"Saya penganut falsafah Jawa sing becik ketitik, sing olo ketoro artinya yang baik akan ketahun dan yang buruk juga terlihat."
Prabowo Subianto
[Saat menepis tuduhan Letjen (Purn) Sintong Panjaitan]
Adalah buku yang lahir kembali, artinya buku ini pernah lahir dengan judul "Prabowo Titisan Soeharto" kini dilahirkan dengan perwajahan baru dengan judul "Prabowo, Dari Cijantung Bergerak Ke Istana. Tentunya sangat istiwa kehadiran buku ini, dilihat dari kacamata penerbit dan marketing buku ini paling tidak akan laris manis dan cebat habis seperti buku yang berkisah tetang Jendral Sintong Panjaitan-Para Komando. Dari sisi iklim polemik buku ini juga cukupmenarik, dan dari sisi para pemain politik dapat difungsikan sebagai bahan mengritik,atau pun mengintrik.
Kehadiran buku ini seakan melakukan upaya cantik dalam mengadvokasi atau juga bisa dikatakan upaya klarifikasi. Lebih jauh buku ini juga seakan menegasi buku-buku yang bernada minir terhadap pribadi Prabowo.
Femi Adi Soempeno, adalah penulis buku yang kerapkali membentangkan pribadi Prabowo, dan memiliki harapan atas kehadiran buku ini, agar pembaca dapat menyimak dan mereview kembali perjalanan "The Rising Star" dari Cijantung. Femi tampaknya memeliki referensi banyak tentang Prabowo oleh karenanya ketika menulis buku berjudul "Perang Panglima", buku ini terkategori 'bestseller'
Selajutnya ingin mengajak khalayak baca agar lebih seksama merasakan pergulatan bati, seklaigus menyelami konflik dan prahara yang pernah Prabowo alami. Tentunya pembaca maklum jika buku ini kemiringan bobot terarah pada Prabowo.
CERDAS DAN DOYAN BUKU
Prabowo dikenal sebagai anak yang paling doyan memamah buku. Dari koleksi di perpustakaan milik pribadi di kantor maupun di rumahnya, Prabowo paling menyukai buku tentang sejarah dan militer. Konon ia selalu belanja banyak buku jika bepergian keluar negeri. Itu sebabnya, buku dalam bahasa asing pun ia lumat.
Prabowo memang tak menolak buku-buku berbahasa asing, di antara prajurit seusianya, penguasaan bahasa Asing terbilang oke. Selain bahasa Inggris, ia menguasai bahasa Perancis. Jerman, dan Belanda. Wajar saja. Masa kecilnya dihabiskan di luar negeri, seperti Singapura tiga tahun, Malaysia dua tahun, Hong Kong dua tahun, Swis dua tahun, dan Inggris dua tahun. Ia mengikuti ayahnya yang berpindah-pindah dalam masa pengasingan. Tak heran, sikapnya pun kebarat-baratan dan cenderung "arogan". Sikap arogan inilah kadang diintepretasikan lain, bahkan sebagai bahan baku pendiskriditan. Nampaknya cercaan yang berbobot menuduh sekarang dengan masif, diamini banyak orang, bahwa Prabowo adalah seorang-orang yang mengarsiteki kudeta. Buku ini mengklarivikasi.
TUDAHAN KUDETA 22 MEI
Tepatnya di halam 143 buku ini, terungkap bahwa tuduhan kudeta pada Prabowo sangat kental.
......Bila tuduhan 'kudeta' lengket di tubuh Soeharto saat menggulingkan Soekarno melalui Supersemar pada tahun 1966, isu serupa juga terjadi sama pada Prabowo yang dituduh berniat menggulingkan BJ. Habibie pada tahu 1998.
Dalam sebuah pidato di depan peserta Forum Editor Asia Jerman II di Istana Merdeka, Habibie membeberkan soal 'kudeta' yang diupayakan Prabowo.
Habibie mengatakan, sehari setelah pelantikannya sebagai presiden, 22 Mei 1998, ia bertemu Jendral Wiranto. "Dia mengatakan pada saya bahwa pasukan di bawah komando seseorang yang namanya tidak disembunyikan lagi, Jendral Prabowo, sedang mengonsentrasikan di beberapa tempat, termasuk di rumah saya. Kemudian sebagai Panglima Tertinggi, saya perintahkan tarik pasukan ke barak. Saya tanya Wiranto, apakah perintah saya baik. Ya, itu baik, Pak jawab Wiranto."
Beberapa kali Habibie melukiskan suasana tersebut. "Tidak usah ditutup-tutupi, kita tahulah yang memimpin konsentrasi pasukan itu, orangnya Prabowo Subianto," kata Habibie berapi-api ...Pidato ini kontan menyulut kontroversi. Bantahan egera datang dari Prabowo, yang saat itu masih berada di Amman, Yordania. Melalui kawan-kawanya, Farid Prawiranegara, Fadli Zon, dan Ahmad Soemargono, ia menyampaikan surat yang dibeberkan dalam konferensi pers di Hotel Regent.
Surat itu isinya menyatakan bahwa pengerahan pasukan yang berda di bawah komandonya pada 12-22 Mei 1998 dilaksanakan sesuai prosedur."Semua itu dilaksanakan sepenuhnya di bawah Panglima Komando Opereasi Jaya, yaitu Pandam Jaya. Dan semua pengerahan pasukanpun dilaporkan kepada komando atas"
Prabowo menjelaskan, pada rapat malam hari di Mako Garnizun Ibu Kota, 14 Mei 1998, Wiranto memerintahkan Panglima Kostrad membantu mengamankan obyek-obyek vital di Ibu Kota. Sementara, Komandan Korp Marinir membantu mengamankan kedutaan asing, serta Danjen Kopassusu membantu mengamankan presiden dan wakil presiden
Dalam suratnya, Prabowo menantang,"....mungkin perlu dilakukan pengecekan langsung pada puluhan perwira dan ratusan prajurit yang ditempatkan di Ibu Kota, terutama yang mengamankan presiden dan wakil presiden...apa perintah yang telah mereka terima, siapa yang memberikannya, dan sebagainya."
......Terang-terangan Prabowo menyatakan bahwa Wiranto mengetahui, bahkan memerintahkan seluruh gerakan pasukan, termasuk ke rumah Habibie. [catatan: Itulah yang tertulis di buku ini. Untuk mengetahui sekaligus melengkapi atau pun melacak kontroversi bisa dibaca buku:
Perang Panglima - Siapa Mengkhianati Siapa? (Femi Adi Soepeno+ AA Kunto A]
Kontroversia "kudeta" Prabowo (A.Pambudi)]
Data buku
JUDUL: Prabowo Dari Cijantung Bergerak Ke Istana
PENULIS: Femi Adi Soempeno
PENERBIT: Galangpress. Jl. Anggrek 3/34 Baciro Abru Yogyakarta 55225. Telp: 0274-554985. E-mail: galangpress@jmn.net.id http://www.galangpress.com/
ISBN: 978-602-8174-18-3
CETAKAN; I-2009
TEBAL: 263 halaman. 150 x 230 mm
BAB YANG DIBAHAS:
- Bayang-Bayang Soeharto
- Prabowo, Sebuah Mozaik
- Prabowo Fecelift
- Mencari Pemimpin di Musim Paceklik
Catatan, Bila ingin mencermati terkait dengan "Prabowo For President", terbahas tuntas di bab Prabowo Facelift, halaman 196.]
No comments:
Post a Comment