80 tahun Sumpah Pemuda digaungkan kembali, seakan bangkit membawa daya baru, pemuda diposisikan pewaris yang selanjutnya menepati posisi mulia. Namun kenyataan acapkali beda, pemuda hanya sebagaik alat bagi rezim yang berkuasa, ternina bobokan, kadang termajakan.
Warung, telah mendapat info baru, berupa hasil penelitian Keith Foulcher, seorang-orang pengajar jurusan Indonesia di Universitas Sydney Australia. Hasil penelitian ini aslinya telah dierbitkan dalam jurnal Asian Studies Review, Volume 24, nomor 3, September 2000. Penelitian yang ditulis dan diberinya judul Sumpah Pemuda: The Making and Meaning of a Symbol of Indonesian Nationhood, ini cukup mengejutkan. Daya kejut itu berasala dari sekunpulan serpihan-serpiah fakta, yang menyatakan bahwa Sumpah Pemuda sudah lama tidak perawan lagi. Ternyata Kayta dan kalimat awal Sunpah Pemuda itu selama 78 tahun terus menerus direproduksi, sehingga kata dan kalimat tersebut dapat memperdaya bahkan membuat buta kita semua. Sejarah Sumpah Pemuda begitu “lembek”, sehingga dapat diperalat sekaligus diperkosa rezim demi rezim.
Seperti diketahui , selama periode Orde Baru, mulai dari presuden hingga tingkat bawah, teks Sumpah Pemuda yang dipergunakan selalu bukan yang orisinal dari tahun 1928. Teks yang digunakan adalah formula bentukan baru yang dikenal sebagi satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa. Ini adalah visi tripartite kesatuan tanpa kompromi yang sesuai dengan konsep-konsep Orde Baru yang terpusat dan amat terkontrol.
Pada periode pasca 1998, tampak banyak upaya untuk mengembalikan isi Sumpah Pemuda yang asli. Kata-kata yang digunakan pemuda tahun 1928 dalam menyatakan cita-cita dan keyakinan mereka terhadap ide “Indonesia” mulai diangkat lagi, terutama dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan: “Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoen, bahasa Indonesia”. Adanya formula tersebut telah memungkinkan dipergunakannnya konsep kebhinekaan yang lebih luas dalam semangat kesetiaan terhadap persatuan bangsa.
Data Buku:
JUDUL: Sumpah Pemuda --Makna & Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia
PENULIS: Keith Foulcher
PENERBIT: Komunitas Bambu. Jl. Pala No. 4B, Beji Timur, Depok. Telp. 021-77206987. E-mail : komunitasbambu@yahoo.com
ISBN: 979-3731-35-4
CETAKAN: Kedua—Oktober 2008
TEBAL: xxxviii+ 144 hlm; 11,5 x 17,5, cm
Catatan khusus:
Cukup menggelikan ketika melihat dengan cermat buku ini, ternyata ketika kerapatan tahun 1928 masih ada peserta kongres yang menggunakan Bahasa Belanda. Alasannya kendati peserta itu suku Jawa namun tidak fasih berbahasa Indonesia, barangkali karena kentalnya pendidikan pendidikan kolonial saat itu. Kita harus sadar bahwa lahirnya Sumpah Pemuda itu merupakan simbol untuk membentuk persaudaraan Indonesia [Symbol of Indonesian Nationhood]. Hal ini nampak ketika itu bahwa menjujung tinggi bahasa persatuan diposisikan sebagai perekat persaudaraan.
Peringatan Sumpah Pemuda dan Kaos
Pada saat yang sama ketika peringatan Sumpah Pemuda yang ke -60 diarakan untuk membangkitkan kualitas dan disiplin pemuda Indonesia,sebagian dari generasi muda itu sendiri, yaitu pelajar tingkat tiga dari beberapa institusi di Pulau Jawa, menerbitkan sebuah pernyataan dan kaos sablonan yang keduanya mengandung kata-kata:
Kami mahasiswa Indoensia mengaku bertanah
air satu, tanah air tanpa penindasan
Kami mahasiswa Indoensia mengaku berbangsa
satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Kami mahasiswa mengaku berbahasa satu, bahasa kebenaran.
No comments:
Post a Comment