Seperti biasa menu di warung ini belum beringsut dari masalah-masalah tulis menulis, kesempatan yang di undang untuk tampil kali ini, adalah karya Ersis Warmansyah Abbas.
Di Warung masih terdapat satu buku lagi dengan judul “Mari Menulis”, merupakan karya Ersis, namun untuk kali ini belum diberi kesempatan untuk nonggol sebagai sajian. Kesengajaan warung dapat dibaca, bahwa berkaitan dengan Hari Pendidikan Nasional ini, warung bernafsu sekali untuk membahas budaya menulis dengan berbagai dimensi motivasinya. Oleh karenanya pengunjung warung harus sabar , jika sepekan ke depan sajian berkutat masalah menulis.
Hari Pendidikan Nasional sebagai wahana tepat untuk mengingat, bukankah pendidikan difungsikan menjaga peradaban , dan budaya menulis adalah pengawalnya.
Warung terpaksa minta maaf kepada pengujung, yang beda selera, namun ini hanyalah sementara.
Di Warung masih terdapat satu buku lagi dengan judul “Mari Menulis”, merupakan karya Ersis, namun untuk kali ini belum diberi kesempatan untuk nonggol sebagai sajian. Kesengajaan warung dapat dibaca, bahwa berkaitan dengan Hari Pendidikan Nasional ini, warung bernafsu sekali untuk membahas budaya menulis dengan berbagai dimensi motivasinya. Oleh karenanya pengunjung warung harus sabar , jika sepekan ke depan sajian berkutat masalah menulis.
Hari Pendidikan Nasional sebagai wahana tepat untuk mengingat, bukankah pendidikan difungsikan menjaga peradaban , dan budaya menulis adalah pengawalnya.
Warung terpaksa minta maaf kepada pengujung, yang beda selera, namun ini hanyalah sementara.
SAMPUL BELAKANG BERTERUS TERANG:
Lumayan menggugah, kata-kata yang tertulis di belakang sampul ini. Laik dibaca oleh semua orang, apakah yang berminat menulis, atau seorang-orang yang senang berbicang.
Kata-kata itu “menggendam’, setiap pembaca akan terkena, namun yang terlena tetap pada pusaran lama, yakni tidak menulis sama sekali.
Isi tulisan itu:
[Menulis tidak perlu belajar, berguru, mengikuti kursus, orientasi, penataran atau apapun namanya. Apalagi sampai belajar kepada mereka yang secara factual tidak perbnah menulis atau produktivitasnya mandul.
Bagaimana agar fasih menulis?
Tulis apa yang hendak ditulis, pasti jadi tulisan] (Ersis Warmansyah Abbas)
[Banyak buku tuntunan menulis di pasaran. Namun, jika buku-buku itu membuat Anda justru jadi takut menulis, tinggalkanlah!
Berpalinglah kepada buku yang membuat Anda termotivasi untuk menulis](Dr. Jumadi, Dosen Unlam)
Lumayan menggugah, kata-kata yang tertulis di belakang sampul ini. Laik dibaca oleh semua orang, apakah yang berminat menulis, atau seorang-orang yang senang berbicang.
Kata-kata itu “menggendam’, setiap pembaca akan terkena, namun yang terlena tetap pada pusaran lama, yakni tidak menulis sama sekali.
Isi tulisan itu:
[Menulis tidak perlu belajar, berguru, mengikuti kursus, orientasi, penataran atau apapun namanya. Apalagi sampai belajar kepada mereka yang secara factual tidak perbnah menulis atau produktivitasnya mandul.
Bagaimana agar fasih menulis?
Tulis apa yang hendak ditulis, pasti jadi tulisan] (Ersis Warmansyah Abbas)
[Banyak buku tuntunan menulis di pasaran. Namun, jika buku-buku itu membuat Anda justru jadi takut menulis, tinggalkanlah!
Berpalinglah kepada buku yang membuat Anda termotivasi untuk menulis](Dr. Jumadi, Dosen Unlam)
Pencandraan agar terasa lebih mak-nyus, warung dengan terpaksa memaparkan kata pengantar buku, yang dianggap punya fungsi memacu. Jika dalam pengantar itu terdapat kritik yang menggelitik, anggap saja jarum sutik yang berisi serum agar kesehatan piker menjadi cantik.
MENULIS ITU PERADABAN YANG OK, KALAU TIDAK YA PRIMITIF
Baru saja halaman perhalaman buku ini dibuka, ternyata buku ini dihantarkan oleh Dr.Jumadi, pengantarnya di beri judul “Mengapa Kita Perlu Menulis? Dalam kata engantar dinyatakan, bahwa dalam perspektif antropologi, ternyata penggunaan bahasa tulis berbanding lurus dengan tingkat peradaban suatu masyarakat. Artiya , semakin intensif suatu masyarakat mengungkapkan gagasanya secara tertulis, semakin tinggi pula tingkat peradabannya. Buku ini tentunya menohok seorang-orang yang jarang dan sangat jarang menulis, identik dengan peradabannya yang primitif
Masih mau disebut primitif? Anda tentunya menolak. Namun menolak tanpa ada perubahan sama dengan bonek. Bagaimana tidak bonek, kelakukan tidak berubah, tapi rasa tersinggung bertambah.
Mengubah citra diri: jadikan menulis sebagai bagian hidup, adalah jalan yang paling bijak dan bermartabat.
Profesi ”Umar Bakri” juga disebut-sebut, bahkan sampai ”Umar Bakri Besar” alias Guru Besar, konon dianggap pelit dalam berbagi ilmu. Buktinya senang ”ngomong” ketimbang menulis.
MENULIS ITU PENYUCIAN JIWA:
Seandainya Chomsky dan Socrates hanya menyampaikan gagasannya melalui omongan, berapa orang yang bisa mengakses pikirannya? Dengan bukunya, Chomsky dan Socrates memilih jadi Guru yang dermawan daripada guru pelit.
Selain menjadi guru dermawan, ternyata penulis juga bisa membuat penyadaran, seornag penulis juga dapat memberikan katarsis, penyucian jiwa akibat kepenatan urusan dunia.
”BERAK” KOK JADI TEORI”:
Ersis itu memang penulis cerdas, tapi kenakalannya dibilang lumayan inovatif, kenakalan nya itu adalah membuat teori terkait dengan ”berak-memberak”.
Katanya, kalau kita banyak makan akan menumpuk di lambung. Mesin lambung akan bekerja menggilingnya, mana yang baik dijadikan ”makanan” tubuh, yang lainnya jadi ampas. Juntrungnya terori berak made in Ersis ini adalah, jika orang yang banyak membaca, hasilnya tulisan berjuta-juta. Tentunya akan terjadi jika seorang-orang tidak makan, hasilnya hanyalah ”kentut” saja.
[Warung berupaya mengintepretasi, jika seorang-orang tidak membaca, mungkin tulisannya seperti kentut. warung punya saran, sebaiknya teori berak ini di ganti saja dengan teori kentut ]
Mengubah citra diri: jadikan menulis sebagai bagian hidup, adalah jalan yang paling bijak dan bermartabat.
Profesi ”Umar Bakri” juga disebut-sebut, bahkan sampai ”Umar Bakri Besar” alias Guru Besar, konon dianggap pelit dalam berbagi ilmu. Buktinya senang ”ngomong” ketimbang menulis.
MENULIS ITU PENYUCIAN JIWA:
Seandainya Chomsky dan Socrates hanya menyampaikan gagasannya melalui omongan, berapa orang yang bisa mengakses pikirannya? Dengan bukunya, Chomsky dan Socrates memilih jadi Guru yang dermawan daripada guru pelit.
Selain menjadi guru dermawan, ternyata penulis juga bisa membuat penyadaran, seornag penulis juga dapat memberikan katarsis, penyucian jiwa akibat kepenatan urusan dunia.
”BERAK” KOK JADI TEORI”:
Ersis itu memang penulis cerdas, tapi kenakalannya dibilang lumayan inovatif, kenakalan nya itu adalah membuat teori terkait dengan ”berak-memberak”.
Katanya, kalau kita banyak makan akan menumpuk di lambung. Mesin lambung akan bekerja menggilingnya, mana yang baik dijadikan ”makanan” tubuh, yang lainnya jadi ampas. Juntrungnya terori berak made in Ersis ini adalah, jika orang yang banyak membaca, hasilnya tulisan berjuta-juta. Tentunya akan terjadi jika seorang-orang tidak makan, hasilnya hanyalah ”kentut” saja.
[Warung berupaya mengintepretasi, jika seorang-orang tidak membaca, mungkin tulisannya seperti kentut. warung punya saran, sebaiknya teori berak ini di ganti saja dengan teori kentut ]
Jadi, kalau bermaksud menjadi penulis, ya banyak membaca. Harus banyak masukan ke otak.
Kalau punya entry behavior yang cukup pasti menulis jadi mudah.
MEMOTIVASI DAN BUKAN MENGGURUI:
Kalau ingin menulis dengan enteng, mudah dan tidak membebani, ambilah manfaat positif. Rangkaian tulisan arahkan ke ranah motivasi ketimbang menggurui. Syarat cerdas menulis yang ditawarkan cukup sederhana, menulis adalah urusan pribadi. Kalau mau nulis, tulis saja, pasti jadi tulisan.
MENULIS MUDAH TERNYATA ADA ATURANNYA:
Membaca dan membaca: Jadikan membaca sebagai kebutuhan. Kalau tidak mampu membeli buku, surat kabar atau majalah, maka rajin ke perpustakaan adalah suatu kewajiban. Lebih cerdas bila membiasakan diri ”berselncar di depan PC’ alias ”ngenet’ Prinsip yang dikedepankan adalah, membaca, membaca dan terus membaca.
Jangan bertanya: Jangan bertanya pada siapa saja tentang menulis. Penulis pasti memiliki gaya tertentu dan tidak mudah ditiru. Ingat banyak orang yang terlalu banyak bertanya hingga kehilangan waktu menulis.
Kalau ingin menulis dengan enteng, mudah dan tidak membebani, ambilah manfaat positif. Rangkaian tulisan arahkan ke ranah motivasi ketimbang menggurui. Syarat cerdas menulis yang ditawarkan cukup sederhana, menulis adalah urusan pribadi. Kalau mau nulis, tulis saja, pasti jadi tulisan.
MENULIS MUDAH TERNYATA ADA ATURANNYA:
Membaca dan membaca: Jadikan membaca sebagai kebutuhan. Kalau tidak mampu membeli buku, surat kabar atau majalah, maka rajin ke perpustakaan adalah suatu kewajiban. Lebih cerdas bila membiasakan diri ”berselncar di depan PC’ alias ”ngenet’ Prinsip yang dikedepankan adalah, membaca, membaca dan terus membaca.
Jangan bertanya: Jangan bertanya pada siapa saja tentang menulis. Penulis pasti memiliki gaya tertentu dan tidak mudah ditiru. Ingat banyak orang yang terlalu banyak bertanya hingga kehilangan waktu menulis.
Ada lagi yang super lucu. Seorang-orang mengikuti penataran menulis. Gilanya, Si penatar belum pernah menulis buku. Coba pakai logika sederhana, mungkinkah orang yang tidak pernah menulis, ’mengajari’ bagaiman cara menulis?
Terlahir sebagai orang pintar: ”born to be a genius”. Kini tinggal meyakinkan diri, menguatkan tekad, dan mengaplikasikannya dengan semboyan ”motivatif”: SAYA PASTI BISA.
No comments:
Post a Comment