Buku yang disajikan warung kali ini kembali berkutat dengan tulis menulis, dan menurut rencana selama di republik ini masih terbit buku-buku yang membahas soal tulis menulis, akan diposting habis. Namun agar para pelanggan tidak bosan akan disela dengan judul-judul yang lain. Koleksi warung, terkait buku-buku tulis menulis masih berjimbun, namun pelanggan harap maklum kendati nafsu sudah di ubun-ubun. Perlu diketahui untuk menggoreng sebuah buku itu memerlukan waktu sekitar dua hari, karena pesanan yang datang tidak dapat diterka kehadirannya.
[Bakat adalah sesuatu yang tak perlu dijadikan dasar dalam menulis, sebab, kata bakat justru sering menjadi”mantra” penghambat menulis]
Kali ini warung akan mencandra sebuah buku dengan judul “ Menulis Artikel itu Gampang”, buah karya Nurudin.
Buku ini memposisikan sebagai pemandu sekaligus pencerah bagi siapa saja. Menurut Nurudin, orang tidak perlu dipusingkan oleh soal tulis menulis. Dengan agak memprovokasi mengatakan dengan tegas bahwa, menulis artikel itu gampang. Dan menulis tidak ada hubungannnya dengan bakat, yang diperlukan adalah latihan dan tak kenal purus asa. Menulis itu seperti orang “belajar renang” bukan “belajar tentang berenang”.
Detil Buku:
JUDUL : Menulis Artikel itu Gampang
PENULIS : Nurudin
PENERBIT : Effhar. Jl. Dorang 7 Semarang. Telp. 024-3511172. E-mail: dahara@indosat.net.id Web: http://www.daharaprize.com/
ISBN : 979-501-359-9
CETAKAN: keenam 2007
HALAMAN : x + 116 Halm.
Kata pengantar buku ini sangat menguatkan hati, apa lagi bagi penulis pemula yang baru masuk labirinnya profesi ini.
Profesi menulis ternyata tidak hanya dimonopoli lulusan jurnalistik semata. Menulis adalah profesi terbuka. Siapa saja bias jadi penulis. Namun begitu, tidak semnua orang bisa menulis. Masalahnya adalah tidak setiap orang mau dan mampu berprose menjadi penulis.
MENULIS ITU APA ADA SEKOLAHNYA ?
Kira-kira sekolah dimana? Sekolah calon penulis adalah ada di masyarakat. Dengan kata lain, seorang-orang yang ingin jadi penulis harus mengamati dinamika, gejolak di masyarakat sambil membuka buku untuk mengamati gejala itu atau mengutip teori. Sedang di masyarakat, melalui pengamatan itu, ia akan mendapatkan “bahan baku” tulisan. Atau bisa mengamati beberapa penulis terkenal namun tidak mempunyai gelar. Ambil contoh adalah Emha Ainun Nadjid, Soedjatmoko dan Adam Malik. Siapa pun akan mengakui kepakaran mereka. Bahkan Emha sendiri, bisa jadi ia lebih kredibel untk berbicara masalah budaya disbanding seorang professor budaya sekalipun.
TEORI KENDI MEMBUKA HATI.
Ternyata buku ini juga berkiat melalui teori, tentunya sebuah teori hasil induksi dari pengalaman diri penulis.
Membuka hati seorang-orang agar termotivasi, buku ini memberikan teori dengan nama “TEORI KENDI”.
Meskipun kendi itu sederhana hanya terbuat dari tanah liat yang dibakar, namun menyimpan teori yang sangat penting, khususnya mengenai menulis artikel.
Sebuah kendi, ada kalanya diisi air. Namun, kadang juga airnya ditumpahkan untuk diminum. Kendi itu akan tambah airnya seandainya dimasuki air terus menerus. Lalu apa hubungannya dengan kegiatan menulis?
Menulis pun tidak jauh berbeda dengan kendi. Diibaratkan kendi itu adalah tubuh manusia,. Seorang-orang yang jenius sekalipun tidak akan pernah bisa menulis kalau tak pernah memberi “air” dalam “kendinya. Air itu adalah ilmu pengetahuan, data, pengalaman, pengamatan lingkungan, diskusi dan lain-lain.
MENCARI AIR KENDI= MENCARI IDE TULISAN
Teori kendi itu, memberikan peringatan, bahwa seorang-orang tak akan mampu menuangkan ide atau gagasan, karena informasi yang singgah di otaknya, ibarat sumur yang sering kerontang.
Mengisi kendi itu, sama dengan menghadirkan segenap informasi ke dalam otak, yang ditopang hati. Resep yang diberikan buku ini, untuk menggali ide terdapat dua hal, yakni “mengamati” dan “membaca koran”
Mengamati: Mengamati dalam hal ini adalah melihat, meresapi dan mengolah dalam pikiran berbagai kejadian di sekitar kita. Sebab, tanpa disadari berbagai peristiwa di sekitar kita itu tak lain adalah bahan mentah sebagai unsure-unsur pembentuk sebuah tulisan.
Membaca Koran: Jangan dikira membaca Koran tak ada gunanya. Paling tidak, darti kegaiatn seperti itu kita bisa mengetahui berbagai macam kejadian yang mungkin luput dari pengamatan sehari-hari. Banyak penulis artikel terpicu untuk membuat sebuah tulisan setelah sebelumnya mebaca Koran. Bagi seorang-orang penulis, koran adalah makanan sehari-hari yang harus dikonsumsi. Berbagai macam data dan peristiwa ada dalam Koran.
FORMULA MENJAGA KONTINUITAS MENULIS :
Terus menulis: Buku harian memegang peranan, jangan lewatkan setiap kesempatan untuk tidak menulis, meskipun hanya outline atau coretan singkat dalam sebuah biku harian. Maka seorang-orang penulis kemana saja harus membawa kertas dan pena. Ketika ia punya ide, ia akan langsung menggoireskan coretan singkat pada kertas tersebut.
Diskusi sesama penulis: Mengajak diskusi sesama penulis menjadi factor menjaga koninyuitas penulisan. Kita bisa mengungkapkan kesulitan dalam menulis artikel kepada teman tersebut. Siapa tahu, dia punya kiat tersendiri dalam mengatasi kesulitan itu.
Budaya baca; Seorang-orang penulis sudah selayaknya membaca. Bahkan pepatah tiada hari tanpa membaca, layak dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Bartangkali kita tidak tahu manfaat dalam jangka pendek dari membaca tersebut. Namun yakinlah, bahwa itu sangat berguna di masa dating.
Kliping itu penting: Penulis tidak akan terlepas dari data. Oleh karena itu, klipimng menjadi penting. Paling tidak dengan kliping kita bisa mengambil data-data sebagai salah satu cara mengembangkan tulisan
No comments:
Post a Comment