SILA CARI DI SINI!

Google

Tuesday, May 27, 2008

MENTERI YANG SANGGUP MENURUNKAN HARGA ??


[Pengalaman Hadey Hasibuan SH, sebagai Calon Menteri Penurunan Harga.]
Hari ini demo berlangsung di mana-mana, dari sudut kota kecil hingga Ibu kota marak dilakukan. Mulai dari kampus-kampus, hingga masyarakat luas ikut dalam arus. Nafas demo bergerak pada pusaran, bagaimana mencegah lonjakkan harga bahan bakar. Demo mentarget harapan agar bahan bakar tidak naik, alasannya jika harga bahan bakar naik akan memicu keinakan-kenaikan lainnya. Demo yang semarak, ternyata membawa akibat bermacam-macam. Mulai dari kemacetan jalan, dan kadang-kadang juga memunculkan peristiwa sampingan, seperti penyerangan kampus Universitas Nasional. Koran lokal hingga Koran level Nasional yang terkenal langsung memanfaatkan peritiwa itu sebagai bahan baku pemberitaan. Bahkah tidak kalah seru ketika demo itu marak, orang yang terhormat di negeri, mengatakan, “siapa yang demo tentang harga BBM sama dengan membela orang kaya”.
Peristiwa ini mengingatkan kita pada masa “TRITURA”, mahasiswa membuat pusaran yang hebat dengan melakukan aksinya yang mendapat dukungan masyarakat. Apel massa dilakukan, saat itu tiada seorangpun yeng mengira dan menyadari kenyaaan sejarah, bahwa hari itu merupakan hari kebangkitan perjuangan mahasiswa dan momentum sejarah dalam menyosong suatu kehidupan baru , titik awalnya Orde Baru. Dalam apel itu bergema Tri Tunutan Rakyat yang tertuang dalam kalimat sederhana tapi memilki makna hakikat yang dalam sekali artinya, yakni:


  1. Bubarkan PKI

  2. Rombak Kabinet Dwikora

  3. Turunkan Harga.
BUNGKARNO PERNAH MURKA PADA DEMONSTRAN :
Tuntutan yang penuh kegairahan itu mencapai puncaknya ketika digelar di Istana Bogor sambil menghadiri Sidang Kabinet Dwikora pada tanggal 15 Januari 1966.
Bungkarno dalam pidato di depan siding cabinet Dwikora menjawab langsung akan tuntutan generasi muda, khususnya tuntutan ketiga-----TURUNKAN HARGA.
“ Siapa yang sanggup menurukan harga yang dihebojkan kini, ia akan segera diangkat menteri. Tapi, jikalau keadaan itu bertambah buruk, ia akan saya tembak mati. Tidak peduli, apakah ia Angkatan Bersenjata, Organisasi Politik, Organisasi Massa, kalangan amahasiswa atau wartawan, Kalau ia sanggup menurtunkan harga dalam 3 bulan, ia akan saya lantik sebagai menteri.
“Jika dalam tempo 3 bulan mulai sekarang yakni tanggal 15 April 1966, keadaan ekonomi bertambah buruk, ia akan saya suruh tembak mati. Apabila keadaan itu tetap saja yang kita hadapi kini, ia akan saya masukkan ke dalam penjara 10 tahun”
Lalu Bungkarno berseru, “ ayo, bangsa Indonesia, siapa sanggup menurunkan harga-harga itu dalam jangka waktu 3 bulan ia akan saya lantik sebagai menteri. Ini tantanganku !.
Sejak Bungkarno mencanangkan tantangannya, maka situasi makin tidak menentu, tekanan luar biasa kepada gerakan mahasiswa. Larangan melakukan demonstrasi, larangan berkumpul lebih 5 orang, etror mental berupa isyu-isyu yanmg mengerikan hingga tokoh tokoh mahasiswa tidak berani di rumahnya.
MUNCUL SEORANG POKROL PEMBERANI.
Pada situasi yang mencerkam itu, tiba-tiba muncul orang yang bernama Hadely Hasibuan SH, seorang pengacara dan direktur majalah hiburan Varia, menyahut tantangan Bungkarno. Ia bersedia mencalonkan menteri penurunan harga.
Sikap dan kebraniannya itu seakan memberi injeksi perjuanagan generasi muda kala itu.
Hadely Hasibuan dielu-elukan mahasiswa, bahkan sebuah nyanyian diciptakan mahasiswa Bandung unytuk sang calon meteri.


Dalam berita Yudha tersebut kisah
Hasibuan namanya menghadap raja,
Tiga bulan lamanya tuirunkan harga,
Jika tidak berhasil penggal kepala,
Hasibuan----sh, Hasibuan---sh.
Warung memiliki dukumen kisah nyata ini, dalam bentuk buku yang diterbitkan oleh Yayasan Pratama Sari, Kartini Group.
Detail Buku:
JUDUL : Pengalamanku Sebagai Calon Menteri Penurunan Harga
PENULIS: Hadely Hasibuan, SH
PENERBIT : Kartini Group, Jl. Garuda 82 P, Jakarta 10620CETAKAN : Pertama 1985

2 comments:

Norman said...

Hi Pak Joko,

FYI, pak Hasibuan telah meninggal dunia di Medan pada tahun 2006, terima kasih telah membaca bukunya.

Norman, keluarga

Unknown said...

Innalillahi Wainna Ilaihi Rajiuun...
Pada awal2 reformasi saya pernah kerja sama dengan Pak Hadely Hasibuan, SH dalam penulisan buku2 populer seperti: Megawati berhentilah menangis, Zarima Ratu Ekstasi, dan lain-lain. Keadaan beliau pada waktu sangat menyedihkan, tapi beliau tetap semangat, bahkan di akhir-akhir hidupnya beliau belajar seni Yoga. Di waktu2 senggang kami sering bertemu di perpustakaan Nasioanal di Salemba. Terakhir kami mengerjakan proyek penulisan biografi konsul Jenderal di Australia. Pada tahun 2009 saya kembali ke Aceh tidak tahu lagi rimbanya, dan melalu blog ini saya baru tahu beliau sudah meninggal. Selamat jalan Pak Hadely..Allahummaghfirlahuu. Amiin.