SILA CARI DI SINI!

Google

Monday, July 21, 2008

MENGENAL WIRANTO:


“Saya tak ingin mendapatkan kekuasaan di atas korban dan puing-puing bangsa saya,”

Buku yang mampir di warung ini bisa dikatakan buku lama, karena buku ini dikreasi untuk mengenalkan jatidiri Wiranto, ketika menjadi calon Presiden RI 2004-2009. Namun kehadirannya di warung ini sangat tepat, karena pemilihan presiden sudah dapat dikatakan sudah berada dibibir pintu.
Orang jadi teringat masa lalu, ketika era reformasi baru lahir, kalau roti dapat dikatakan fresh form the oven. Ketika itu Pak Wiranto memiliki peluang besar duduk di singgasana, namun yang terjadi sebaliknya, malah menjauh dari peluang emas yang tinggal sedepa. Sang Jendral anak guru ini, memilih untuk mengamankan jalannya sidang istimewa 1999. Sangat sadar dalam alam pikirnya, bahwa mengurai dan menyelesaikan masalah domistik lebih penting, daripada mengedepankan keinginan diri. Kesadara itu pernah diucap: “Hanya bangsa-bangsa yang berhasil menetralisisr masalah domestiknya yang akan eksis dalam persaingan itu. Sebaliknya bangsa-bangsa yang terus terjebak pada persoalan dalam anegerinya akan terus terpuruk dan kalah tidak mampu bangkit lagi.”
Sebenarnya kewenangan Jendral Wiranto sungguh besar, dan dapat melakukan maneuver untuk menempati jabatan puncak di Indonesia. Namun, ketika Letjen Susilo Bambang Yudhoyono yang menjabat Kassospol saat itu menanyakan kepadanya, “Apakah Panglima akana mengambil alih kekuasaan?”. Dengan tegas dan pasti Jendral Wiranto menjawab, “Tidak, kita akan menghantar pergantian kekuasaan secara konstitusional!”. Inilah yang menmggambarkan bahwa dia lebih mempertimbangkan kepentingan bangsanya daripada menurut ambisinya pribadi.
Detil Buku:
JUDUL : Mengenal Wiranto. Calon Presiden I. 2004-2009
PENULIS :--
PENERBIT: IDe- Indoensia. Jl. Telukbetung No. 42 Jakarta 120002. Telp. 62-21-3911411. Web. http://www.wiranto.com/
HALAMAN: vii + 84 hlm
CETAKAN: II Agustus 2003
Andi Mallarangeng Memuji Jendral Wiranto.
Seorang-orang pengamat politik dari Sulewesi Selatan, yang juga seorang pengamat dan Juru Bicara kepresidenan Bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, ternyata dulu sering memuji Pak Wiranto.
"Setelah pensiun dari dinas TNI, ia tetap memiliki kans yang lebih besar untuk berkiprah dalam pentas politik nasional.
Dalam pandangan saya, Wiranto adalah salah satu tokoh yang harus diperhitungkan dalam peta politik Indonesia"
[Andi Alifian Mallarangeng, Pengamat Politik]---hlm 12

Andi Alifian Mallarangeng simpati:
“Wiranto berusahan menyelamatakan muka pemerintah. Tetapi apa yang terjadi? Keadaan seperti berbalik. Ia malah mendapat cacian ia dianggap sebagai pihak yang memperkeruh susasana oleh sementara pihak” …[Hlm 47]
Inilah komentar Andi Alfian Mallarangeng ketika Wiranto mendapat tuduhan yang beraneka ragam.

Andi Alifian Mallarangeng tak menyangka:
“Sungguh tak dinyana, Wiranto samasekali tidak memanfaatkan situasi yang sebenarnya sudah dalam genggamannya itu. Dalam kamus hidupnya tidak pernah terbersit keinginan untuk kudeta, walaupun keadaan memungkinkan

PENDAPAT BEBERAPA ORANG TENTANG JATI DIRI WIRANTO:

“Wiranto adalah sosok yang amanah, ia bisa menerima proses demokratisasi ini tanpa tergoda untuk berkuasa, walaupun keadaan memungkinkan untuk melakukannya.”
[Hamzah Haz, Mantan Wakil Presiden RI]

“Sebenarnya kalau keadaan normal, Wiranto akan menjadi pemimpin yang sangat dihormati.”
[Prof.Dr.Taufik Abdullah, Sejarawan Senior LIPI]

“Tatkala semua orang Indonesia berbicara tentang Jendral Wiranto, Panglima militer yang tidak berusaha untuk menjadi orang berpengaruh, perbincangan itu berbarengan dengan ketakutan yang mencekam terhadap masa depan pasca Soeharto . Mereka menyembunyikan sedikit maksud untuk mengaguminya.”
[David Jenkin—Editor Asia pada The Sidney Morning Herald, Penulis buku Soeharto and His Generals : Indonesia Military Politics, 1975-1983.

“Secara keseluruhan mereka mencoba memperhatikan rasa simpati pada tuntutan perubahan. Misalnya, Wiranto menahan diri untuk tidak memerintahkan penggunaan kekerasan terhadap demonstran mahasiswa. Khusus ketika krisis memasuki saat-saat terakhir, mereka memberikan signyal dukungan untuk perubahan politik.”
[Ed Aspinall, dalam The Fall of Soeharto, Goeff Forrester & R.J.May (ed), 1988]

“Walaupun situasi Indnesia sejak awal Maret 1998 berada dalam siaga satu, menembaki mahasiswa dengan peluru tajam bukanlah sebuah kebijakan Jendral Wiranto. Wiranto senantiasa memerintahkan aparat keamanan agar sedapat mungkin menghindari penggunaan kekerasan. Selain itu, dia tidak pernah memerintahkan penculikan terhadap aktivis mahasiswa atau pengkritik pemerintah’”
[Ikrar Nusa Bhakti, dalam The Fall Of Soeharto Geoff Forrester & R.J.May (ed), 1998]

“Untuk Jendral ketahui, kekaguman saya kepada Jendral begitu besar karena Jendral telah berhasil menciptakan situasi kondisi dan melaksanakan peralihan kepemimpinan dengan tertib di Indonesia dan dengan cara yang selalu berpijak kepada konstitusi. Padahal, sebulan lalu hanya beberapa orang saja yang berpikiran bahwa Jendral akan mampu melaksanakannya,”
[Petikan Surat dari Joseph W Prueher, Panglima Komando Pasukan AS di kawasan Pasifik, 21 Mei 1998]

“Wiranto telah menunjukkan komitmennya untuk melakukan reformasi internal ABRI, dan melaksanakan doktrin militer ABRI dalam hubungannya dengan tuntutan-tuntutan bagi perubahan politik dan reformasi,”
[Dr.J.Kristiadi, Deputi Direktur Eksekutif CSIS, dalam Post Soeharto Indonesia, Renewal or Chaos? Geoff Foreester (ed), 1999]

The Guardian (Koran terkemuka Inggris), The Herald Sun (Australia), The Washington Post, setelah melakukan peninjauan langsung, menurunkan laporan dengan tajuk “Pembantaian Massal di Tim-Tim Bohong Besar,” ada lagi “ICRC bantah Laporan Pembantaian Massal di Tim-Tim,” selanjutnya, “Indonesia bukan Pembunuh Massal”
[Bukti di Pengadilan Ham ad Hoc Jakarta dalam kasus Tuduhan Pelanggaran HAM Berat di TIM-TIM, 2002]

No comments: