SILA CARI DI SINI!

Google

Monday, March 30, 2009

IKLAN POLITIK DALAM REALITAS MEDIA-SUMBO TINARBUKO

NARSISME POLITIK
Sekali lagi japa mantra iklan politik menujukkan kesaktiannya, pola baru kampanye ini telah membedah otak yang terbelenggu pada mesin politik, pengerahan massa, bayang-bayang sukses massa lalu. Sekarang tergantikan dengan pola pikir yang lebih maju, bahwa pencitraan dengan pengilkankan. Kini telah terbukti semua orang mewadahi keinginannya, beriklan diri sudah menjadi kepastian, bahkan belanja politik untuk iklan menjadi tak terbatas. Lebih ekstrem orang beriklan diri sudah tidak malu malu lagi, "Narsis".
Buku ini mengungkapkan sebuah teori yang diendus dari realita empiri, narsisme politik telah terjadi dan sulit dihindari.
Warung buku ini mengudang kehadiran karya Sumbo Tinarbuko, karena tertarik bahasannya yang cenderung muncul di musim kampanye ini. Fenomena perilaku narsisme dilakukan hampir semua celeg dan tidak malu-malu. Orang dengan kasar mengatakan, bahwa para caleg sedang melakukan "onani-politik" dan "masturbasi-politik".
Data buku
JUDUL: Iklan Politik Dalam Realitas Media
PENULIS: Sumbo Tinarbuko
PENERBIT: Jalasutra. Jl.Mangunnegaraan Kidul No. 25 Yogyakarta 55131. Telp: 0274-370445. E-mail: redaksi@jalasutra.com. --- redaksi_bdg@jalasutra.com
TEBAL: xx + 120 hlm; 15x21 cm
ISBN: 602-8252-10-7
CETAKAN : I- Maret 2009
Menurut buku ini mantra elektronik telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengontruksi citra diri, bahkan tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Keadaan ini memungkinkan munculnya perilaku "narsis". Narsisme itu bermula sebagai kecendurungan pencarian kepuasan seksual melalui tubuh sendiri. Kini dikaitkan dengan politik, sehingga kepuasan seksual tergantikan dengan kepuasan politik.
Selanjutnya buku ini menjelaskan narsisme politik sebagai berikut:
  1. Narsisme politik adalah kecenderungan pemujaan diri berlebih lebihan para elit politik, yang membangun citra diri, meskipun itu bukan realitas diri yang sebenarnya:'dekat dengan petani','pembela wong cilik', 'akrab dengan pedagang pasar', 'pemimpin bertaqwa','penjaga kesatuan bangsa','pemberantas praktik korupsi' atau 'pembela nurani bangsa'
  2. Narsisme politik adalah cermin artifisialisme politik melalui konstruksi citradiri yang sebaik, secerdas, seintelek, sesempurna dan seideal mungkin, tanpa menghiraukan pandangan umum terhadap realitas diri yang sebenarnya. Melalui politik pertandaan, berbagai tanda palsu tentang tokoh, figur, dan partai diciptakan untuk mengelabui persepsi dan pandangan publik
  3. Narsisme politik adalah bentuk keseketikaan politik yang merayakan citra instan dan efek yang segera, tetap tak menghargai proses politik. Aneka citra politik: 'jujur','cerdas','bersih', atau'nasionalis' adalah citra yang mestinya dibangun secara alamiah melalui akumulasi karya, pemikiran, tindakan, dan prestasi politik. Akan tetapi, mentalitas menerabas telah mendorong tokoh miskin prestasi untuk mengmabil jalan pintas dengan manipulasi citra secara instan.
  4. Narsisme politik adalah cermin politik seduksi, yaitu aneka trik bujuk rayu, persuasi, dan retorika komunikasi politik, yang tujuannya meyakinkan setiap orang, bahwa citra yang ditampilkan adalah kebenaran. Padahal, cita-cita itu tak lebih dari wajah penuh make-up, gincu, kosmetik dan topeng-topeng politik, yang menutupi wajah sebenarnya-polical camouflage.
Selanjutnya bab-bab yang dibahas antara lain:
  • Iklan politik Dalam Realitas Media
  • Iklan Politik Dalam Perpektif Desain Komunikasi Visual
  • Iklan Politik dalam Prespektif Pakar Komunikasi Poltik
  • Mengkhayal Iklan Politik yang Ideal

No comments: