SILA CARI DI SINI!

Google

Thursday, April 26, 2018

HOW TO BE EXCELLENCE IN MILLENIAL ERA


How to be Excellence in Millenial Era
Untaian pemikiran:
*) poin poin singkat
                                                                                                                                 Djoko Adi Walujo 

















PENGANTAR:
Berita yang sangat senang ketika mendapatkan undangan untuk berbagi pengalaman, tentu asumsi yang harus dikedepankan ketika menyambut undangan ini, adalah saya berada di tengah-tengah  audience yang sudah mengantongi pengalaman yang sama. Setidaknya sudah mendengar hal ini sejak lama., bahkan mungkin bosan mendengar hal-hal yang akan saya sampaikan.
Ada alasan pembenar dari asumsi saya yakni karena zaman yang tak pernah diam. Zaman sering menggoda karena teknologi saat ini penuh daya penggoda yang dahsyat. Lalu apa bedanya antara saya dengan audience? Jawabnya terletak pada daya goda, tingkat daya goda, cara menggoda dan siapa yang tergoda atau kita saling menggoda.
Sebelum berlanjut memaparkan ada untai pemikiran yang sarikan dari dunia maya yang menggoda saya, berikut godaan itu:


Godaan pertama:
Era Revlolusi industri 4.o adalah sebuah keniscayaan. Di Era ini bangkit suatu derivasi anak perkembangan ilmu  pengetahuan, yakni teknologi informasi yang akan beranak pinak pada “Cyber Systems”. Di era inilah yang membuat semua orang/organisma/organisasi, dituntut untuk secara [2S,2C] Sadar, sehat, cerdas, dan cepat merespon sebuah kejadian (lebih tepat fakta[fact] bukan sekekar kejadian berbentuk fenomena belaka). Sesungguhnya kita sudah berada di pusaran ini. Termasuk profesi kesekretariatan tak lepas dari daya goda. Setiap hari kita digoda, semuanya mengancam pola sikap seorang orang yang "tidur nyenyak" di ZONE aman. Orang yang berada Zona aman dan selalu bahagia di zana itu, adalah orang yang telah tergoda tapi tidak merasakan digoda. Akibatnya adalah hadirnya sebuah kesadaran dungu dan tertinggal jauh.

Godaan kedua
  
        Fakta menunjukkan bahwa sebuah berita telah berkembang dengan tergandakan (terpoleferasi), ter-viralkan  dengan cepat, dengan kelipatan pangkat yang tak terbatas. Kelipatan pangkat tak terbatas yang akrab dikenali dengan “Exponensial”. Semua kejadian tidak bisa dibungkus rapi, semua akan terkuak. Sebaik baiknya kemasan (packaging), Serapat rapatnya daya tutup, akan tercium dan terviralkan.
Mengapa terviralkan karena kemampuan teknologi  informasi saling gayut, atau saling terkait dan terintegrasi. Kita tidak bisa bersembunyi akan budaya viral itu, apalagi kita berada di kawasan budaya  yang amat suka gaya dengan model “rerasan” atau pergunjingan. Tanpa teknologi  kita sudah jadi bahan pembicaraan apalagi teknologi memfasilitasi. Berita satu akan bersambung dengan yang lain melalui “line”, “whatshap”, “facebook”, “Instagram”, “path”, “pinterst”  atau lainnya.
Apalagi sekarang ada seorang dara dari Kebumen Jawa Tengah menemukan WA ala Indonesia yang diberi nama Callind- kepanjangan dari Call Indonesia. Begitu canggihnya callind ditawar provider hingga 200 milyar. 



Lalu godaan apalagi dengan Callind karya Novi yang yang alumni UGM ini?, kita akan terditeksi antar pengguna hingga radius 100 KM. Peluang tapi juga ancaman bagi semua orang yang miskin kejujuran.

Godaan Ketiga
Katersediaan berbagai sumber berita sudah tak terkendali dari kuantita maupun kualita, orang akan mudah mengakses tanpa bayar, dan acapkali tanpa dikonfirmasi, atau menvalidasi secara dalam, padahal kedalaman sebuah  analisis sekarang menjadi kemutlakan.  Ketersediaan inilah yang sering disebut sebagai “abundance era”, era berkelimpahan. Kemudian dampaknya bisa bernilai positif namun juga membawa kecenderugan negatif. Khususnya untuk dunia pendidikan yang harus diwaspadai adalah, seorang-orang memiliki kecenderungan menjadi “user” karena semua tersedia, dan menghindari menjadi “maker” pembuat. Inilah yang harus diwaspadai karena yang akan menurunkan budaya literasi, dan meruntuhkan daya imaginasi. Rantai imaginasi sejatinya akan melahirkan kebaharuan (novelty), selanjutnya mendorong inovasi, berlanjut mempertajam mental egility. Organisasi sangat berharap semau anggotanya memiliki  imaginasi yang hebat, lalu wawasan dengan horizon yang kuat, namun semuanya terpangkas karena informasi tersedia berkelimpahan dan instan sifatnya. Semua tanya pada “mbah Google” akan dijawab cepat ketimbang tanya profesor yang kadang udah pikun karena beban cerdasnya.













Bagaimana kita harus Excellence di era penuh goda ini?  


Tentunya banyak cara, banyak metoda, saya menawarkan dua saja di seminar ini:
  1. Bangunkan kelincahan mental kita ( Mental Egility )
  2. Suburkan ambisi sehat kita (halty in ambition)