Usai bergelut dengan sukses, Ersis jadi gamang, karena buku yang dikreasi dengan tajuk “Menulis Sangat Mudah”, menuntut pembuktian. Apakah setelah membaca buku itu seorang-orang jadi produktif menulis, dan apakah sang penulisnya juga produktif?. Pertanyaan wajar ini ternyata membuat Ersis untuk melayani, artinya merespon dengan nyata. Pemicu gertak itu, didasari oleh pemikiran, bahwa agitasinya pada khalayak untuk menulis, mengapa sang penulis justru hanya “meringis”.
Tekad jadi bulat, hanya dengan waktu satu minggu, Ersis melahirkan buku barunya, dengan normal dan tanpa operasi cesar, buku itu di beri nama “ Menulis Mari Menulis”, mengingatkan kita pada lagu tahun enampuluhan “Marilah Menari, Ye, yee kasih”. Buku itu memiliki tujuan yang tersebunyi agar setiap orang memiliki naluri menulis dan mengaplikasikan.
Disusun 8 Januari 2007 dan selesai, Minggu 14 Januari 2007. Inilah suatu bukti empiri, bahwa munulis sangat mudah, sebagai jawaban atas kegundahannya.
BUKU YANG MEYAKINKAN:
Adalah Erwis, seorang-orang yang berambisi membangun habit menulis, siapa saja, tanpa menyebut nama, bahwa seorang itu pasti bisa menulis. Sangat berkeyakinan bahwa seorang-orang setelah membaca buku ini, seketika rasa minder, rasa takut, menyalahkan diri, atau apapun namanya, tidak akan berbekas lagi. Artinya rasa minder, rasa takut, dan pola sikap menyalahkan diri akan almarhum.
GURUI SENDIRI:
Kalau ingin menulis menurut Erwis, tidak perlu lagi menambah ilmu menulis, belajar tata bahasa, membuka kampus mengeja kosakata, mempelajari gramatika, sosiolinguistik, sampai hermenuetika dan semantic. Tidak berguna!
Bukan di situ pokok soalnya . Persoalannya, apabila ingin mengasah kemampuan menulis, caranya dengan menulis. Jangan sampai, kepala gatal yang digaruk pantat.
Sekali lagi, kalau mau menulis ya menulis saja. Pengalaman menujukkan, untuk menulis cukup pengetahuan bahasa yang dipelajari di SD. Berbekal “ilmu” SD banyak orang punya kemampuan menulis luar biasa. Sebaliknya, banyak sarjana, magister, bahkan doctor yang professor, mengaku ahli bahasa pula, tidak banyak yang piawai menulis.
Karena itu, biasakan menulis. Latih kemampuan menulis dengan menulis, menulis dan menulis ‘again’
MENULIS KATA MELUMAT TAKUT
Inilah keistimewaan buku karya Erwis, ‘lead’ nya memberi stimulus, memca ‘lead’ saja sudah mendapat beribu-ribu makna. “Menulis kata melumat takut”, adalah ‘lead’ yang memberikan kepastian kepada pembaca, bahwa takut acapkali menjadi penghalang orang berjuang. Buku ini memotivasi, kenyataan menunujkkan, banyak orang gagal menulis karena takut. Takut pada diri sendiri, atau ketakuatan tulisan ‘direspon’. Harap maklum, sekalipun ketakutan kita hidup di era keterbukaan informasi, ada saja ‘orang berkuasa’ yang menakut-nakuti dan menakutkan. Kog masih ada orang yang berpikir, ditakuti penting agar terlihat berkuasa. Solusi yang diberikan buku ini adalah, melawan diri, melawan takut akan kekuarangan diri. Melawan takut menulis dengan menulis, menulis kata, merangkai kata-kata melumat takut.
LUPAKAN SAJA TEORI.
