SILA CARI DI SINI!

Google

Friday, September 5, 2008

MUNIR KONTRAS—SOSOK DAN PEMIKIRAN

“Jika kita ingin dekat dan menemukan Tuhan, maka kita harus bersatu dengan orang-orang miskin.”
Munir Said Thalib, kini telah tiada. Seorang-orang pahlawan yang tangguh, hidupnya bagaikan lilin rela hancur namun menerangi siapa saja.
Hingga kini kematiannya menjadi misteri, sang isteri—Suciwati tak henti mendobrak misteri dengan penuh nyali. Tentunya Tuhan mendengar jeritan Suciwati, kendati lamban tapi pasti, misteri akan terkuak dan berjalan tanpa henti. Sang Presiden Republik ini memberikan signal sakti, dan merasakan jeritan, himbuan dan harapan Suciwati. Akhirnya SBY menyatakan bahwa kasus kematian munir merupakan “ a test of our history.” Maka untuk mengungkap kasus kematian Munir, Presiden pun menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kasus Munir harus diproses secara hukum.
Sebelum gugur Munir sempat menunjukkan, bahwa penguasa kala itu ternyata gagal untuk mengedepankan aspek kemanusiaan. Dibalik berbagai kemajuan teknologi yang dicapa, aspek kemanusiaan dalam diri manusia Indonesia justru mengalami kemunduran yang sangat memprihatinkan.
Warung ingin melihat lebih dekat, bagaimana sosok sang pahlawan kemanusiaan ini, mulai dari hidupnya yang penuh nyali ini, hingga akhir hayatnya.
Melalui buku bersampul hitam terbitan LP3ES, kita akan bisa menyadap dengan terbatas sosok Munir.
Data Buku:
JUDUL: Api Dilawan Air—Sosok dan Pemikiran Munir
PENYUSUN: Tim Redaksi LP3ES
PENERBIT: Pustaka LP3ES Indonesia. Jalan. S.parman Kav 81, Jakarta 11420. Telp. [021]-5674211-13. E-mail: puslp3es@indo.net.id. Bersama dengan Keastuan Aksi Solidaritas untuk Munir [KASUM]
ISBN: 978-979-3330-72-3
CETAKAN : I- September 2007
TEBAL: viii+ 1888 hlm. ; 15,5 x 23 cm

MUNIR SEPINTAS
Batu sebuah kota kecil yang berada diseputar Malang Jawa Timur, pasangan Said Thalib dan Jamilah dikarunia seorang putera laki-laki, bernama Munir, yang kelak menjadi pejuang Kontras. Semasa kecil dididik dalam keluarga Muslim kelas menengah keturunan Arab.
Pada Tahun 1985, Munir terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya Malang.
Aktivis HMI-Himpuan Mahasiswa Islam ini, juga tercatat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum, dan ketika itu juga merangkap sebagai sekretaris Al-Irsyad Cabang Malang.
Ketika tahun 1989, mengantongi gelar Sarjana Hukum dan bergabung dengan LBH Surabaya. Pada tahun 1991, ia ditunjuk sebagai ketua LBH Surabaya, Pos Malang. Disinilah kepiawaian sebagai seorang pembela kemanusiaan tumbuh dan tertempa, dengan gencar membela buruh, mengorganisasi dan mendata, serta melakukan-analisis-analisisnya.
Tercatat dari tahun 1992 sampai 1996 Munir menangani banyak kasus. Pada tahun 1992 ia menjadi penasihat hukum dan anggota tim investigasi dalam kasus Fernando Araujo dan kawan-kawan. Mereka dituduh sebagai pemberontak karena melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur. Pada tahun 1993 Munir membantu mengatasi masalah yang dihadapi petani Nipah, Madura dan penasihat hukum dari 22 buruh PT Maspion.
Ia juga menjadi penasihat hukum keluarga Marsinah, seorang aktivis buruh, dan sejumlah buruh lainnya di PT Catur Putra Surya.
Setelah bergabung dengan YLBHI di Jakarta, Munir tidak lagi menangani kasus-kasus buruh dan petani, tetapi justru melakukan advokasi terhadap semua kasus pelanggaran HAM
NYALI “SUPERHOT”
Sejak kecil Munir memang prototype anak pemberani, barangkali terdidik secara langsung oleh perjuangan hidup keluarga kala itu. Nyalinya tidak pernah ciut, rasa percaya diri boleh dikata menempati rate yang tinggi. Kebenaran dan kejujurannya adalah modal dia untuk “berani” dalam segala situasi
Pada saat usia remaja, serta merta berani menghalau seorang-orang yang melanggar aturan. Ada seorang-orang yang mengendari sepeda motor di dalam kampung, yang sepestinya tidak boleh dilewati, Munir langsung pasang badan.
Juga dibentangkan buku ini, Munir yang bertubuh kecil itu, ketika tersinggung harga dirinya, siapun akan diajak berhitung.
Pernah suatu ketika Munir melengkapi dirinya dengan clurit, ketika sedang konflik dengan anggota GMNI di kampusnya.

MINAT BACA DAN BUKUNYA
Sejak kecil surat kabar selalu menjadi sarapannya, hal ini terus berlanjut ketika dewasa dan sakunya telah siap diajak kompromi, maka diboronglah buku bertumpuk-tumpuk. Bacaannya banyak terfokus pada masalah-masalah pergerakkan, seperti buku yang ditulis oleh, Paulo Freire, Ralf Dahrendorf, Antonio Gramcsi, Karl Mark, juga buku buku terkait ideology perjuangan kaum tertindas, seperti buku Ali Syariati, Muthahhari, dan Nurcholis Madjid.

BUKU-BUKU TENTANG MUNIR
Sejak kematiannya pada tahun 2004, telah terbit sejumlah buku yang mengulas jejak-jejak kehidupan Munir, dari kehidupan pribadinya samapi pokok-pokok pemikirannya. Beberapa buku yang dimaksud itu, misalnya, berjudul “munir, sebuah Kitab Melawan Lupa,” “ Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi, “”Bunuh Munir ! sebuah Buku putih” dan “Membangun Bangsa Menolak Militerisme: Jejak Pemikiran Munir [1965-2004]

1 comment:

Anonymous said...

Oh, Munir yang bukan Menir sehingga selalu dianggap sumir meski selalu mampir membeli kecipir dari tangan para sipir. Oh Munir, mengapa kau digelincir oleh orang-orang yang nyinyir. Suciwati, kau jangan khawatir. Maju terus jangan ke pinggir.