SILA CARI DI SINI!

Google

Monday, November 10, 2008

PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945, KARYA ASLI BUNG TOMO-[SUTOMO]


Apa dan Bagaimana pun sejarah adalah guru terbaik bagi semua orang, tidak perduli status sosial atau latar belakang politik, agama, gender, kelamin, bangsa atau ras, semuanya membayar kesungguhan pada sejarah. Seorang-orang filsuf Yunani Kuno, Cicero, memparkan hasil perenungannya tentang sejarah, "Historia Viate Magistra" [Sejarah adalah guru kehidupan]. Buku ini mengungkapakna bahwa, sejarah masa lalu merupakan pelajaran berharga bagi kita semua untuk menapaki hidup pada hari ini dan hari-hari mendatang. Demikian pula dengan pertempuran 10 Nopember 1945. Di sinilah kita bisa mengambil hikmah setelah membaca sejarah lewat buku yang diterbitkan oleh Visimedia. Di sinilah kearifan kita diuji. Apalagi saat ini adalah saat yang tepat, karena setelah menunggu selama 27 tahun akhirnya Bung Tomo-SUTOMO, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Bukan terlambat, namun justru saat yang tepat, karena dengan pengakuan ini akan lebih menguatkan bangsa kita, sebagai bangsa yang menghargai sejarah dengan penuh kecermatan. Yang berati pula bahwa verifikasi kepahlawan Bung Tomo adalah verifikasi yang paling valid.
Akhirnya sebagai penghargaan kepada Bung Tomo, Warung melakukan posting terkait dengan rasa kegembiraan ini.
Data Buku:
JUDUL: Pertempuran 10 Nopember 1945 -Kesaksin dan Pengalaman Seorang Aktor Sejarah]
PENERBIT: Visimedia. Jl.H. Montong. Ciganjur-Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630. Telp. 021-78883030-Ex 213,214,216.
E-mail: visimediaciganjur@gmail.com. redaksi@visimediapustaka.com
Web; http://www.visimediapustaka.com/
ISBN: 979-104-413-4
CETAKAN: Pertama , Usaha Penerbitan Balapan Djakarta 1951
Kedua, Nopember 2008
TEBAL: xiv + 164 hlm; 140x120 mm
SARING-SADAPAN RINGKAS
Bung Tomo berkisah apa sebenarnya, bahkan dalam pikirannya ingin menjadikan sejarah sebagai alat pembelajaran yang paling jujur. Ketika 10 Nopember 1945 Bung Tomo sempat juga menorehkan pusi juangnya:


Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapa pun juga!



Puisi ini seakan memberi pelajaran dan bagaikan motivasi abadi untuk siapa saja yang mengaku dirinya seorang patriot.

Dalam buku ini dibentangkan, jika saja sinyo-sinyo Belanda ketika itu tidak memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina secara besar-besaran, maka peristiwa penyobekan Bendera di Hotel Yamato [Orange Hotel] tidak akan terjadi. kisah itu di awali beberapa hari sebelum tanggal 31 Agustus 1945 [hari lahir Ratu Belanda, Wilhelmina], para pemuka Belanda telah mengajakukan permintaan kepda pembesar Indonesia di Surabaya, agar pada tanggal 31 Agustus tersebut diperkenankan mengibarkan bendera Belanda.

Mengingat rakyat Indoneisa kala itu sedang berada dalam suasana gembira menyambut kemerdekaannya, untuk menjaga hal-hal yang tidak dinginkan, pemerintah kersidenan merasa kurang mbertanggung jawab jika pertmintaan Belanda itu diluluskan.

Tampaknya sika pemerintah daerah yang penuh kasih sayang terhadap golongan minoritas dan berdasarkan pertimbangan psikologis yang matang tersebut tidak dimengerti oleh orangt-orang Belanda yang keras kepala. Meskipun pada tanggal 31 Agustus itu tidak jadi mengibarkan si tiga warna, mereka masih mencari kesempatan yang lebih baik untuk memuaskan nafsu mereka.

Setelah beberapa orang militer dan sipil "utusan sekutu" tiba di Surabaya dan m,engadakan hubungan langsung pembesar pembesar pemerintah balatentara Nipon dan tanpa sepengetahuan Pembesara Republik Indonesia, semakin tampaklah kecongkakan mereka terhadap rakyat Indoensia. Para pemuda Indo Belanda dan kawan-kawanya terlihat semakin giat sekali mempersiapkan diri dengan membentuk gerombolan-geriombolan tertentu.

Namun, rupanya mereka kurang taktis!

Bersiul dan mengejek secara demonstratif dengan bergerombol mengendarai sepde hany menimbulkan sikap curiga dan waspada di kalangan rakyat dan pemuda.

.....Suasana panas tersebut mencapai puncaknya pada tanggal 18 September 1945. Biang keladinya adalah dua orang Belanda, Ploeman dan Spit, Dengan tanpa alasan dikibarkanlah di tiga warna di atas Hotel Orange.....[Maaf tidak diposting lanjut]

1 comment:

Anonymous said...

Buku yang bagus banget Mas. Saya juga sudah beli dan baca. Nilai plus yang pantas diacungi jempol buat penerbitnya adalah dengan adanya bonus CD tiga pidto yang cuku menyentuh hati kita..... Merdeka!

Om Yon