Buku ini memperingatkan, agar memahami tulisan secara hati-hati, Erwin berpesan bahwa dirinya bukan orang anti teori. Tapi, apabila teori menghambat, membelenggu, atau menjadikan kita mandeg menulis, buat apa teori? Buang saja, itu belenggu.
Terlalu banyak korban ‘bergelimpangan’ dihajar teori. Tepatnya, oleh orang-orang yang menganggap teori itu di atas segalanya. Palagi kalau teori digunakan untuk ‘membunuh’ kreativitas oleh seorang-orang yang mengaku menguasai atau ahli teori, Bukankah sejak SD sudah belajar teori?
Kini, saatnya mencampakkan teori atau mengenyahkan orang-orang yang selalu berbicara teori, teori, dan teori lagi. Kalau belajar menulis, menulis saja.
Tidak semua orang harus menjadi ahli teori, tidak semua orang harus jadi ahli bahasa. Teori adalah alat. Saatnya belajar menulis dengan menulis.
Detil Buku:
JUDUL : MENULIS MARI MENULIS
PENULIS: Erwis Warmansyah Abbas
PENERBIT : Mata Khatulistiwa. E-mail: matakhatulistiwa@yahoo.com
ISSN : 979-3092-71-8
CETAKAN: Pertama 2007
HALAMAN : x + 170. 12 x 18 Cm
Tekad jadi bulat, hanya dengan waktu satu minggu, Ersis melahirkan buku barunya, dengan normal dan tanpa operasi cesar, buku itu di beri nama “ Menulis Mari Menulis”, mengingatkan kita pada lagu tahun enampuluhan “Marilah Menari, Ye, yee kasih”. Buku itu memiliki tujuan yang tersebunyi agar setiap orang memiliki naluri menulis dan mengaplikasikan.
Disusun 8 Januari 2007 dan selesai, Minggu 14 Januari 2007. Inilah suatu bukti empiri, bahwa munulis sangat mudah, sebagai jawaban atas kegundahannya.
BUKU YANG MEYAKINKAN:
Adalah Erwis, seorang-orang yang berambisi membangun habit menulis, siapa saja, tanpa menyebut nama, bahwa seorang itu pasti bisa menulis. Sangat berkeyakinan bahwa seorang-orang setelah membaca buku ini, seketika rasa minder, rasa takut, menyalahkan diri, atau apapun namanya, tidak akan berbekas lagi. Artinya rasa minder, rasa takut, dan pola sikap menyalahkan diri akan almarhum.
GURUI SENDIRI:
Kalau ingin menulis menurut Erwis, tidak perlu lagi menambah ilmu menulis, belajar tata bahasa, membuka kampus mengeja kosakata, mempelajari gramatika, sosiolinguistik, sampai hermenuetika dan semantic. Tidak berguna!
Bukan di situ pokok soalnya . Persoalannya, apabila ingin mengasah kemampuan menulis, caranya dengan menulis. Jangan sampai, kepala gatal yang digaruk pantat.
Sekali lagi, kalau mau menulis ya menulis saja. Pengalaman menujukkan, untuk menulis cukup pengetahuan bahasa yang dipelajari di SD. Berbekal “ilmu” SD banyak orang punya kemampuan menulis luar biasa. Sebaliknya, banyak sarjana, magister, bahkan doctor yang professor, mengaku ahli bahasa pula, tidak banyak yang piawai menulis.
Karena itu, biasakan menulis. Latih kemampuan menulis dengan menulis, menulis dan menulis ‘again’
MENULIS KATA MELUMAT TAKUT
Inilah keistimewaan buku karya Erwis, ‘lead’ nya memberi stimulus, memca ‘lead’ saja sudah mendapat beribu-ribu makna. “Menulis kata melumat takut”, adalah ‘lead’ yang memberikan kepastian kepada pembaca, bahwa takut acapkali menjadi penghalang orang berjuang. Buku ini memotivasi, kenyataan menunujkkan, banyak orang gagal menulis karena takut. Takut pada diri sendiri, atau ketakuatan tulisan ‘direspon’. Harap maklum, sekalipun ketakutan kita hidup di era keterbukaan informasi, ada saja ‘orang berkuasa’ yang menakut-nakuti dan menakutkan. Kog masih ada orang yang berpikir, ditakuti penting agar terlihat berkuasa. Solusi yang diberikan buku ini adalah, melawan diri, melawan takut akan kekuarangan diri. Melawan takut menulis dengan menulis, menulis kata, merangkai kata-kata melumat takut.
