulisan ini mengintrodusir dari berbabagai buku-buku sebagaimana telah disebutkan, tentunya akan mengundang Pro dan Kontra, sisi lain akan dikatakan "solipsistik", alias benar dari sisi tertentu. Kaidah ilmiah tetap akan dijunjung tinggi, verifikasi empiriklah yang menjadi wasit adilnya. Tentunnya akan ada yang merasa dirugikan. Tetapi selama SUPERSEMAR, masih dalam selubung SUPERSAMAR, kalkulasi untung rugi tidaklah patut untuk dirujuk. Munculnya pembahasan ini terkesan memiliki citarasa miring, tentunya harus dimaklumi, karena buku-buku yang dibahas merupakan terbitan setelah orde baru tumbang. Sehingga buku-buku tersebut merupakan kreasi antithesis]

2 comments:

hablumminalloh said...

Assalamu'alaikum warohmatulloh wabarokatuh

Untuk mengetahui sejatinya SUPERSEMAR anda bisa mengakses situs : http://hablumminallah.wordpress.com

Demikian, terima kasih

Wassalamu'alaikum warohmatulloh wabarokatuh

ttd
Insan Hablumminalloh

Dasman Djamaluddin said...

NASKAH ASLI SUPERSEMAR DITEMUKAN ?

Oleh Dasman Djamaluddin

“Presiden Punya Informasi tentang Naskah Asli Supersemar,’ itulah salah satu lead berita yang saya baca.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono katanya memiliki informasi tentang keberadaan naskah asli Surat perintah 11 Maret yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966. Bahkan Presiden sudah meminta Arsip Nasional menindaklanjuti benar atau tidaknya informasi tersebut.

Sejauh ini generasi muda bangsa masih mendambakan ditemukannya surat asli tersebut.Sejak 11 Maret 1966, naskah asli Supersemar hilang. Di tengah-tengah masyarakat sudah beredar berbagai versi Supersemar. Sudah tentu yang beredar itu naskah palsu, karena yang asli belum ditemukan. Membingungkan, karena naskah aslinya tidak juga ditemukan. Untunglah pencarian naskah asli Supersemar tetap dilaksanakan. Buktinya Presiden RI sekarang punya informasi tentang itu.

Diakui bahwa sudah muncul rasa “bosan”, jika seseorang mendengar naskah asli Supersemar. Apa betul naskahnya bisa diperoleh ? Sebagai contoh, kebosanan itu telah merasuki pola berpikir para intelektual kita dalam Seminar Nasional dan Diskusi Interaktif “Implikasi Wafatnya Soeharto terhadap Kebenaran Sejarah Supersemar,” pada Selasa, 25 Maret 2008 di Fakultas Hukum Universitas YARSI, Jakarta.

Selain saya sebagai pembicara (Penulis Buku:”Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar”/Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Sejarah Supersemar/LPSS), hadir pula Dr.Anhar Gonggong (Sejarawan), Atmadji Sumarkidjo (Penulis buku:”Jenderal M.Jusuf Panglima para Prajurit”) dan Abdul Kadir Besar (Sekretaris Umum MPRS 1966). Terlihat sangat jelas ada ‘kebosanan’ berbicara tentang naskah asli Supersemar. Bahkan Anhar Gonggong dan Atmadji Sumarkidjo mengatakan, naskah asli adalah bagian masa lalu, oleh karena itu naskah asli Supersemar tidak perlu dicari). Tetapi saya di dalam makalah :”Supersemar, Sumber Sejarah yang Hilang,” tetap bertahan bahwa naskah asli Supersemar harus ditemukan, demi generasi pewaris bangsa ini ( makalah lengkap ada di http://dasmandj.blogspot.com).