MELALUI BAB III BUKU INI, ORANG BISA BELAJAR TENTANG EPISTEMOLOGI:
Dari cara orang berpikir itu kita dapat duga filsafatnya dan dari filsafatnya kita dapat tahu dengan cara apa ia sampai ke filsafatnya," inilah perumpamaan yang dibuat Tan Malaka untuk melihat entitas diri manusia. Untuk itu, membahas pemikiran seseorang atau suatu tokoh tentu tidak bisa lepas dari analisis epistemologinya. Pasalnya, dari situlah kita bisa menganalisis sejauh mana subjek menjelaskan posisinya dalam dunia objeknya.
Dari cara orang berpikir itu kita dapat duga filsafatnya dan dari filsafatnya kita dapat tahu dengan cara apa ia sampai ke filsafatnya," inilah perumpamaan yang dibuat Tan Malaka untuk melihat entitas diri manusia. Untuk itu, membahas pemikiran seseorang atau suatu tokoh tentu tidak bisa lepas dari analisis epistemologinya. Pasalnya, dari situlah kita bisa menganalisis sejauh mana subjek menjelaskan posisinya dalam dunia objeknya.
Epistemologi
sendiri merupakan cabang filsafat yang secara khusus membahas teori ilmu
pengetahuan. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana manusia
mendapatkan pengetahuannya, apakah sumber-sumber pengetahuannya, hakikat,
jangkauan, dan ruang lingkup pengetahuannya, dan sampai tahap mana pengetahuan
yang didapatnya dikonseptualisasikan. Selain epistemologi, ada juga ontologi
yang membahas mengenai hakikat ilmu pengetahuan dan aksiologi yang membahas
mengenai kegunaan ilmu pengetahuan. Ketiga hal ini saling berkaitan. Namun, Ini pulalah yang dikemukakan
Bertrand Russel dalam Avrum Stroll,
"Bisakah kita amati apa-apa tentang diri kita
sendiri yang kita tidak dapat mengamati tentang orang lain, atau segala sesuatu
yang kita dapat mengamati publik, dalam arti yang lain juga bisa mengamati jika
sesuai ditempatkan."
Pembahasan mengenai epistemologi penekananpada pembahasan ini lebih
ditujukan pada epistemologi. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya mengetahui
bagaimana konstruksi pengetahuan Tan Malaka.
Secara etimologi, epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme
yang
berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu. Menurut J.
Sudarminta, epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya merupakan
suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman
manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sosial dan alam sekitarnya. Maka
dari itu, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif,
normatif, dan kritis. Evaluatif bersifat menilai, normatif berarti menentukan
norma atau tolok ukur kenalaran. Sedangkan kritis, berarti mempertanyakan dan
menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui tidak lepas dari penjelasan objek, tujuan, dan
landasan. Objek epistemologi merupakan sesuatu yang diketahui untuk mencari
suatu pengetahuan. Proses pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori
pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan. Sebab,
sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus dilalui dalam mewujudkan
tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisasi. Sebaliknya,
tanpa suatu tujuan, sasaran menjadi tidak terarah sama sekali. Misalnya, Tan Malaka
membuat dan menggunakan Madilog sebagai senjata untuk melawan logika mistika—yang
berhubungan dengan hal-hal gaib atau mistik—yang dinilaiTan Malaka membuat
bangsa Indonesia tertindas. Logika mistika menjadi objek sasaran Tan Malaka
untuk mencari pengetahuan apa yang dapat melawannya.
Pada ranah ini, Tan Malaka
melibatkan dirinya dalam proses memperoleh knowledge
input pemikirannya. Sedangkan tujuan dari epistemologi, adalah
bagaimana atau dengan cara apa memperoleh pengetahuan tersebut. Setelah Tan
Malaka mempunyai sasaran analisis, yaitu logika mistika, Tan Malaka menemukan
pengetahuan Madilog sebagai antitesis logika mistika. Pertanyaannya, bagaimana
dan dengan cara apa Tan Malaka memperoleh pengetahuan Madilog? Sebab,
pengetahuan Madilog tentu tidaklah datang begitu saja seperti wahyu. Hal ini
tentu berkaitan dengan cara pandang dan analisis Tan Malaka.
Selanjutnya landasan. Landasan
atau fondasi memiliki arti yang sangat penting bagi bangunan pengetahuan. Ini
merupakan tempat berpijak. Bangunan pengetahuan menjadi mapan jika memiliki
landasan yang kuat. Analoginya seperti bangunan rumah, kuatnya konstruksi rumah
tergantung pada fondasi bangunannya. Demikian juga dengan epistemologi.
Landasan epistemologi yang dimaksud adalah metode ilmiah.
Metode ilmiah memiliki peran yang berarti
dalam mentransformasikan pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Sebab, pengetahuan
dengan ilmu pengetahuan (ilmu) berbeda. Pengetahuan merupakan keseluruhan
pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia
dan segala isinya. Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan keseluruhan sistem
pengetahuan manusia yang telah dibakukan secara sistematis
BISA tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan tergantung pada metode ilmiahnya sebab,
metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu
pengetahuan.
Tahapan
metode ilmiah ini didasarkan pada cara berpikir deduksi dan induksi. Cara
berpikir deduksi dikaitkan dengan rasionalisme atau sumber kebenaran adalah
pikiran. Deduksi merupakan cara berpikir yang menarik kesimpulan khusus dari
pernyataan yang bersifat umum atau dari umum ke khusus. Pernyataan umum
tersebut merupakan premis (alasan) yang dijadikan dasar untuk menarik
kesimpulan khusus.
Premis
ini merupakan suatu ilmu atau teori sebelumnya yang sudah diakui kebenarannya.
Dalam langkah metode ilmiah, deduktif digunakan saat penyusunan hipotesis atau
dugaan sementara. Dengan kata lain, hipotesis disusun berdasarkan teori
sebelumnya sehingga menjadi kerangka pemikiran. Salah satu cara berpikir
deduktif yaitu silogisme. Dalam konteks Tan Malaka misalnya,
Premis
Mayor : Budaya mistik begitu kuat melekat pada negara-negara di Asia. (teori
sebelumnya yang dijadikan landasan teori)
Premis
Minor : Indonesia merupakan salah satu negara di Asia.
(objek)
Kesimpulan : Indonesia merupakan negara yang memiliki
budaya mistik yang kuat.
(kesimpulan dibuktikan setelah melihat objek atau observasi)
Sedangkan
cara berpikir induksi, dikaitkan dengan empirisme atau sumber kebenaran, yaitu
pengalaman. Induksi merupakan kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan
yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat khusus atau dari khusus ke
umum. Pada induksi tidak ada keterkaitan erat antara alasan dan kesimpulan
yang kuat seperti dalam
deduksi.
Dari fakta yang ditemukan, subjek dapat menarik
kesimpulan yang bersifat umum. Maksudnya, suatu pernyataan dinyatakan benar
apabila ada fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. Misalnya, apakah
benar bangsa Indonesia termasuk bangsa yang mistik? Untuk memperoleh kebenaran
dari pernyataan ini, Tan Malaka harus membuktikan pernyataan ini. Dari
pembuktian ini Tan Malakan akan menarik kesimpulan dan melahirkan sebuah
pengetahuan ilmiah.
Dengan demikian, fungsi epistemologi bagi manusia
sangatlah penting. Sebab, manusia dengan pengetahuannya dapat melakukan
evaluasi dan mengkritisi bangunan pemikiran orang lain maupun dirinya sendiri
guna memperoleh sintesis pemikiran yang maksimal. Implikasinya, mendorong
dinamika berpikir manusia secara evaluatif dan kritis sehingga perkembangan
ilmu pengetahuan senantiasa berkembang.
Hal ini dapat dilihat dari evaluasi dan kritik Tan Malaka
terhadap berhawi
nemikiran. khususnva
Heeel, Marx, dan Lenin.
Laku,.....
Dalam buku yang menarik ini, pembaca
akan bertemu dengan Tan Malaka sebagai filsuf, sosiolog, dan yang
terpenting guru yang bekerja keras membangun sekolah untuk anak-anak
dari massa miskin, dengan landasan yang seratus persen berlainan dengan
sekolah-sekolah lain di Hindia Belanda. Dengan jitu penulis
memperlihatkan betapa Tan Malaka mendahului tokoh-tokoh teori pendidikan
progresif dan radikal seperti Freire, Bourdieu, dan lain-lain. Dari
situ pembaca dapat melihat bahwa ide-ide Tan Malaka masih hidup dan
sangat relevan dalam usaha bangsa Indonesia untuk mengubah sistem
pendidikan Indonesia kontemporer yang kropos dan diracuni oleh korupsi,
kebodohan, penipuan, dogma-dogma fanatik, komersialisme, birokratisme,
dan pembeoan dari sistem-sistem di Amerika Serikat dan beberapa negara
di Eropa.
Prof. Benedict Anderson, Ph.D
(Guru Besar Emeritus Universitas Cornell Amerika dan Pakar Sejarah – Politik Indonesia)
(Guru Besar Emeritus Universitas Cornell Amerika dan Pakar Sejarah – Politik Indonesia)
Kajian Syaifudin terhadap kehidupan dan
karya Tan Malaka dengan merujuk pada tulisan-tulisan Tan Malaka serta
tulisan berbagai ilmuwan dan penulis mengenai Tan Malaka perlu kita
hargai. Dalam buku ini Syaifudin mendeskripsikan dan menganalisis
kehidupan dan karya Tan Malaka, khususnya pemikiran dan penerapan ide
Tan Malaka di bidang sosiologi dan ilmu pendidikan. Bagi pembaca yang
belum mengenal karya Tan Malaka, buku ini merupakan pengantar awal ke
pemikiran Tan Malaka mengenai perubahan sosial dan upayanya untuk
mewujudkan ide-idenya melalui jalur pendidikan.
Prof. Kamanto Sunarto, Ph.D
(Guru Besar Emeritus Departemen Sosiologi FISIP-UI)
(Guru Besar Emeritus Departemen Sosiologi FISIP-UI)
Buku Syaifudin mengungkap dimensi baru
dari pemikiran Tan Malaka, yakni Tan Malaka sebagai pendidik. Sejauh
ini, pemikiran Tan Malaka lebih dipandang sebagai artefak: dikagumi tapi
dianggap sulit untuk diterapkan dalam konteks masa kini. Dengan
mengungkap ide-ide pedagogis Tan Malaka, buku Syaifudin ini bisa menjadi
gerbang bagi upaya untuk menggali sisi lain dari pemikiran Tan Malaka
yang masih bisa kita manfaatkan untuk keperluan Indonesia sekarang.
Dr. Robertus Robet, M.A.
Judul : Tan Malaka; Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis
Penulis : Syaifudin
Penerbit : Ar-Ruzz Media
Ukuran : 14,8 x 21 cm
Tebal : 312
ISBN : 978-979-25-4911-9
Penulis : Syaifudin
Penerbit : Ar-Ruzz Media
Ukuran : 14,8 x 21 cm
Tebal : 312
ISBN : 978-979-25-4911-9
No comments:
Post a Comment