LUPAKAN SAJA TEORI.
Buku ini memperingatkan, agar memahami tulisan secara hati-hati, Erwin berpesan bahwa dirinya bukan orang anti teori. Tapi, apabila teori menghambat, membelenggu, atau menjadikan kita mandeg menulis, buat apa teori? Buang saja, itu belenggu.
Terlalu banyak korban ‘bergelimpangan’ dihajar teori. Tepatnya, oleh orang-orang yang menganggap teori itu di atas segalanya. Palagi kalau teori digunakan untuk ‘membunuh’ kreativitas oleh seorang-orang yang mengaku menguasai atau ahli teori, Bukankah sejak SD sudah belajar teori?
Kini, saatnya mencampakkan teori atau mengenyahkan orang-orang yang selalu berbicara teori, teori, dan teori lagi. Kalau belajar menulis, menulis saja.
Tidak semua orang harus menjadi ahli teori, tidak semua orang harus jadi ahli bahasa. Teori adalah alat. Saatnya belajar menulis dengan menulis.
Detil Buku:
JUDUL : MENULIS MARI MENULIS
PENULIS: Erwis Warmansyah Abbas
PENERBIT : Mata Khatulistiwa. E-mail: matakhatulistiwa@yahoo.com
ISSN : 979-3092-71-8
CETAKAN: Pertama 2007
HALAMAN : x + 170. 12 x 18 Cm
[Wusana kata: Adalah sudah menjadi kebiasaan seorang-orang yang bernama Erwis Warmansyah Abbas, kala menuliskan ide-idenya. Kata-katanya bernuasan ajakan dan cenderung provokatif, tapi memandaikan orang. Pikirannya bisa dikatakan sealur dengan Edward De Bono, “lateral”. Teori menurutnya tidak selalu menghasilkan yang mutu, kadangkala membuat orang menjadi ragu. Banyak orang gala bertindak dan melakukan sesuatu, karena teori menjadi hantu. Takut dan menakutkan, sehingga karya agung yang akan lahir menjadi sirna, ide indah yang bertebaran menjadi buram.
Langkah arif harus ditempuh, manakala teori membelenggu kreativitas, maka menginduksi pengalaman adalah langkah halal yang harus dilakukan.
Menulis itu akan terwujud, dengan kata-kata yang dirajut, namun akan menjadi maut, manakala hadir belenggu takut. Hindari ketakutan itu. Saran yang diberikan lawan ketakuatan dengan tulisan ]
Langkah arif harus ditempuh, manakala teori membelenggu kreativitas, maka menginduksi pengalaman adalah langkah halal yang harus dilakukan.
Menulis itu akan terwujud, dengan kata-kata yang dirajut, namun akan menjadi maut, manakala hadir belenggu takut. Hindari ketakutan itu. Saran yang diberikan lawan ketakuatan dengan tulisan ]
1 comment:
Pak, dari mana saja mendapatkan buku-buku tentang menulis? berburu terus yaaaa. Terus terang, buku-buku seperti ini selalu membuat aku uring-uringan. Ketika membaca buku macam ini langsung membuatku bergairah menulis, tapi (ada tapinya) setelah megang pena tanganku macet. Lama merenung, eh ujung-ujungnya ngelamun. waduh pokoknya sulit.
Bukunya Arswendo "mengarang itu gampang" membuat trauma menikmati buku senacan ini
Post a Comment