SILA CARI DI SINI!

Google

Wednesday, April 15, 2009

DINAMIKA DEMOKRASI & POLITIK NASIONAL PASCA ORDE BARU

Demokrasi selalu menjadi impian dalam penyelenggaraan negara, kehadirannya dinanti-nantikan. Banyak orang mengaguminya, bahkan negaran Amerika serikat Abraham Lincoln memberikan terminologi sekaligus menjadi makna, 'dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat', memang demokrasi itu adalah doktrin yang agung, manusiawi, alamiah, bahkan simbul peradaban yang tinggi.
Buku ini membentangkan perjalanan menegara dengan teropong demokrasi untuk kurun waktu pasca demokrasi. Masalah yang terkait dengan Mahkamah Konstitusi mendominasi pembahasan, maklum MK di bumi pertiwi ini dianggap sesuatu yang baru. Karena mendominasi pembentangan, maka pengantar buku ini diberikan oleh Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.
Dalam pengantar dikatakan bahwa harus ada kesejajaran atau posisi sederajat antara pengertian demokrasi dalam pengertian politik dan demokrasi dengan pengertian hukum.Karena menurut Jimly demokrasi seringkali hanya disoroti dari aspek politik saja.
Buku ini membagi tiga bahasan antara lain:
  1. Snapshot Politik Dalam Negeri, terdiri dari 21 artikel
  2. Dinamika Konstitusi dan Ketatanegaraan, terdiri dari 16 artikel
  3. Isu Politik Lokal, terdiri 7 artikel
HAROLD CROUCH INDONESIAN SULIT MENEBAK:
....Ketika musim tuntutan reformasi bersemi di Indonesia beberapa tahun yang lalu, muncul klaim oposisi biner melalui ungkapan "kami reformis, mereka status quo", "kami progresif, mereka konservatif", dan sebagainya. Namun, pada saat ini kita menjadi binggung untuk memastikan yang mana reformis dan progresif serta yang mana yang status quo dan konservatif karena persepsi, pendapat, dan perilaku banyak orang telah bercampur baur. Contoh lainnya, ketika pemilu 1999 dilontarkan isu bahwa jika Golkar menang maka pemilu curang, namun dalam kenyataannya hampir semua partai peserta pemilu melakukan kecurangan.
Adanya relativisme semacam inilah yang harus didasari betul ketika menilai politik empirik Indonesia. Itulah mengapa sungguh tepat ketika Indonesian Harold Crouch pernah mengakui bahwa politik di Indonesia sulit ditebak.
SBY TERCATAT AROGAN:
Buku ini menganjurkan pejabat negeri ini meniru Vaclav Havel, mantan Presiden Republik Cheko yang diakui sebagai negarawan dan tokoh legendaris dunia.
.......Berdasarkan pengalaman panjang terjun dalam kancah politik san pemerintahan, Havel sampai pada kesadaran tentang pentingnya seorang pejabat negara dan politisi menjaga kata-kata. Havel mengingatkan :"the 'sine qua non' of a politicisn is not the ability to lei; he needs only be sensitive and know when, what, to whom, and how to say what he has to say". Lebih lanjut Havel menegaskan: "how to say something politely that your opposite number may not want to hear; how to say, always, waht is most significant at a given moment, and not to speak of what is not important or relevant". Jika pesan Havel ini dicamkan, mungkin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri Koordinator Perekonomian Aburizal Bakrie akan berhati-hati melontarkan kata-kata yang dapat memantik impresi publik ada arogansi kekuasaan pada kata-kata itu
.......Ketika banyak orang dan pers menilai periode 100 hari pemerintahannya tidak menorehkan jejak kinerja spektakuler seperti yang dijanjikan dalam kampanyenya, yang berakibat popularitasnya menyusut, Susilo Bambang Yudhoyono berkomentar: "I don't care with my popularity".
Pernyataan beraroma arogansi kekuasaan seperti itu terasa lebih menusuk lagi melalui pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ketika rencana pemerintah ingin menaikkan harga bahan bakar minyak [BBM] ditentang banyak pihak, Jusuf Kalla berkomentar: "Jika keputusan pemerintah dianggap salah maka jangan pilih mereka pada pemilihan umum berikiutnya" Pernyataan serupa dilontarkan kembali oleh Jusuf Kalla menanggapi hasil jejak pendapat Lembaga Survey Indonesia bahwa tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintah menurun sebesar 17 % pada September 2005. Katanya:"pemerintah tidak berjalan dengan hanya hanya jejak pendapat 1.300 orang, kita tidak terpengaruh hanya dengan 1.300 orang itu, tapi kita bekerja berdasarkan program rencana".
Pernyataan setali tiga uang pernah dilotarkan oleh Aburizal Bakrie beberapa waktu yang lalu. Menanggapi keluhan publik dan pemberitaan pers tentang naikknya harga gas elpiji, Aburizal Nakrie berkomentar: "jika tidak mampu beli gas, pakai minyak tanah saja". Tragisnya, pemerintah menaikkan harga minyak tanah hingga 185 %. Akibatnya, rakyat miskin terpaksa harus menggunkan kayu bakar, yang diperoleh dari sembarang tempat, untuk memasak.
ARTIKEL MENARIK
.......Masih banuak artikel yang menarik antara lain:
  • Koalisi Kebangsaan
  • Koalisi Kebangsaan VS SBY
  • Perselisihan Hasil Pilpres
  • Putusan MK Soal Gugatan Wiranto
  • dll
Data buku
JUDUL: Dinamika Deokrasi Dan Politik Nasional Pasca Orde Baru
PENULIS: Munafrizal Manan
PENERBIT: Pustaka Jaya abadi Perum Gedongkuning Gg Kartika III No. 902. Jl. Kusumanegra Timur Yogyakarta. Phone; 0274-7005905
ISBN: 979-25-2761-3
CETAKAN: Februari 2008 [I]
TEBAL:ix + 231 halaman

No comments: