SILA CARI DI SINI!

Google

Friday, March 27, 2009

IKLAN POLITIK TV-AKHMAD DANIAL


Hari-hari ini adalah saat yang paling tepat untuk sekolah politik, khususnya mata kuliah "Iklan Politik Dalam TV", alasan pertama karena atmosfir pembelajaran politik sedang kondusif, ditopang tersediannya alat-alat pembelajaran seperti spanduk, baliho, pamflet, leaflet, program radio dengan iklan politik dan TV semakin gencar menggempur di sembarang sudut kota hingga pojok desa. Alasan yang lain karena nir ongkos, artinya belajar tentang politik dalam kurun perhelatan pemilu tidak perlu harus membayar, bahkan kadang-kadang dibayar oleh kontestan.
Kehadiran buku ini patut disambut hangat oleh masyarakat, utamanya oleh kalangan mahasiswa politik, mahasiswa komunikasi, Komite Pemilihan Umum Pusat [KPU] dan Daerah [KPUD], Panwaslu, elite Politik lokal dan nasional, anggota Legisatif Pusat [DPR], serta simpatisan partai, baik yang gurem, maupun partai jumbo.
Kini orang dengan mudah dapat belajar, minimal menambah wawasan, bahwa kampanye saat ini telah membalik paradigma, dari model non-mediated campaign, pawai massa, kini beralih ke metode mediated campaign televisi. Perubahan tentunya berdampak luas dalam proses pembelajaran "perkampanye-an", mulai persoalan teknis, hingga membentangkan ide. Rupanya buku ini menawarkan solusi sekaligus menebarkan inspirasi.
PAKAR ANGKAT BICARA
Ketika peralihan paradigma bersiasat memasuki benak para politisi, disini pula para pakar membentangkan teorinya. Memang dahsyatnya media TV bagaikan bah Tsunami, semua orang menjadi terjerat dan terperanjat, kendati harus merogoh kocek yang tidak sedikit.
Denny, J.A ketika itu masih kandidat doktor politik, sudah mencandra pentingnya "japa mantera" Iklan Politik lewat media TV, dia menulis dalam kolom Majalah Gatra yang isisnya sbb:
"Di era Panglima Perang Alexander The Great dan Napoleon, untuk memperbesar pengaruh dan memenangkan dukungan politik diperlukan meriam dan bedil. Namun, di abad informasi di AS, untuk memenangkan pengaruh dan dukungan, yang diperlukan adalah iklan di televisi. Aktor utama di balik pertarungan politik bukan lagi jenderal perang, melainkan konsultan marketing"
Ini adalah sebuah pikiran yang sedang terjadi, dan sudah laik menjadi sebuah teori, bahwa iklan Tv sudah menjadi virus yang mempu menggerug paradigma yang selama ini berjaya.
Kemudia juga apa yang dikatakan T.Yulianti, pemerhati masalah internasional dari Universitas Airlangga, saat melukiskan gejala politik dalam Pemilu Presiden Indonesia tahun 2004.
"Perkembangan demokrasi di tanah air memasuki era baru yang ditandai dengan kebangkitan para media strategis, image makers, dan konsultan politik di belakang tim sukses kampanya para calon presiden. Indonesia telah memasuki era"Presidents for Sale" di mana kemenangan kandidat dalam Pemilu akan sangat ditentukan oleh kepiawaian konsultan politik dan biro iklan dalam menjual isu, image, dan janji-janji politisi yang menjadi kliennya...Iklan-iklan politik di televisi menjual kandidat presiden, seperti produsen menjajakan produk sabun dan sikat gigi"
Itulah endusan empiri T.Yulianti ketika mengamati kejadian-demi kejadian. Rupanya Effendi Gazali juga tidak ketinggalan mencadra petingnya membangun image lewat iklan TV.Pengamat Komunikasi politik Universitas Indonesia ini, mengatakan:
"Kalau sistem langsung sudah bermain citra. Bukan lagi main di mesin politik.....Mesin politik Mega semstinya jangan berkelahihi dengan bayang-bayang, tapi seharusnya mendorong agar citra Mega naik.....Tak ada janji iklan dari Megawati yang dapat dipetik langsung manfaatnya oleh rakyat"
Kemudia buku ini juga mempersilahkan pandangan R.William Liddle memberikan pandangannya terkait dengan iklan politik di TV. Menurutnya iklan politik di TV Indonesia itu masih santun bin sopan, dikatakan oleh Liddle sbb:
"Saya sudah menonton puluhan iklan politik, dari tahun 1999 hingga kini, dan belum pernh melihat iklan mengatif yang menyerang seorang calon atau tokoh partai secra pribadi. Dalam hal ini, mungkin ada sesuatu yang Amerika Serikat bisa pelajari dari pengalaman Indonesia". [Catatan: mungkin Pak William Liddle belum melihat Iklan politik di TV Indonesia akhir-akhir ini, yang saling tembak].
Menurut Liddle memang Amerika nampaknya sudah menjadi bagian politiknya, serang menyerang seakan perbuatan lazim dilakukan. Liddle mencontohkan sebabagi berikut:
"Saya teringat pada kepercayaan yang sudah lama diyakini sebagian besar aktivis Partai Demokrat, they will do anything necessary to win, mereka akan berbuat apa saja yang diperlukan untuk menang. Bagi kaum Republik, tujuan kemenagan calon presiden benar-benar menghalalkan segala cara"
PENGAKUAN BUKU INI.
Buku ini setengahnya melegitimasi bahwa iklan Politik di TV memiliki kedahsyatan dan sudah waktunya hadir secara masif di era komunikasi. Mesin politik dengan hinggar bingar telah tergantikan dengan pembentukan citra posistif sang kandidat. Dukun poliitk sudah waktunya digantikan dengan kehebatan dalam mendisain yang dimotori dengan konsultan politik. Buku ini juga mengungkap bahwa dalam pencitraan tidak serta merta mengambil oper model kampanye di Amerika, "Amerikanisasi Iklan TV". Setidaknya content harus beda, dan tetap menjaga kesantunan. Namun yang perlu disadari bahwa belanja politik semakin meningkat, karena tarif Iklan Politik di TV disamakan dengan iklan komersial.
Data buku
JUDUL:Iklan Politik TV-Modernisasi Kampany Politik Pasca Orde Baru
PENULIS: Akhmad Danial
PENERBIT: LKIS Salkan Baru No. 1 Sewon Bantul Jl. Parang Tritis KM. 4,4 Yogyakarta. Telp: [0274] 387194. http://www.lkis.co.id. E-mail: lkis@lkis.co.id
ISBN: 978-979-1283 748
TEBAL: xxxiv + 264 halaman 14,5 x 21 cm
CETAKAN: I- Pebruari 2009
[maaf posting belum tuntas]

No comments: