SILA CARI DI SINI!

Google

Friday, November 21, 2008

KAMI INGIN PRESIDEN BARU

Barangkali karena terlalu lama jabatan Presiden itu di jabat Jendral Besar. H. Mohammad Soeharto, jika dihitung sudah enamkali masa jabatan, merupakan hal yang muatahil di negeri demokrasi, namun sejarah mencatatnya hal itu terjadi. Kemungkinan realitas itulah yang meransang dan mengilhami pemilihan judul buku ini. "Kami Ingin Presiden Baru".
Penerbit Institut Studi Arus Informasi berprakarsa melahirkan buku ini, yang diendus dari Polling TEMPO interaktif . No. 23/1998. Hasil tersimpulkan bahwa Soeharto sudah tidak menarik lagi menjadi Presiden, namun yang terjadi berbeda, Soeharto terpilih kembali, kendati harus ditengah jalan berhenti.
Apakah terpilihnya Soeharto ketika itu karena keinginannya sendiri ? Buku ini mendiskripsikannya. Dan apakah tidak ada kejanggalan ketika itu, buku ini berupaya memberitahu.
Data Buku
JUDUL: Kami Ingin Presiden Baru
PENULIS: Anonim
PENERBIT: Isntitut Studi Arus Informasi
CETAKAN: I--Maret 1998
TEBAL: 39
Sadapan Ringan:
HARMOKO MENDORONG
Kalau ingin tahu siapa sebenarnya orang yang mendorong Soeharto untuk mencalon kembali sebagai presiden kali ketujuh, Harmoko orangnya. Itu yang dapat disimpulkan dari buku ini.
Berawal dari rapat pimpinan Golkar, pada oktober 1997, Soeharto melemparkan pertanyaan: apakah benar rakyat masih menginginkan dirinya? Ketika itu Dewan Pembina Golkar memberikan "penugasan" kepada pimpinan Golkar agar memanfaatkan waktu tiga bulan menjelang Sidang Umum MPR untuk meneliti dukungan rakyat kepadanya.
Sejak "penugasan" itu diturunkan, tak pernah jelas bagaimana Golkar meneliti dukungan rakyat itu. Tak pernah jelas apakah Golkar membuat pengumpulan pendapat umum, jajak pendapat, atau sensus untuk menjajaki suara rakyat itu. Harmoko, sebagai Ketua Umum Golkar dan juga Ketua DPR/MPR, kabarnya dalam safari ramadhan lalu mendengarkan suara-suara 'kalangan bawah". Harmoko juga berkata bahwa pencalonan oleh Golkar didasarkan pada surat-surat dukungan yang masuk ke markas Golkar di Jakarta. Dalam proses ini juga tidak banyak penjelasan dari partai pemenang pemilu itu. Misalnya siapa saja yang ditemui Harmoko, rakyat lapisan mana saja yang ditemui Harmoko, siapa saja yang menulis surat dukungan, dan berapa besar dukungan itu dibandingkan yang menolak Pak Harto. Pkoknya menurut Golkar: rakyat masih menginginkan Pak harto .
Buat Haji soeharto, "penelitian" Harmoko rupanya dianggap cukup.
HARMOKO URUNG JADI WAKIL PRESIDEN:
Sebagai presiden ternyata Pak Harto juga pernah di fait accompli, itu kata pengamat. Kronologinya berawal dari siapa wakil presiden yang mendampingi Soeharto. Kabarnya melalui perdebatan dan voting-- mengajukan dua nama, Harmoko dan Habibie. PPP ketika itu mengajukan nama ketua partai Buya Ismail Hasan Metarum dan Bj Habibie. Harapan tersebut akhirnya pupus. Presiden Soeharto tiba-tiba berkata bahwa sebaiknya calon wapres tak disebutkan namanya, cukup kriterianya saja. Tapi nama-nama calon wapres sudah terlanjur berjhamburan. Kalau saja Fraksi ABRI dan Utusan Daerah punya nama sendiri, bisa-bisa sulit buat presiden terpilih menetukan calon wakil presiden pilihannya. apalagi, lima tahun lalu ada kejadian tak mengenakkan Presiden Soeharto. Ketua Fraksi ABRI ketika itu Harsudiono Hartas mendadak mengumumkan di depan pers bahwa ABRI menghendaki Try Sutrisno [ketika itu Panglima ABRI] sebagai wapres. Sebuah sikap yang dianggap banyak pengamat politik sebagai fait accomply terhadap pak Harto
Maka, agar "kasus Hartas" tak terulang lagi, sebuah nama harus "difinalkan" sebelum sidang umum MPR. Maka, Golkarpun "menarik" pencalonan Harmoko dan hanya menyisakan seorang kandidat: BJ Habibie.

No comments: