SILA CARI DI SINI!

Google

Sunday, October 11, 2009

GURU SD PEJUANG TERDEPAN, PAHLAWAN PENDIDIKAN

Bukan hanya hasil penelitian dan teori yang berkembang atau tulisan buku-buku yang terletak memanjang di rak perpustakaan, namun merupakan fenomena yang harus diluruskan. Kini seakan menohok mata kita bahwa banyak Guru-guru kita yang belum mendapatkan penghargaan semestinya, namun justru di nistakan
Kenyataan memberikan jawaban, hampir semua kegiatan, mulai tingkat kecamatan hingga propinsi guru–guru terutama Guru SD menjadi motor penggerak, menyambut kehadiran, menjadi pewara, paduan suara, bahkan kegiatan yang bukan semestinya serta-merta dilakukan hanya demi sebuah keberhasilan orang lain.
Namun ketika ada perilaku yang dianggap minor dilakukan oleh seorang oknum guru pemberitaan menjadi besar dan tersebar, tak jarang koran mewartakan tiada habisnya. Inilah kenistaan yang acapkali diterima, sisi lain adalah masih lemahnya advokasi dalam segala bentuk pembelaan.
Mensiasati hal ini seharusnya para guru merapatkan diri, bersatu padu untuk saling bantu, bahkan membuka kerjasama untuk meningkatkan wawasan kerja dan wawasan profesi harus segera dimulai, yakni membangun solidaritas yang kuat dan hakiki

PERGURUAN TINGGI HARUS BERTANGGUNG JAWAB DAN MELINDUNGI
Agar guru-guru lebih bermartabat, tentunya harus dibekali dengan segenap pengetahuan yang kuat, bahkan meningkatkan kualitas akademik adalah tantangan yang tidak boleh ditinggalkan. Di sinilah Perguruan tinggi harus bertanggung jawab. Jika perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi PGRI tidak berkontribusi untuk meningkatkan mutu para guru, utamanya guru sekolah dasar, dosa hukumnya. Dan bila berguruan tinggi tidak aspiratip dalam meningkatkan prosionalisme guru-guru berarti telah keluar dari jati diri yang sebenarnya.
Perguruan tinggi harus hampu memberikan perlindungan, terutama para dosennya, bukankah dosen itu sejatinya adalah seorang guru, dan ketika pangkat tertiunggi di genggamnya disebut sebagai professor atau “Guru” besar.
Sebagai rasa hormatnya sangat diharapkan memberikan spirit kepada para guru, dan ketika seorang dosen menjadi asesor, apakah asesor akreditasi sekolah, asesor sertifiaksi guru, atau pemateri memberikan timbangan yang khusus dan yang bagus atas kesuksesan guru. Jika hal itu dilakukan berarti perguruan tinggi beserta civitasnya telah melindungi Nasib Guru.

Bersatu menangkal Isu, Cerdas Membangun Solidaritas
Akhir-akhir ini ada sebuah sinyalemen yang ingin melemahkan organisasi yakni PGRI. Telah terlontar dan tersebar luas yakni isu dikotomis agar PGRI menjadi organisasi partial, ada organisasi guru Sekolah Dasar, ada organisasi guru SMK, ada organisasi Guru SMP, ada organisasi Guru SMA, bahkan hingga perguruan tinggi milik PGRI.
Jika isu itu menjadi kenyataan maka PGRI akan bubar, terpecah-pecah, saling memisahkan bahkan menjadi saling berhadapan. Inilah suatu tantangan bagi kita, untuk kembali kepada jati diri PGRI.
Banyak riset mengatakan bahwa PGRI sebagai organisasi besar dan kekuatannya diperhitungkan, serta memiliki jaringan dari hulu ke hilir, dan hampir seluruh kecamatan di republik ini memiliki pengurus. Parti Politik terbesar di Indonesia dinyatakan belum memiliki pengurus kecamatan serapi PGRI. Kenyataan inilah yang harus dijadikan pegangan kita semua, agar jangan ada serpihan maksud untuk menghasut, agar PGRI bubar.
Isu mutakir berkembang bahwa PGRI agar bersih dari unsur perguruan tinggi, isu ini berkembang di luar Jawa, yang tidak munutup kemungkinan akan merebak dan berhembus di Jawa Timur. Isu ini jelas agar PGRI lemah, dan sebagai organisasi agar tidak memiliki harga tawar. Kenyataan ternyata tidak terbantahkan, berangsur-angsur Ketua Umum PB PGRI Pusat dari kalangan perguruan tinggi.
Prof.Dr.H. M. Surya, adalah Ketua Umum yang secara kebetulan dari Perguruan Tinggi, semasa periode kepemimpinannya telah memberikan perubahan yang meluas, guru-guru lebih bermartabat, bahkan Undang-Undang Guru lahir ketika Pak Surya memimpin organisasi PGRI. Bahkan dengan kepemimpin HM. Surya, memenangkan gugutan atas pemerintah terkait dengan anggaran pendidikan sebesar 20 %.
Juga Pengurus Besar ketika di pimpin generasi muda DR.H, Sulistyo.MPd, adalah mantan Rektor IKIP PGRI Semarang, berhasil mendesak pemerintah agar para “Pengawas” juga disertakan dalam sertifikasi, akhirnya lahir Peraturan Pemerintah No 74 yang akhirnya para Pengawas di sertakan dalam sertifikasi.
Kini Dr.H. Sulistyo, MPd sang Ketua Umum PGRI Pusat terus berjuang, agar kemaslahatan guru terwujud, dengan gigih memperjuangkan standar gaji guru, memperjuangan pengangkat guru “wiyata bhakti”.
Kemudian Ketua PGRI Jatim, Drs. H, Matadjit,MM, adalah seorang mantan pimpinan Perguruan Tinggi, yakni mantan Pembantu Rektor Bidang Akademik, juga pernah menjabat Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswa IKIP PGRI Surabaya yang kini adalah menjadi Universitas Adi Buana Surabaya. Selama memimpin bertindak arif dan aktif. Berkalikali mendatangi mahkamah konstitusi agar anggaran pendidikan tuntas tercapai sesuai Undang-undang Dasar, bahkan pemberani. Pernah suatu kali menulis surat untuk Presiden terkait Anggaran Pendidikan. Inilah sebuah gambaran umum, agar kita tetap bersatu menangkal isu, serta cerdas membangun solidaritas

No comments: