Sekitar 28 artikel, yang selanjutnya dikategorikan dalam empat bab, kalau dicermati secara mendalam,maka kita akan mengenal jati diri Gus Dur yang sangat mendambakan adanya semangat kebangsaan, dan penuh dengan pengabdian di domain demokarsi. Gus Dur dengan jujur mengatakan, bahwa di dalam dalam tubuh organisasi Nahdlatul Ulama ini, mengalir dara nasionalisme, yang mematok harga mati republik ini, dengan harga mati. Terorisme dikecam pula oleh buku ini, dan tiada surga bagi sang teroris, menerawang pelaksanakan Pilkada yang kadang direspon masyarakat dengan sikap apatis, terurai dengan pas.
Data Buku:
JUDUL: GUS DUR—Menjawab Kegelisahan Rakyat
PENULIS : Abdurahman Wahid
PENERBIT:PT Kompas Media Nusantara. Jl: Palmerah Selatan 26-28 Jaskarta 10270
E-mail: buku@kompas.com
ISBN: 978-979-709-310-5
CETAKAN : II Juli 2007
TEBAL: viii + 168; 14 cm x 21 cm
Buku ini semuanya adalah ide murni Gus Dur, terlahir sebagai bentuk penuangan pemikiran setelah melewai realitas empiris, serta perenungan-perenungan yang dialami. Asam garam pergumulannya, serta penghayatannya terhadap wilayah demokratik, maka Gus Dur dalam buku ini seakan berpidato politik. Secara khusus akan memberikan penyadaran terhadap umat agar tidak salah ketika merespon keadaan.Upaya keras ingin mewujudkan, warganya untuk melek politik, terutama jamah Nahdlatul Ulama untuk menyadari, saat kita hidup di wilayah yang serba beraneka warna.
Karena citarasa bangsa ini “nano-nano” alias bermacam-macam, mulai dari manis, pahit, hingga masam. Tanpa penyadaran itu, maka proses integritas akan terlindas, dan segalanya akan berakhir dengan konflik.
Komentar Gus Dur tentang Negara Islam
Setelah banyak peratanyaan terkait dengan apakah sebenarnya konsep Islam tentang Negara? Gus Dur memberikan pandangan dengan kata-kata: tidak ada. Gus Dur beranggapan, Islam sebagai jalan hidup [syari’ah] tidak memilik konsep yang kelas tentang Negara. Mengapa Gus Dur mengatakan demikian? Karena sepanjang hidupnya, Gus Dur telah mencari dengan sia-sia makhluk yang dinamakan Negara Islam. Sampai hari ini pun belum ditemukan. …[hlm: 3]
NU TIDAK MEMERLUKAN NEGARA ISLAM
Dalam bab membaca NU, secara tegas dapat ditemukan, bahwa keinginan membangun Negara Kesatuan telah lama ada relung hati organisasi ini.
Ketika Mutakmar NU di Banjarmasin tahun 1935, para mutakmirim memutuskan bahwa kawasan ini tidak memerlukan Negara Islam. Keputusan NU ini menjadi dasar, mengapa kemudian para pimpinan berbagai gerakan di negeri ini mengeluarkan Piagam Jakarta dari Undang-undang Dasar [UUD] kita. Jadilah negeri kita sebuah Negara Pancasila dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI], yang tetap lestari hingga hari ini, dan kelihatannya tidak akan berubah seterusnya.
Tanggal 22 Oktober 1945, Pengurus Besar NU [hoofdbestur NU), yang saat itu berkedudukan di Surabaya, menegluarkan “Resolusi Jihad”, untuk mempertahankan dan memperjuangkan Republik Indonesia adalah kewajiban agama atau disebut jihad, meski NKRI bukan sebuah Negara Islam atau lebih tepatnya sebuah Negara agama. …[hlm: 18]
ISLAM SEBAGAI MORALITAS PENDIDIKAN
…….Nahdlatul Ulama [NU], umpamanya, dalam salah satu muktamarnya, setelah tahun 1971 di Surabaya, ternyata merumuskan Islam sebagai moralitas pendidikan dan ajaran/ hukum agama. Dengan demikian, NU tidak dapat menerima Islam sebagai sesuatu yang ideologis dalam kiprahnya….[hlm: 108]
No comments:
Post a Comment