Kalau ada orang Indonesia yang diuntungkan karena karut marutnya negara, rusaknya birokrat, selingkuhnya legislator, maraknya antri minyak, mahalnya beras, macetnya lalu litas, sampai korupsi yang selalu bersemi. Butet Kartaradjasa orangnya.
Keadaan yang kacau balau yang terjadi di negeri ini adalah energi ide bagi sang Butet. Bahkan untuk mengobarkan semangat cinta negeri kadang harus bermetapora menjadi seorang presiden. Kekacauan diubah menjadi energi yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk badut sirkus, komedi, lelucon parodi, bahkan sandiwara caci maki. Tentu orang yakin apa yang dilakukan bukan bukan tindakan subversi, namun lebih memberikan hiburan yang berarti, sekaligus membangun visi.
Tentunnya Butet tidak memiliki hati untuk membenci,apalagi menebar caci maki, namun melalui gaya parodi akan memberikan pembelajaran pada anak negeri untuk bangkit percaya diri.
Kini samudera ide itu mensuplai niatan suci sang Butet, dan kali ini diwadahi dalam buku. Kreasinya memang mengundang kagum, kendati citarasa kritiknya tajam, ketika dibukukan ternyata lebih bermakna pembelajaran.
Keadaan yang kacau balau yang terjadi di negeri ini adalah energi ide bagi sang Butet. Bahkan untuk mengobarkan semangat cinta negeri kadang harus bermetapora menjadi seorang presiden. Kekacauan diubah menjadi energi yang selanjutnya ditampilkan dalam bentuk badut sirkus, komedi, lelucon parodi, bahkan sandiwara caci maki. Tentu orang yakin apa yang dilakukan bukan bukan tindakan subversi, namun lebih memberikan hiburan yang berarti, sekaligus membangun visi.
Tentunnya Butet tidak memiliki hati untuk membenci,apalagi menebar caci maki, namun melalui gaya parodi akan memberikan pembelajaran pada anak negeri untuk bangkit percaya diri.
Kini samudera ide itu mensuplai niatan suci sang Butet, dan kali ini diwadahi dalam buku. Kreasinya memang mengundang kagum, kendati citarasa kritiknya tajam, ketika dibukukan ternyata lebih bermakna pembelajaran.
Mohamad Sobary memberikan pengantar, Arswendo Atmowiloto mengomentari, masih ada barisan lain yang mengomentari seperti, Todung Mulya Lubis, Ayu Utami, Andy F. Noya, Goenawan Mohamad, Jannifer Lindsay, Ashadi Siregar sampai Pak Kiai kita A. Mustofa Bisri.
Data Buku
JUDUL : Presiden Guyonan
PENULIS: Butet Kartaredjasa
PENERBIT: Kitab Sarimin, Yogyakarta
Bugisan Selatan. Jl. Madukismo No. 15 A, Yogyakarta, 55181 Indonesia. E-mail: kitabsarimin@yahoo.co.id kartaredjasa@yahoo.co.id
Data Buku
JUDUL : Presiden Guyonan
PENULIS: Butet Kartaredjasa
PENERBIT: Kitab Sarimin, Yogyakarta
Bugisan Selatan. Jl. Madukismo No. 15 A, Yogyakarta, 55181 Indonesia. E-mail: kitabsarimin@yahoo.co.id kartaredjasa@yahoo.co.id
ISBN: 978-979-18772-0-6
CETAKAN: I- Nopember 2008
"jabang bayi" buku ini merupakan kumpulan kolom "celathu"harian Suara Merdeka, mulai september 2007-hingga september 2008.
"celathu" itu adalah kosakata Jawa, orang yang bukan Jawa kurang akrab dengan kata ini. "Celathu" itu lebih identik mengintepretasikan sebuah fenomena yang timbangannya cenderung ke wilayah negatif. Namun untuk intepretasi yang timbangannya ke wilayah positif orang Jawa menamai "mencandra". Barangkali "mencelathu" adalah "rejeki", "barokah" atau "hoki" Mas Butet. "Celathu" itu saat ini sangat digemari siapa saja, tua ataupun muda, oleh karenanya ketika di kumpulkan dan dijadikan sebuah buku, kemungkinan diprediksikan akan laris manis jual habis.
Mohamad Sobary mengomentari lewat pengantar ini, dikatakan bahwa saat ini banyak penguasa yang lalai dan tidak sadar ketika berkuasa. Dan selalu salah sangka bahwa 'orang biasa' yang diam, dan hanya mengamati,dikiranya tak tahu menahu persoalan. Kedunguan mereka sendiri membuat mereka tak sadar bahwa diam-diam diri mereka 'sedang', 'dionceki', 'diblejeti' dan di 'analisis'. Barangkali Mas Butet lagi memanfaatkan momentum ini. Akhirnya saat ini Butet menjadi sejenis icon yang menjanjikan tombo ati.
CETAKAN: I- Nopember 2008
"jabang bayi" buku ini merupakan kumpulan kolom "celathu"harian Suara Merdeka, mulai september 2007-hingga september 2008.
"celathu" itu adalah kosakata Jawa, orang yang bukan Jawa kurang akrab dengan kata ini. "Celathu" itu lebih identik mengintepretasikan sebuah fenomena yang timbangannya cenderung ke wilayah negatif. Namun untuk intepretasi yang timbangannya ke wilayah positif orang Jawa menamai "mencandra". Barangkali "mencelathu" adalah "rejeki", "barokah" atau "hoki" Mas Butet. "Celathu" itu saat ini sangat digemari siapa saja, tua ataupun muda, oleh karenanya ketika di kumpulkan dan dijadikan sebuah buku, kemungkinan diprediksikan akan laris manis jual habis.
Mohamad Sobary mengomentari lewat pengantar ini, dikatakan bahwa saat ini banyak penguasa yang lalai dan tidak sadar ketika berkuasa. Dan selalu salah sangka bahwa 'orang biasa' yang diam, dan hanya mengamati,dikiranya tak tahu menahu persoalan. Kedunguan mereka sendiri membuat mereka tak sadar bahwa diam-diam diri mereka 'sedang', 'dionceki', 'diblejeti' dan di 'analisis'. Barangkali Mas Butet lagi memanfaatkan momentum ini. Akhirnya saat ini Butet menjadi sejenis icon yang menjanjikan tombo ati.
No comments:
Post a Comment